“Untuk apa aku berbohong?” Leonel berucap dengan serius. Ia tidak tampak seperti orang yang tengah menutupi sesuatu. Sebab, ia memang berpikir seperti itu.
Robin menghela napas dengan kasar. Percaya begitu saja dengan ucapan putranya. Sebab, lelaki itu tidak terlihat seperti orang yang telah berbohong. Terlebih ia bisa melihat noda lipstick di kemeja Leonel. Berpikir jika itu bekas kecupan Airin. Itu artinya tidak terjadi apa-apa di antara keduanya.***Motor butut itu melaju dengan lambat. Sang pengendara menatap ke kiri dan kanan, mencari lahan rumput untuk makanan ternak. Ia baru saja mendapat info dari temannya jika rumput di sana sangat segar. Ketika menemukan padang rumput, ia menghentikan motornya dan turun dari kendaraan roda dua. Lelaki berkulit gelap itu membawa sabetan yang biasa ia gunakan untuk mengambil rumput.Ketika tengah sibuk menyabet, ia dikejutkan dengan sosok seorang wanita di sana. Awalnya ia berpikir jika itu hanya manekin rusak, sebab kulit Airin benar-benar bening dan cantiknya tidak manusiawi. Namun, ketika mendekat untuk memeriksa, lelaki itu baru menyadari jika ia telah menemukan sesosok jasad.“Astaga!” Lelaki itu cukup panik dan terkejut. Apalagi tubuh Airin polos tanpa sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya. Dengan kondisi seperti itu, sang penemu yakin jika wanita itu adalah korban pemerkosaan dan pembunuhan. Setelah menutupi tubuh Airin dengan rumput, bergegas lelaki itu melaporkan penemuannya ke kantor polisi.Beberapa saat kemudian, polisi mendatangi tempat kejadian perkara. Ada ambulance yang ikut dibawa ke sana. Juga petugas kesehatan untuk memeriksa kondisi Airin.Beberapa orang penasaran ingin tahu apa yang terjadi. Tempat itu mulai ramai.“Dia masih hidup!” Petugas itu berucap setelah ia memeriksa detak jantung Airin yang begitu lemah.“Cepat bawa ke rumah sakit!” Dengan cepat, tubuh polos Airin ditutupi dengan jaket salah satu petugas. Wanita itu diangkat masuk ke ambulance, lalu dilarikan ke rumah sakit.“Dengan kondisi seperti ini, mustahil dia bisa bertahan. Apalagi semalaman tidak mengenakan pakaian di hawa dingin malam. Sebuah mukjizat jika dia bisa selamat.”“Rahangnya bergeser! Sepertinya dia dihantam sangat kuat.”“Perutnya bengkak dan biru lebam, sepertinya ada luka dalam yang cukup parah.”“Kasian sekali. Pelakunya pasti lebih dari satu orang.”Petugas kepolisian mulai menyelidiki apa yang terjadi. Lelaki yang menemukan Airin ditanyai banyak hal untuk dimintai sebagai saksi. Namun, tidak ada keterangan apa pun yang bisa ia berikan, sebab ia sedang mengambil rumput ketika ia menemukan wanita itu.Pakaian Airin ditemukan di sana. tampak dressnya telah kotor dan koyak. Sementara pekaian dalamnya entah hilang ke mana. Tidak ada identitas sama sekali, membuat polisi sedikit kesulitan untuk mengabari keluarga korban.Airin langsung mendapat pertolongan ketika ia tiba di rumah sakit. Beberapa petugas yang sedang tidak bertugas, bahkan dipanggil untuk masuk demi Airin. Sebab, kondisinya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Di sekujur tubuhnya mendapat luka yang begitu parah.Alex yang sedang koas di sana, mengenali kakak iparnya. Ia cukup terkejut ketika pasien itu masuk. Setelah tubuh Airin dibersihkan dari cairan kencing dan sperma, Alex semakin yakin jika itu istri dari kakaknya. Lelaki itu benar-benar syok. Ia tidak bisa bermain ponsel sekarang untuk menghubungi Robin, sebab ia harus membantu para dokter untuk mengurus Airin.Petugas kepolisian mendatangi rumah sakit untuk bertanya lebih lanjut tentang Airin. Foto Airin diambil beberapa kali, akan berguna untuk disebar ke publik, barangkali ada yang mengenali wajahnya.“Dia kakak ipar saya.” Alex berucap dengan mata berkaca-kaca. Suaranya bergetar ketika petugas kepolisian berusaha mencari keluarga Airin.“Kau yakin?” Petugas itu bertanya memastikan.“Boleh saya mengambil ponsel?” Alex bertanya pada para dokter.Alex segera berlari mencari ponselnya setelah diberi izin. Ia datang dengan tangis yang tidak bisa ditahan. Menunjukkan foto Airin pada petugas kepolisian. Setelah diperhatikan secara saksama, korban dengan wanita yang ada di foto memang memiliki kemiripan.“Dia kakak iparmu? Itu artinya dia sudah menikah?” Polisi menanyai Alex.Alex mengangguk. “Dia istri abangku. Apa yang terjadi padanya? Mengapa kondisinya sangat mengenaskan seperti ini?” Alex meminta penjelasan.“Dia ditemukan oleh peternak yang sedang mencari rumput. Sepertinya dia korban pemerkosaan dan pembunuhan. Pelaku pasti mengira dia sudah mati, sehingga meninggalkannya begitu saja.”“Ya Tuhan.” Alex tampak frustrasi.Mengapa itu bisa terjadi?Di mana Leonel berada ketika Airin membutuhkannya?Ada banyak tanya yang menguasai otak lelaki itu. Ia tidak menyangka jika Airin yang begitu ia puja akan berakhir dengan kondisi seperti ini. Di mana tanggung jawab Leonel sebagai suaminya, sehingga tidak bisa menjaga istrinya?“Saya akan menghubungi keluarganya.” Alex berucap dengan suara serak.Leonel dihubungi beberapa kali oleh Alex, tapi panggilan langsung ditolak ole abangnya itu.“Ck!” Alex berdecak dengan kesal. Leonel benar-benar keterlaluan. Ia bahkan tidak bisa dihubungi dalam kondisi seperti ini.Alex beralih menghubungi Robin. Robin langsung menerima di panggilan pertama.“Papa!” Alex terdengar begtu histeris ketika menghubungi ayahnya.“Apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?” Robin bertanya dengan kening berkerut. Merasa bingung, sebab Alex bukan tipe lelaki cengeng dan lemah. Wajar saja ia sangat heran ketika lelaki itu menghubunginya dalam kondisi menangis.“Kau membuat masalah di kampus?”“Kak Airin—”“Mengapa dengan Airin?” Robin mulai khawatir. Sebab, hingga siang ini Airin tidak kunjung kembali dari rumah orangtuanya.“Papa cepat datang ke sini, Kak Airin sedang kritis.”“Kritis bagaimana? Apa maksudmu?” Robin dibuat sangat panik mendengar ucapan putra bungsunya.“Papa datang saja, cepat! Lihat kondisinya sekarang. Aku tidak bisa menjelaskan karena kondisinya benar-benar parah. Mustahil dia bisa selamat dengan kondisi seperti ini. Rahangnya bergeser, beberapa tulangnya patah, organ dalamnya rusak. Detak jantungnya sangat lemah. Aku tidak yakin dia bisa bertahan.” Alex berucap dengan begitu emosional.“Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi?” Robin hampir terkena serangan jantung karena sangat terkejut mendengar kabar yang menimpa sang menantu kesayangan. Ia mencintai Airin lebih dari seorang mertua terhadap menantu, melainkan seperti seorang pria yang mencintai wanita pujaannya. “Dia dirawat di rumah sakit tempatmu praktek? Papa akan segera ke sana.” Robin mematikan sambungan, lalu bergegas melaju menuju rumah sakit secepat yang ia bisa.“Alice!” Airin berlari menghampiri, hendak memberikan pelukan untuk melepas keresahan.Alice menghindar, tidak mengizinkan wanita itu untuk menyentuh dirinya. Tampak ada kebencian dan juga kekesalan yang begitu besar. Matanya memerah dengan kaca-kaca menghalangi pandangan mata.“Alice ….” Airin memanggil dengan lemah. Merasa sangat sakit ketika tatapan itu kembali ia dapatkan, tatapan penuh kebencian. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan selain dibenci oleh orang yang disayang.Alice mengusap wajah dengan kasar, berjalan menyamping dengan punggung yang menempel pada dinding. Ia benar-benar menjaga jarak dari kedua orangtuanya. Seperti yang telah mereka lakukan terhadapnya.“Om sudah janji tidak akan memberitahu siapa pun. Ternyata tidak ada yang benar-benar bisa dipercaya. Pandanganku pada Om telah berubah.” Alice menatap Zayyan dengan kecewa. Sebab, lelaki itu telah menghubungi ayahnya.“Sayang—”“Jangan panggil aku dengan sebutan menjijikkan itu! Aku tahu kau tidak pernah menyayangi
“Kamu bawa siapa?” Wanita paruh baya itu menatap Alice dengan kening berkerut. Selama hidupnya, ini pertama kali sang putra membawa pulang seorang wanita. Jika dilihat-lihat dari tampangnya, jelas itu masih gadis di bawah umur.“Anaknya teman.” Zayyan menjawab dengan mantap.“Kamu tidak sedang melarikan anak orang kan?”“Aku bukan pedofil.”“Kenapa bisa sama kamu?”“Itu bukan masalah penting, Ma. Malam ini dia akan menginap di sini.” Zayyan menegaskan. Lelaki itu mengajak Alice untuk masuk, meminta pelayan menyiapkan kamar, juga menghidangkan sepiring makanan.Alice duduk di kursi makan. Zayyan ikut menemani di kursi seberang. Lelaki itu menikmati sepiring potongan buah seraya memberi nasihat. Gadis lima belas tahun itu tidak mendengar sama sekali. Ia menikmati hidangan dengan lahap. Sebab, ia sudah terlampau lapar karena hanya makan sedikit siang tadi.“Besok om antar pulang.” Zayyan berucap dengan helaan napas kasar, sebab Alice benar-benar tidak mendengar.Gadis itu berhenti mengun
Alice memasukkan semua barangnya ke dalam koper. Barang-barang yang sengaja ia tinggal di rumah itu agar tidak perlu repot jika ingin menginap di sana. Gadis itu benar-benar kesal dengan sikap ibunya. Bisa-bisanya anak orang lain lebih ia manja. Apalagi itu anak dari orang yang telah menghancurkan hidup mereka. Setelah ini, ia tidak akan pernah kembali lagi. Sebab, ia benar-benar emosi.“Alice!” Lenzy mengetuk pintu kamar, sebab daun pintu terkunci dari dalam.“Alice!” Lenzy kembali memanggil, disertai dengan ketukan yang cukup keras.Daun pintu terbuka dengan kemunculan Alice di baliknya. Wajahnya tampak sembab karena bekas tangisan.Lenzy menatap koper kuning yang ada di tangan cucunya. Ia tersenyum, berusaha memberikan rayuan.Alice menatap jauh ke depan sana, bahkan ibunya tidak ingin mengejar. Hanya Lenzy yang menghampiri dirinya. Ia semakin merasa bahwa dirinya tidak diinginkan oleh ibunya.“Kamu mau ke mana?” Lenzy bertanya dengan penuh kelembutan.“Alice mau pulang.”“Ini ruma
“Alice, kamu beruntung sekali ya. Banyak yang sayang sama kamu.” Belvina berucap dengan rasa iri yang menggelayuti hati.Alice hanya tersenyum sebagai tanggapan. Ia tidak menyadari itu selama ini. Tampaknya ia lebih beruntung dari Belvina.“Ini kamar kamu sama Alya, barang kalian taruh di dalam saja. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan buat minta sama mbak-mbak pekerja. Aku mau keluar sebentar, mau nemuin papa.”Belvina mengangguk, lalu mengajak adiknya untuk masuk.Alice kembali ke ruang tamu, Robin masih duduk di sana. Bercengkerama bersama Airin berdua. Ia tidak pernah melihat ibunya sebahagia ketika tengah bersama Robin. Usia bukan penghalang bagi keduanya. Tatapan mereka tidak bisa dibohongi jika mereka masih saling cinta.“Papa makan siang di sini?” Alice duduk di sisi kanan ayahnya. Ia mulai bergelayut manja di sana.“Dia harus pulang, Alice. Kursi makan tidak cukup, kau sudah membawa dua teman.” Arie menanggapi entah dari mana.“Makan siang di luar saja, yuk! Kan belum pernah
“Kamu mau ikut? Aku mau nginap di rumah mama. Mumpung besok libur.” Alice menatap Belvina dengan sorot begitu lembut. Ia merasa kasihan, sebab gadis itu selalu menangis dan murung setiap hari setelah kedua orangtuanya selalu bertengkar tanpa ada ketenangan. Berulang kali Leonel meminta cerai, tapi Livy selalu menolak.Jika Leonel memang berniat untuk cerai, harusnya ia datangi saja pengadilan. Ternyata tidak semudah itu untuk memutus hubungan mereka. Tampaknya Alice harus mencari cara lain. Kesalahan tidak bisa hanya dilimpahkan pada Leonel. Ia juga harus mencari cara untuk membuat Livy merasa tersudut dan terpojok sehingga tidak bisa mengelak jika dirinya bersalah. Namun, Alice belum bisa mencari cara. Sebab, Livy benar-benar menjadi ibu rumahan yang tidak pernah ke mana-mana. Sulit untuk membuat rancangan seolah Livy yang berkhianat.“Boleh?” Belvina bertanya memastikan. Barangkali itu hanya ajakan basa-basi.“Tentu saja.” Alice langsung mengiyakan.“Aku bawa Alya, ya?” Belvina beru
Alice mengendap-endap memasuki kamar Leonel ketika semuanya tengah sibuk sendiri. Ia baru pulang dari sekolah, sementara Belvina masih ada kegiatan dan pulang sedikit terlambat. Livy tengah meditasi di halaman belakang. Gerak-geriknya tidak ada yang memerhatikan. Gadis itu menaruh kertas nota palsu berisi transferan belasan juta yang dikirim berkali-kali tertuju untuk seorang wanita. Nama pengirimnya adalah Leonel. Ia juga menaruh bungkus kontrasepsi di keranjang pakaian kotor yang masih kosong. Tidak lupa dengan bukti pembayaran kamar hotel dengan tanggal bertepatan ketika Leonel keluar kota selama dua malam.Ketika keluar dari kamar, tidak ada yang memergokinya telah melakukan hal barusan. Ia berlagak seperti biasa, seakan tidak terjadi apa-apa.“Alice!”“Ya, Pa!”“Papa mau keluar sebentar, kamu mau ikut?”Alice berlari menghampiri Robin, tersenyum seraya mengangguk. Pasangan ayah dan anak itu beranjak menuju mobil. Keduanya semakin dekat sekarang. Alice juga tampaknya jadi lebih le
“Leonel!” Livy menghentikan langkah suaminya ketika ia mencium bau parfum wanita dari tubuh lelaki itu.Leonel berhenti melangkah, berbalik menatap Livy yang berada beberapa langkah dari dirinya. Ia menatap dengan sorot penuh tanya, bertanya-tanya maksud dari tatapan yang ia terima.“Dari mana kamu?” Livy bertanya dengan kasar. Tatapannya begitu tajam menikam.Leonel menghela napas dengan kasar, merasa muak karena selalu dicurigai oleh Livy.“Apa aku perlu memasang gps di tubuhku agar kau berhenti mencurigai?” Leonel membalas tatapan itu dengan lebih tajam lagi.Livy mendekat, mengendus tubuh suaminya untuk memastikan bau yang ia hidu. Semakin tajam bau parfum wanita yang melekat di tubuh suaminya. Kecurigaannya semakin kuat ketika menemukan sehelai rambut wanita di kerah kemeja lelaki itu.“Apa ini?” Livy menunjukkan helai rambut yang ia dapatkan.“Rambut.” Leonel menjawab dengan kesal.“Apa kau tidak akan memberikan penjelasan?” Livy menuntut penjelasan.“Ma, Pa, kenapa bertengkar t
“Om!” Alice melepas pelukannya di leher Gala. Ia berbalik, menatap Arka yang berjalan mendekat dengan ekspresi yang begitu menakutkan.“Siapa yang ngizinin kamu bawa cowok masuk kamar?” Arka menatap dengan tajam. Tangannya terkepal, ingin sekali ia menghajar lelaki yang ada di hadapannya. “Kamu ini masih kecil, sekolah yang benar.” Lelaki itu menoyor kepala Alice dengan kasar.“Siapa yang ngizinin kamu noyor kepala Alice?” Airin muncul dari belakang.“Kamu masuk dulu, ya. Maaf kalau kamu jadi tidak nyaman di sini.” Alice merasa tidak enak hati.Gala tersenyum tipis, mengangguk kecil dan bergegas masuk kamar. Pintu kamar tertutup dengan rapat.“Ma, Om Arka, tolong jangan buat keributan. Tidak enak sama Gala, dia itu tamu. Harusnya dibuatnya nyaman.” Alice berucap dengan memelas.“Jadi dia yang namanya Gala? Kenapa main peluk-pelukan? Kamu mau berhenti sekolah, terus nikah? Kamu itu masih kecil, sudah dibilang berulang kali jangan main pacar-pacaran. Umur kamu itu masih piyik, sampai ba
[Papa dipindahtugaskan ke Jakarta. Aku disuruh ke sana duluan, soalnya dia mau ngurus berkas. Aku disuruh nyari kontrakan dekat kantor yang baru.][Ini alamatnya. Kamu tahu.][Besok aku bakal ke sana, kamu bisa jemput aku ke bandara? Aku pengen kamu jadi orang pertama yang aku temui di kota itu.][Aku tunggu jam tiga ya, pesawat bakalan mendarat sekitar jam tiga.]Alice tersenyum membaca pesan beruntun yang ia terima dari Gala. Tidak menyangka jika LDR yang mereka jalani selama sepuluh tahun, akhirnya akan segera berakhir dengan sebuah pertemuan. Entah setinggi apa lelaki itu sekarang. Ia tidak sabar ingin segera bertemu, sebab perasaan rindu yang telah menggebu-gebu.[Kamu berani ke Jakarta sendirian? Aku pasti bakalan jemput kamu. Aku mau tahu, kamu bakalan langsung ngenalin aku atau tidak.][Tentu saja. Aku memajang fotomu di mana-mana.] Gala mengirim balasan yang disertai dengan beberapa foto.[Aku beruntung bisa dicintai sama kamu.][Aku yang lebih beruntung karena kamu mau mener