Share

Mengandung Bayi Mantan Mertua
Mengandung Bayi Mantan Mertua
Penulis: Rich Ghali

1. Desahan dari Dalam Kamar

“Aaah, mmmpht! Uuuuhhh … aaahhh.” Terdengar samar suara desahan itu berasal dari kamar utama. Jantung Leonel seakan berhenti berdetak. Wajahnya memucat, ia membatu di tempat. Ia baru saja kembali dari bekerja, tapi langsung disambut dengan desahan-desahan penuh nikmat yang jelas sekali bunyian itu berasal dari mulut istrinya.

Gegas Leonel berlari menuju kamar, ia lempar tas kerjanya secara sembarang. Pintu kamar tidak terkunci sama sekali ketika ia memutar gagang.

“Bajingan!” Leonel memaki dengan emosi yang menguasai. Wajahnya memerah dengan rahang yang mengeras. Napasnya terdengar ngos-ngosan karena menahan amarah.

“Mas ….” Airin menoleh menatap suaminya. Wajah wanita itu tampak memerah menahan kenikmatan. Suaranya terdengar parau, serak, dan bergetar. Tubuhnya setengah telanjang dengan keringat yang membasahi badan.

Leonel menatap sekitar, mencari seseorang.

“Di mana keparat itu?!” Leonel mencari menuju kamar mandi, tapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan lelaki lain di sana. Ia kembali menuju ranjang, merunduk untuk mengecek kolong ranjang. Namun, tetap saja tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada Airin seorang diri dengan televisi yang tengah menyala. Layar kaca itu menayangkan pasangan yang tengah bercinta. Desahan, erangan, dan juga decakan terdengar berasal dari tayangan itu.

“Mas nyari siapa?” Airin bangkit berdiri. Dipeluknya tubuh sang suami dari belakang, berusaha menenangkan sekaligus melepas kerinduan.

Namun, emosi Leonel masih belum mereda. Ia lepas pelukan istrinya dengan kasar, kemudian beranjak menuju jendela yang tampak terkunci dengan gorden yang tertutup sempurna. Ia bahkan tidak mencium ada aroma parfum lelaki lain di sana.

“Dengan siapa kau bercinta?” Leonel menyorot istrinya dengan tajam. Manik matanya seakan hendak menikam. Pikirannya tengah dikuasai oleh banyak hal.

Airin tersenyum lebar. Ia sama sekali tidak tersinggung ketika pelukannya dilepas secara paksa oleh suaminya. Ia terus berusaha agar bersikap lembut, sebab ia sangat mencintai lelaki yang tengah berdiri di hadapannya. Apa pun yang lelaki itu lakukan, tidak akan mampu mengurangi sedikit pun kadar cintanya.

“Aku tidak bercinta dengan siapa pun.” Airin menjawab dengan lembut disertai senyum manis di bibirnya.

“Jangan berpikir kau bisa membohongiku. Aku mendengar desahanmu dari ruang depan, lalu dengan tampilanmu yang sekarang, kau yakin aku masih bisa percaya dengan kata-kata yang kau lontarkan?” Leonel  berucap dengan tajam.

Senyum Airin semakin lebar menatap wajah marah suaminya. Sebab, itu menandakan bahwa Leonel masih mencintainya. Lelaki itu tidak akan marah jika ia tidak punya rasa.

“Aku mencari kenikmatan dengan tanganku sendiri. Kau tidak ingin memuaskanku, jadi aku cari kepuasan sendiri tanpa harus memaksamu untuk melakukan apa yang tidak kau inginkan.”

“Kau masturbasi?” Leonel bertanya memastikan.

Airin mengangguk. Matanya tampak menyipit ketika ia tersenyum menatap lelaki itu. Ia beranjak meraih remote control, lalu mematikan televisi yang tengah menayangkan film dewasa.

“Aku terlalu menikmatinya, jadi aku tidak sadar jika kau sudah pulang.” Airin membenarkan dan merapikan pakaiannya.

Leonel menghela napas dengan dalam, tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan oleh Airin. Bisa-bisanya wanita itu masturbasi  di jam seperti sekarang. Namun, ia merasa sangat lega. Sebab, tidak ada lelaki lain di dalam kamarnya.

Airin mendekat. Ia melingkarkan kedua lengannya ke leher Leonel. Sorot matanya seakan meminta agar lelaki itu menuntaskan hasrat yang tengah memuncak. Ia merasa sangat tanggung, sebab Leonel menghentikan aksinya sebelum ia meraih kepuasan.

Airin mendekatkan wajahnya, hendak melumat bibir Leonel yang sudah sangat ia rindukan. Bibir itu sangat basah dan kenyal, rasanya juga begitu manis dan membuat candu. Sudah tiga hari ia tidak merasakan kekenyalan bibir itu.

“Aku capek.” Leonel membuang muka sebelum bibir mereka saling beradu. Ia selalu saja mencari cara dan alasan untuk menolak setiap adegan romantis yang Airin harapkan.

Airin menghela napas kecewa. Namun, ia tetap tersenyum dengan wajah ceria. Wanita berambut bergelombang itu melepas lingkaran tangannya di leher Leonel. Menyembunyikan tumpukan kekecewaan di balik manisnya senyum yang ia miliki.

“Mau mandi sekarang atau mau aku buatin minum dulu?” Airin bertanya dengan begitu lembut. Tatapannya penuh cinta menyorot sang suami.

“Aku mau istirahat. Aku sedang pusing karena proyegku gagal lagi, kau jangan ganggu aku” Leonel mengempaskan tubuhnya ke ranjang dengan cukup kasar. Terdengar helaan napas berat berasal dari lelaki itu. Jemarinya memijit pelipis atas untuk mengurangi rasa pusing di kepala. Ia memejamkan mata.

Airin mendekat. Ia lepas sepatu dan kaus kaki yang membungkus kaki Leonel. Setelahnya ia ikut naik ke atas ranjang. Duduk di samping tubuh suaminya yang tengah berbaring kelelahan.

“Mau aku pijitin?” Airin langsung memijit ubun-ubun suaminya sebelum mendapat jawaban.

Leonel tidak melarang. Ia tampak menikmati setiap pijitan yang Airin berikan.

“Lain kali kalau mau begitu lagi, pintu kamar sama pintu depan jangan lupa dikunci.” Leonel memberi peringatan.

Airin menghela napas. Awalnya ia berpikir jika Leonel akan berubah karena merasa tertampar dan tersadarkan ketika menyaksikan dirinya tengah masturbasi. Namun, nyatanya tidak sama sekali.

“Mas, apa aku tidak menarik sehingga kau tidak ingin bercinta denganku?” Airin akhirnya melontarkan pertanyaan yang telah menguasai otaknya selama enam bulan terakhir. Mereka sudah dua tahun menikah dan belum dikaruniai anak. Kualitas bercinta mereka juga makin ke sini makin menurun. Leonel seakan bosan terhadap tubuh indah milik istrinya sehingga enggan untuk melakukan hubungan suami istri sesering biasanya. Airin tidak ingat kapan terakhir kali mereka bercinta. Yang ia tahu, bulan ini sang suami belum pernah menjamahnya. Sementara bulan akan segera berganti.

Leonel hanya akan mencium bibirnya sesekali. Itu juga karena Airin yang sudah memaksa dan mendesak.

“Aku capek.” Leonel memberi jawaban yang serupa. Entah sudah berapa kali jawaban itu ia lontarkan untuk menanggapi pertanyaan dari Airin.

“Bukan karena cara bercintaku yang tidak sesuai dengan keinginanmu? Aku akan upgrade cara bermainku jika kau merasa tidak puas dengan cara mainku.”

Leonel menoleh menatap istrinya. Ia sorot manik mata indah itu dengan dalam.

“Bukankah kita sudah pernah berdiskusi jika rumah tangga itu bukan hanya masalah selangkangan? Tapi masalah komitmen.” Lelaki itu berucap dengan lembut.

“Tapi nafkah batin itu juga bagian dari komitmen yang pernah kita bicarakan.”

“Aku tidak bernafsu, Airin. Aku sangat lelah, tenagaku juga sudah habis di tempat kerja.”

“Lalu, bagaimana denganku? Aku selalu bernafsu ketika melihatmu.”

“Kau lakukan saja seperti tadi. Kau bisa mencari kepuasan sendiri bukan? Kau tidak membutuhkanku untuk mendapatkan kepuasanmu. Aku akan membelikanmu mainan seks untuk menambah imajinasimu.” Leonel berucap dengan enteng. Seakan tidak ada beban sama sekali.

Lagi, Airin menghela napas dengan kasar. Ia tidak lagi mampu berkata-kata setelah mendengar kalimat yang terlontar dari mulut suaminya. Jika terus begini, apa arti dari pernikahan mereka? Apa arti Leonel dalam hidupnya jika lelaki itu tidak melakukan kewajibannya sebagai seorang suami? Jika hanya nafkah berupa uang, ia tidak perlu menikah untuk mendapatkan itu. Sebab, orangtuanya juga orang kaya. Mereka akan memenuhi semua kebutuhannya tanpa diminta.

Tak sadarkah Leonel bahwa yang Airin butuhkan hanya pria itu?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tati Jeje
Sanga bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status