Share

9. Kritis

“Airin!” Robin berlari menuju ruang di mana Airin tengah dirawat. Namun, langkahnya ditahan, sebab tidak ada yang bisa masuk ke sana untuk saat ini. Airin butuh perawatan yang sangat intensif.

“Apa yang terjadi?” Lelaki paruh baya itu bertanya pada para petugas yang berada di sana. Mereka menjelaskan apa yang sudah terjadi.

“Bagaiman mungkin? Tadi malam dia ada di rumah orangtuanya.” Robin tidak percaya sama sekali. Ia menatap dari pintu kaca. Tampak ada banyak selang yang terhubung dengan tubuh lemah itu. Airin bahkan belum terbangun sama sekali. Layar yang memonitor detak jantung menunjukkan bahwa detak jantung Airin sangat lemah saat ini.

Robin merasa sangat panas. Tangannya terkepal, api amarah menguasai hati. Akan ia cari pelaku yang menodai menantunya, jika sudah ia temukan para pelaku itu, akan langsung ia habisi tanpa memberi ampun sama sekali.

“Kau sudah memberitahu Leonel?” Robin bertanya pada Alex yang berdiri tidak jauh darinya.

“Aku sudah berusaha menghubunginya, tapi panggilanku selalu ditolak.” Alexa menjawab dengan rasa simpati yang begitu besar. “Aku akan ke rumah orang tua Kak Airin setelah praktekku selesai hari ini.”

“Tidak—jangan beritahu keluarganya lebih dulu. Papa tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu kondisi Airin saat ini.” Robin tampak sangat frustrasi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, lalu beranjak pergi.

Mobil Toyota putih itu berhenti di parkiran gedung tempat di mana Leonel bekerja. Lelaki bertubuh tinggi itu berlari masuk dan melewati lorong demi lorong menuju ruang di mana Leonel berada. Napasnya terdengar begitu memburu, keringat dingin membasahi jidatnya.

“Pak, mohon maaf. Tidak ada yang bisa masuk ke ruangan Pak Leonel sekarang.” Seorang staff menahan langkah Robin.

“Aku ingin bertemu dengannya. Ini masalah penting.”

“Maaf, Pak. Tapi Pak Leonel sudah berpesan agar tidak ada yang masuk ke ruangannya sebelum mendapat izin.” Lelaki itu tetap menahan.

Robin menghela napas dengan kasar. “Aku ayahnya, aku pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Aku berhak bertemu dengannya kapan pun yang aku inginkan.” Lelaki itu berucap dengan tegas.

“Tapi, Pak—”

Robin tidak peduli, ia tetap beranjak menuju ruangan itu. Namun, pintu terkunci ketika ia memutar gagang. Pikiran Robin mulai liar, jika tidak ada hal aneh di dalam sana, tidak mungkin pintu dikunci hingga seperti itu.

Brak!

Robin memberi tendangan sangat kasar, hingga pintu terbuka dengan lebar. Lelaki itu memang masih memiliki stamina seperti lelaki muda meski usianya sudah beranjak tua.

“P-papa!” Leonel sangat terkejut karena pintu terbuka dengan tiba-tiba. Lelaki itu segera mendorong Livy dari atas tubuhnya. Wajahnya tampak pucat dengan jantung yang seakan berhenti berdetak.

“Bajingan! Apa yang sedang kau lakukan?” Robin menghampiri putranya yang setengah telanjang. Ia beri hantaman keras pada wajah lelaki itu.

Leonel tidak membela diri sama sekali. Ia biarkan dirinya mendapat pukulan dari sang ayah.

Sementara Livy memungut pakaiannya di lantai dengan begitu santai. Ia tidak merasa malu sama sekali. Mempertontonkan tubuh polosnya pada dua pria yang ada di sana.

“Airin sedang berjuang antara hidup dan mati, sementara kau asyik berduaan dengan wanita lain di sini! Di mana otakmu?!” Robin terus memberi pukulan di wajah tampan Leonel. Hingga punggung tangannya memerah karena noda darah dan juga bengkak karena hantaman yang sangat keras. Napasnya terdengar begitu memburu. Wajahnya terlihat sangat garang, seakan ia serupa hewan buas yang sedang menyerang buruan.

“A-apa yang terjadi pada Airin?” Leonel bertanya dengan rasa takut yang luar biasa. Ia lindungi kepalanya dari hantaman sang ayah karena hantaman demi hantaman terasa seakan hendak membunuh dirinya.

Robin berhenti memberi pukulan dengan cengkeram yang begitu kuat di leher Leonel. Membuat wajah lelaki itu memerah karena tidak bisa menghela napas. Napasnya tersekat di tenggorokan, ia berpikir ia akan mati di menit itu juga jika Robin tidak melepas cengkeraman.

“Di mana Airin tadi malam?” Robin bertanya dengan tajam. Sorot matanya begitu menikam, membuat Leonel menjadi menciut karena merasa sangat takut.

“Di rumah orangtuanya.” Leonel menjawab dengan tersendat karena napas yang begitu ngos-ngosan. Ia merasa perih yang luar biasa di wajah dan lehernya. Wajahnya lebam dengan hidung yang mengeluarkan darah dan bibir kiri yang pecah.

“Aku tahu kau sedang berbohong. Airin tidak di rumah orangtuanya tadi malam. Di mana kau meninggalkannya? Jawab aku dengan jujur!” Lelaki itu tidak lagi menganggap Leonel sebagai putranya. Ia menyorot lelaki itu seperti orang asing yang telah menyakiti keluarganya.

“Aku tidak tahu di mana dia tadi malam. Aku sudah berusaha menghubunginya, tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Aku sudah mencarinya ke mana-mana dan tidak menemukannya  di mana pun.” Leonel memasukkan kebohongan di sana. Jelas sekali tadi malam ia tidak mencari Airin sama sekali.

“Mengapa kau begitu ceroboh? Aku sudah memberimu peringatan untuk tidak lepas perhatian darinya! Mengapa kau tidak menuruti perkataanku?” Robin kembali memukul Leonel dengan kasar.

“Atau jangan-jangan kau yang sudah membayar orang untuk mengabisi nyawa istrimu demi wanita itu?” Robin menatap Livy dengan sangat tajam. Ia tandai wajah wanita itu. Berani sekali wanita itu masuk ke dalam kehidupan sang putra dan menghancurkan rumah tangganya.

“Apa yang terjadi? Aku tidak mengerti sama sekali.” Leonel bertanya dengan gugup karena rasa takut. Bibirnya terasa sangat perih ketika berucap.

“Orang tua Airin menjaganya dengan begitu ketat. Bahkan seekor nyamuk pun tidak ia izinkan menyakiti putrinya. Dan kau … kau membawa Airin ke ambang pintu kematian!” Robin meluapkan amarahnya. Ia kembali memukul, kali ini sasarannya ada di ulu hati sang putra.

“Arght!” Loenel merasa seakan isi perutnya telah berpindah karena hantaman itu. Ia benar-benar tidak berdaya dengan serangan ayahnya.

Livy yang berada di sana, merasa begitu terpesona dengan Robin. Lelaki itu tampak begitu gagah dan memesona ketika menghajar Leonel. Terlebih ia terlihat masih sangat tampan dengan fisik yang cukup menarik. Ia tidak pernah menduga jika ayah yang selalu Leonel bicarakan ternyata memiliki wujud setampan itu. Ia seperti Leonel di 15 tahun mendatang. Rambutnya tanpa uban. Namun, beberapa kerutan memang tampak menghiasi wajah tampannya.

Livy tersenyum menatap pemandangan itu. Ia mulai mengubah strategi, tujuannya kini bukan lagi Leonel. Namun, ayahnya.

“Apa yang terjadi pada Airin? Aku benar-benar tidak tahu.” Leonel mulai kehabisan tenaga. Mulutnya bahkan mengeluarkan darah karena hantaman Robin di perutnya.

“Sangat mengerikan untuk dibicarakan. Jika aku tahu kondisinya akan begini karena menikah denganmu, aku tidak akan pernah setuju! Berdoa saja biar Airin bisa bangkit dari komanya. Jika dia sampai mati, aku akan membunuhmu.” Robin berucap dengan tajam, memberikan ancaman. Ia berbalik, lalu beranjak pergi dengan emosi yang tidak mereda sama sekali. Sebab, ia mendapati fakta jika selama ini Airin telah diselingkuhi.

“Mengapa kau ke sini?” Robin mendorong Leonel dengan kesal saat mendapati sang putra mendatangi ruangan di mana Airin berada. Tidak ia izinkan lelaki itu menyentuh pintu ruangan Airin sama sekali.

Leonel hanya diam dengan tangan gemetar. Ia merasa sangat bersalah setelah mendengar penjelasan dari dokter. Polisi tengah melakukan penyelidikan sekarang. Ia tidak menyangka jika akan seperti ini jadinya. Mendengar kalimat Airin dilecehkan secara seksual oleh lebih dari satu orang, ia merasa begitu ngilu mendengarnya. Bahkan dokter berkata terjadi trauma di rahim Airin yang membuatnya akan kesulitan mendapat anak nantinya. Organ intim wanita itu juga lecet dan mendapatkan luka.

“Pergi kau dari sini!” Robin kembali mendorong karena Leonel tidak ingin pergi dari sana.

Leonel hanya diam, tidak sanggup berkata-kata karena ia penyebab dari ini semua. Andai ia tidak menurunkan Airin di tempat itu tadi malam, Airin pasti masih baik-baik saja sekarang.

“Kau tahu, Airin sangat mencintaimu. Aku tidak tahu apa yang sudah ia lalui selama menjadi istrimu, tapi setelah mendapati apa yang terjadi di kantor siang tadi, aku yakin Airin tidak bahagia dengan pernikahannya.” Robin berucap dengan suara serak. Merasa sakit sekali mendapati kondisi wanita yang begitu ia cintai.

Leonel hanya diam dengan tatapan yang menembus pintu kaca. Airin tampak sangat menyedihkan di dalam sana.

“Airin punya hadiah untukmu, ia sedang mempersiapkannya sekarang. Tapi, aku tidak yakin ia akan tetap menyerahkannya padamu setelah semua ini.” Robin berucap dengan lemah. “Perusahaan milik ayahnya akan diwariskan padanya. Tapi dia meminta agar namanya diganti dengan namamu. Karena dia sangat yakin kau bisa mengurus perusahaan dengan baik. Sementara dia akan menjadi ibu rumah tangga yang mengurus rumah dan anak-anak. Impiannya sangat sederhana. Ingin menjadi seorang istri dan ibu yang bahagia. Sayangnya dia salah memilih suami. Wanita berhati malaikat sepertinya harus menikah dengan lelaki iblis sepertimu.” Robin menekan setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya.

Seorang perawat datang untuk mengecek infus dan semua selang yang terpasang di tubuh Airin.

“Boleh saya masuk?” Leonel bertanya seraya menatap dengan sorot penuh harap.

“Apa Anda keluarganya?”

“Saya sua—”

“Dia orang asing.” Robin langsung memotong. “Saya mertuanya.” Lelaki matang yang tampan itu menambahkan.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
ujun junasih
lnjut thor
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status