“Airin!” Robin berlari menuju ruang di mana Airin tengah dirawat. Namun, langkahnya ditahan, sebab tidak ada yang bisa masuk ke sana untuk saat ini. Airin butuh perawatan yang sangat intensif.
“Apa yang terjadi?” Lelaki paruh baya itu bertanya pada para petugas yang berada di sana. Mereka menjelaskan apa yang sudah terjadi.“Bagaiman mungkin? Tadi malam dia ada di rumah orangtuanya.” Robin tidak percaya sama sekali. Ia menatap dari pintu kaca. Tampak ada banyak selang yang terhubung dengan tubuh lemah itu. Airin bahkan belum terbangun sama sekali. Layar yang memonitor detak jantung menunjukkan bahwa detak jantung Airin sangat lemah saat ini.Robin merasa sangat panas. Tangannya terkepal, api amarah menguasai hati. Akan ia cari pelaku yang menodai menantunya, jika sudah ia temukan para pelaku itu, akan langsung ia habisi tanpa memberi ampun sama sekali.“Kau sudah memberitahu Leonel?” Robin bertanya pada Alex yang berdiri tidak jauh darinya.“Aku sudah berusaha menghubunginya, tapi panggilanku selalu ditolak.” Alexa menjawab dengan rasa simpati yang begitu besar. “Aku akan ke rumah orang tua Kak Airin setelah praktekku selesai hari ini.”“Tidak—jangan beritahu keluarganya lebih dulu. Papa tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu kondisi Airin saat ini.” Robin tampak sangat frustrasi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, lalu beranjak pergi.Mobil Toyota putih itu berhenti di parkiran gedung tempat di mana Leonel bekerja. Lelaki bertubuh tinggi itu berlari masuk dan melewati lorong demi lorong menuju ruang di mana Leonel berada. Napasnya terdengar begitu memburu, keringat dingin membasahi jidatnya.“Pak, mohon maaf. Tidak ada yang bisa masuk ke ruangan Pak Leonel sekarang.” Seorang staff menahan langkah Robin.“Aku ingin bertemu dengannya. Ini masalah penting.”“Maaf, Pak. Tapi Pak Leonel sudah berpesan agar tidak ada yang masuk ke ruangannya sebelum mendapat izin.” Lelaki itu tetap menahan.Robin menghela napas dengan kasar. “Aku ayahnya, aku pemilik saham terbesar di perusahaan ini. Aku berhak bertemu dengannya kapan pun yang aku inginkan.” Lelaki itu berucap dengan tegas.“Tapi, Pak—”Robin tidak peduli, ia tetap beranjak menuju ruangan itu. Namun, pintu terkunci ketika ia memutar gagang. Pikiran Robin mulai liar, jika tidak ada hal aneh di dalam sana, tidak mungkin pintu dikunci hingga seperti itu.Brak!Robin memberi tendangan sangat kasar, hingga pintu terbuka dengan lebar. Lelaki itu memang masih memiliki stamina seperti lelaki muda meski usianya sudah beranjak tua.“P-papa!” Leonel sangat terkejut karena pintu terbuka dengan tiba-tiba. Lelaki itu segera mendorong Livy dari atas tubuhnya. Wajahnya tampak pucat dengan jantung yang seakan berhenti berdetak.“Bajingan! Apa yang sedang kau lakukan?” Robin menghampiri putranya yang setengah telanjang. Ia beri hantaman keras pada wajah lelaki itu.Leonel tidak membela diri sama sekali. Ia biarkan dirinya mendapat pukulan dari sang ayah.Sementara Livy memungut pakaiannya di lantai dengan begitu santai. Ia tidak merasa malu sama sekali. Mempertontonkan tubuh polosnya pada dua pria yang ada di sana.“Airin sedang berjuang antara hidup dan mati, sementara kau asyik berduaan dengan wanita lain di sini! Di mana otakmu?!” Robin terus memberi pukulan di wajah tampan Leonel. Hingga punggung tangannya memerah karena noda darah dan juga bengkak karena hantaman yang sangat keras. Napasnya terdengar begitu memburu. Wajahnya terlihat sangat garang, seakan ia serupa hewan buas yang sedang menyerang buruan.“A-apa yang terjadi pada Airin?” Leonel bertanya dengan rasa takut yang luar biasa. Ia lindungi kepalanya dari hantaman sang ayah karena hantaman demi hantaman terasa seakan hendak membunuh dirinya.Robin berhenti memberi pukulan dengan cengkeram yang begitu kuat di leher Leonel. Membuat wajah lelaki itu memerah karena tidak bisa menghela napas. Napasnya tersekat di tenggorokan, ia berpikir ia akan mati di menit itu juga jika Robin tidak melepas cengkeraman.“Di mana Airin tadi malam?” Robin bertanya dengan tajam. Sorot matanya begitu menikam, membuat Leonel menjadi menciut karena merasa sangat takut.“Di rumah orangtuanya.” Leonel menjawab dengan tersendat karena napas yang begitu ngos-ngosan. Ia merasa perih yang luar biasa di wajah dan lehernya. Wajahnya lebam dengan hidung yang mengeluarkan darah dan bibir kiri yang pecah.“Aku tahu kau sedang berbohong. Airin tidak di rumah orangtuanya tadi malam. Di mana kau meninggalkannya? Jawab aku dengan jujur!” Lelaki itu tidak lagi menganggap Leonel sebagai putranya. Ia menyorot lelaki itu seperti orang asing yang telah menyakiti keluarganya.“Aku tidak tahu di mana dia tadi malam. Aku sudah berusaha menghubunginya, tapi nomornya tidak bisa dihubungi. Aku sudah mencarinya ke mana-mana dan tidak menemukannya di mana pun.” Leonel memasukkan kebohongan di sana. Jelas sekali tadi malam ia tidak mencari Airin sama sekali.“Mengapa kau begitu ceroboh? Aku sudah memberimu peringatan untuk tidak lepas perhatian darinya! Mengapa kau tidak menuruti perkataanku?” Robin kembali memukul Leonel dengan kasar.“Atau jangan-jangan kau yang sudah membayar orang untuk mengabisi nyawa istrimu demi wanita itu?” Robin menatap Livy dengan sangat tajam. Ia tandai wajah wanita itu. Berani sekali wanita itu masuk ke dalam kehidupan sang putra dan menghancurkan rumah tangganya.“Apa yang terjadi? Aku tidak mengerti sama sekali.” Leonel bertanya dengan gugup karena rasa takut. Bibirnya terasa sangat perih ketika berucap.“Orang tua Airin menjaganya dengan begitu ketat. Bahkan seekor nyamuk pun tidak ia izinkan menyakiti putrinya. Dan kau … kau membawa Airin ke ambang pintu kematian!” Robin meluapkan amarahnya. Ia kembali memukul, kali ini sasarannya ada di ulu hati sang putra.“Arght!” Loenel merasa seakan isi perutnya telah berpindah karena hantaman itu. Ia benar-benar tidak berdaya dengan serangan ayahnya.Livy yang berada di sana, merasa begitu terpesona dengan Robin. Lelaki itu tampak begitu gagah dan memesona ketika menghajar Leonel. Terlebih ia terlihat masih sangat tampan dengan fisik yang cukup menarik. Ia tidak pernah menduga jika ayah yang selalu Leonel bicarakan ternyata memiliki wujud setampan itu. Ia seperti Leonel di 15 tahun mendatang. Rambutnya tanpa uban. Namun, beberapa kerutan memang tampak menghiasi wajah tampannya.Livy tersenyum menatap pemandangan itu. Ia mulai mengubah strategi, tujuannya kini bukan lagi Leonel. Namun, ayahnya.“Apa yang terjadi pada Airin? Aku benar-benar tidak tahu.” Leonel mulai kehabisan tenaga. Mulutnya bahkan mengeluarkan darah karena hantaman Robin di perutnya.“Sangat mengerikan untuk dibicarakan. Jika aku tahu kondisinya akan begini karena menikah denganmu, aku tidak akan pernah setuju! Berdoa saja biar Airin bisa bangkit dari komanya. Jika dia sampai mati, aku akan membunuhmu.” Robin berucap dengan tajam, memberikan ancaman. Ia berbalik, lalu beranjak pergi dengan emosi yang tidak mereda sama sekali. Sebab, ia mendapati fakta jika selama ini Airin telah diselingkuhi.“Mengapa kau ke sini?” Robin mendorong Leonel dengan kesal saat mendapati sang putra mendatangi ruangan di mana Airin berada. Tidak ia izinkan lelaki itu menyentuh pintu ruangan Airin sama sekali.
Leonel hanya diam dengan tangan gemetar. Ia merasa sangat bersalah setelah mendengar penjelasan dari dokter. Polisi tengah melakukan penyelidikan sekarang. Ia tidak menyangka jika akan seperti ini jadinya. Mendengar kalimat Airin dilecehkan secara seksual oleh lebih dari satu orang, ia merasa begitu ngilu mendengarnya. Bahkan dokter berkata terjadi trauma di rahim Airin yang membuatnya akan kesulitan mendapat anak nantinya. Organ intim wanita itu juga lecet dan mendapatkan luka.
“Pergi kau dari sini!” Robin kembali mendorong karena Leonel tidak ingin pergi dari sana.
Leonel hanya diam, tidak sanggup berkata-kata karena ia penyebab dari ini semua. Andai ia tidak menurunkan Airin di tempat itu tadi malam, Airin pasti masih baik-baik saja sekarang.
“Kau tahu, Airin sangat mencintaimu. Aku tidak tahu apa yang sudah ia lalui selama menjadi istrimu, tapi setelah mendapati apa yang terjadi di kantor siang tadi, aku yakin Airin tidak bahagia dengan pernikahannya.” Robin berucap dengan suara serak. Merasa sakit sekali mendapati kondisi wanita yang begitu ia cintai.
Leonel hanya diam dengan tatapan yang menembus pintu kaca. Airin tampak sangat menyedihkan di dalam sana.
“Airin punya hadiah untukmu, ia sedang mempersiapkannya sekarang. Tapi, aku tidak yakin ia akan tetap menyerahkannya padamu setelah semua ini.” Robin berucap dengan lemah. “Perusahaan milik ayahnya akan diwariskan padanya. Tapi dia meminta agar namanya diganti dengan namamu. Karena dia sangat yakin kau bisa mengurus perusahaan dengan baik. Sementara dia akan menjadi ibu rumah tangga yang mengurus rumah dan anak-anak. Impiannya sangat sederhana. Ingin menjadi seorang istri dan ibu yang bahagia. Sayangnya dia salah memilih suami. Wanita berhati malaikat sepertinya harus menikah dengan lelaki iblis sepertimu.” Robin menekan setiap kalimat yang terlontar dari mulutnya.
Seorang perawat datang untuk mengecek infus dan semua selang yang terpasang di tubuh Airin.
“Boleh saya masuk?” Leonel bertanya seraya menatap dengan sorot penuh harap.
“Apa Anda keluarganya?”
“Saya sua—”
“Dia orang asing.” Robin langsung memotong. “Saya mertuanya.” Lelaki matang yang tampan itu menambahkan.
“Silakan pakai APD yang disediakan. Hanya lima belas menit saja.” Perawat itu mengizinkan.Robin tampak sangat bersemangat. Ia langsung melakukan apa yang perawat itu katakan.Lima belas menit kali ini adalah lima belas menit paling berharga bagi Robin. Ia berdiri di samping brankar, menatap Airin dengan sangat dalam.Sementara Leonel hanya bisa menatap dari luar. Luka di wajahnya seakan tidak berarti apa-apa setelah ia melihat luka Airin. Lelaki itu menatap jemarinya, ia lupa kapan terakhir kali ia mengenakan cincin pernikahan mereka. Senyum Airin kini terbayang-bayang di pikirannya. Airin selalu bersikap begitu lembut dan manis sekeras dan sekasar apa pun ia bersikap.Ucapan Robin beberapa menit yang lalu terasa menusuk hatinya. “Wanita berhati malaikat sepertinya harus menikah dengan lelaki iblis sepertimu!” Kalimat itu terngiang-ngiang di otaknya. Matanya berkaca-kaca. Sadar jika ia telah melakukan banyak kesalahan. Tidak seharusnya ia memperlakukan Airin seperti itu. Seharusnya i
“Memang, ke mana mereka?” Arie bertanya dengan kering berkerut. Ia sudah berpesan pada Robin untuk mengatakan pada Airin bahwa malam ini mereka akan datang untuk berkunjung. Namun, ternyata pesannya tidak disampaikan ke orangnya.Leonel hendak memberi jawaban, tapi dering ponsel membuatnya urung berucap. Tertera nama Livy di layar ketika ia merogoh saku untuk mengecek siapa yang menghubungi. Ekspresi lelaki itu langsung berubah total. Wajahnya semakin terlihat pucat. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Keringat dingin tiba-tiba datang menyerang.Leonel menolak panggilan, ia tidak berani menerima panggilan Livy, sebab ada mertuanya di sana. Ia akan habis jika Arie tahu bahwa dirinya telah mendua.“Kenapa tidak diangkat? Itu dari Airin?” Lenzy bertanya dengan penuh harap. Rasa rindu dalam dada sudah memuncak, tidak sabar ingin bertemu dengan buah hati kesayangan. Meski Airin sudah 22 tahun dan telah memiliki suami seperi Leonel, tetap saja bagi mereka Airin hanyalah seorang anak kecil.
TIT!“Dokter! Dokter!” Robin berlari memanggil petugas ketika Airin memberikan tanda-tanda bahwa dirinya akan siuman.Tidak lama berselang, Robin kembali lagi bersama seorang dokter dan beberapa perawat untuk memeriksa kondisinya. Benar saja, saat dokter tiba di sana, Airin telah membuka mata. Wanita itu berkedip berulang kali untuk menyesuaikan pandangan dengan cahaya. Ia tampak begitu terganggu dengan cahaya ketika pertama kali membuka mata di saat bangkit dari koma.Airin seperti orang linglung, masih setengah sadar ketika ia menatap sekitar. Para petugas tampak sibuk dalam memeriksa kondisinya.Robin tampak begitu senang hingga matanya berkaca-kaca. Seminggu sudah Airin tidak sadarkan diri dan kini akhirnya bisa bangun kembali meski kondisinya masih belum membaik sama sekali.Airin tidak bisa berbicara, bahkan untuk membuka mulut pun ia tidak snaggup karena rahangnya masih terasa sangat sakit. Untung saja rahangnya hanya bergeser, tidak patah. Jadi, penyembuhannya tidak memakan wa
“Istri saya baik-baik saja kan, Dok?” Leonel tampak panik.Airin merasa senang ketika sang suami mengkhawatirkan dirinya. Hal yang tidak pernah ia terima dari lelaki itu sejak enam bulan terakhir. Mendapati wajah panik lelaki itu, ia merasa bahwa Leonel masih peduli dan mencintainya.“Kau menekan perutnya?”“Tidak, aku hanya memeluknya.”“Pelukanmu terlalu kuat sehingga menekan perutnya. Bengkak di perutnya akibat hantaman itu masih sangat sensitive. Organ dalamnya harus mendapat perawatan itensif selama beberapa hari ini. Tolong dijaga istrinya agar tidak melakukan gerakan berat. Dia harus itirahat total.” Dokter mengingatkan.“Saya akan menjaganya, Dok.” Leonel berucap dengan nada yang begitu meyakinkan.Airin meraih tangan suaminya, ia genggam tangan itu dan ia taruh di dadanya. Ia tidak ingin Leonel pergi meninggalkan dirinya. Sebab, ia merasa aman jika suaminya berada di sisinya.Leonel berkaca-kaca menatap istrinya. setelah apa yang ia lakukan selama ini hingga membuat istrinya
“Biarkan aku masuk, Pa.” Leonel memohon dengan sangat. Kali ini tidak ada yang ia harapkan selain bisa bertemu dengan Airin.“Kau hanya akan membuat sakitnya semakin parah.” Robin tetap tidak mengizinkan.“Aku ingin tahu kondisinya sekarang.”“Dia baik-baik saja selama kau tidak mendekatinya.” Robin berucap dengan tegas, lalu kembali menutup pintu.Airin menatap sang mertua dengan sorot penuh tanya. Harapannya sangat besar ingin agar Leonel berada di sisinya. Namun, Robin selalu saja menghalangi. Ia sedikit kecewa dan kesal akan sikap mertuanya itu.“Mas Leo.” Airin berucap dengan suara serak menahan tangis. Seakan protes pada Robin karena tidak mengizinkan Leonel untuk masuk.“Mengapa kau masih saja menginginkannya? Apa kau lupa kau jadi seperti ini karena ulahnya? Jika dia tidak bisa mencintaimu dengan baik, biar papa yang melakukan tugasnya.” Robin berucap dengan sangat lembut, berusaha menghibur hati Airin yang sedang kemalut.Airin menggeleng. “Mas Leonel ….” Wanita itu terus saj
“Airin!” Arie dan Lenzy berlari menuju ranjang di mana putri mereka tengah terbaring tak berdaya di sana.“Ya ampun, Sayang. Kenapa kamu jadi seperti ini, Nak?” Lenzy menangis memeluk tubuh putrinya yang penuh dengan luka.“Mami?” Airin cukup terkejut ketika kedua orangtuanya berada di sana. Setelah siuman, ini pertama kali kedua orang itu datang untuk bertemu dengannya. Di tengah malam seperti itu pula.Robin tidak main-main dengan ucapannya. Setelah meluapkan amarahnya pada Leonel beberapa saat yang lalu, ia segera menghubungi teman baiknya untuk memberitahu mereka mengenai kondisi Airin saat ini. Tentu saja mereka sangat terkejut sekaligus marah, sebab lebih dari seminggu sudah Airin dirawat dan baru malam ini mereka diberitahu mengenai kondisi wanita itu.Arie sangat marah saat tahu bahwa berita tentang putrinya itu benar adanya. Ia cukup kecewa pada Robin yang telah merahasiakan kondisi putrinya. Ia juga sangat kecewa karena orang yang ia percaya tidak bisa menjaga Airin seperti
“Kau selalu melarangku untuk meninggalkan jejak itu dalam percintaan kita. Sekarang aku tidak lagi penasaran seperti apa rasanya.” Livy berucap dengan senyuman. Senyum yang terlihat begitu jahat.Leonel mengeluarkan ponsel, memotret lehernya untuk memastikan sejelas apa bekasnya. Jemarinya meremas ponsel dengan begitu keras. Dadanya bergemuruh seakan ada api yang membara di sana. Ciuman Livy di lehernya hanya sekejap, tapi meninggalkan bekas yang begitu jelas terlihat. Itu membuktikan jika Livy memang sudah sangat lihai dalam hal itu. Apalagi ketika percintaan pertama mereka waktu itu, dia tidak lagi suci. Tidak seharusnya Leonel menaruh hati pada wanita yang tidak bisa menjaga kesucian semacam Livy.Bisa-bisanya mata hatinya tertutup, sehingga lebih memilih serbuk marimas seperti Livy dibanding serbuk emas seperti Airin.“Aku akan menghabisimu jika ini memberikan masalah dalam hidupku.” Leonel mengusap lehernya, berharap dengan itu bisa menyamarkan bekas merah di sana.Livy tertawa k
“Pi, Mas Leo sudah dikasih tau kalau Airin dipindah ke sini kan?” Airin bertanya dengan sangat lemah pada ayahnya. Bibir wanita itu tampak sangat pucat dan pecah-pecah.“Sudah, Sayang. Sudah papi kasih tahu kok.” Arie menjawab dengan senyuman. Diusapnya lembut ubun-ubun Airin dengan penuh kasih sayang. Ia terpaksa berbohong, sebab tidak ingin Airin bertemu kembali dengan Leonel. Apalagi ia mengetahui perselingkuhan lelaki itu dari Robin.Ayah mana yang tidak akan marah ketika tahu jika putri yang begitu ia sayangi disakiti hingga sedalam itu? Sedikit pun tidak akan ia beri ampun jika ia bertemu kembali dengan Leonel. Tidak akan ia beri maaf sedikit pun untuk Leonel meski lelaki itu bersujud memohon ampun di kakinya.“Pi … Mas Leonel belum datang, ya?” Airin tampak menunggu suaminya. Dari ranjang ruang VVIP itu ia selalu menoleh pada pintu ruangan, berharap Leonel segera datang. Ini sudah mulai larut malam, tapi ia tidak kunjung tidur karena menunggu Leonel menemuinya.“Jangan ditunggu