Aeris memijit keningnya yang terasa penat. Inilah alasan yang membuat Aeris takut menikah. Dia takut pernikahannya berakhir dengan perceraian seperti yang terjadi pada pernikahan kedua orang tuanya. Namun, dia akan berusaha keras mempertahankan rumah tangganya dengan Leon karena bagi Aeris pernikahan itu sangat sakral dan hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup.Aeris memoles make up tipis untuk menutupi wajahnya yang sedikit pucat. Aeris sebenarnya merasa kurang enak badan, tapi dia sudah ada janji bertemu dengan klien penting siang ini. Lagi pula dia ingin mengalihkan sedikit pikirannya dari Leon."Kamu mau pergi ke mana, Aeris?" tanya Sean saat berpapasan dengan gadis itu di lorong apartemen."Aku ada kerjaan."Sean memerhatikan Aeris dengan lekat. Wajah gadis itu masih terlihat pucat meskipun sudah ditutupi make up."Kamu sakit?"Aeris menggeleng, tapi Sean tidak percaya begitu saja."Kamu mau pergi ke mana? Aku antar, ya?" Aeris kembali menggeleng. Kali ini dia tidak ingin mer
"Apa tempatnya masih jauh?"Kai tersenyum mendengar pertanyaan yang keluar dari gadis cantik yang duduk di sebelahnya."Sebentar lagi kita sampai," jawabnya sambil memperhatikan jalanan yang ada di hadapan."Ternyata banyak yang berubah dari kota ini, ya?"Kai kembali tersenyum. "Makanya sering-seringlah pulang supaya kamu tahu kalau ada banyak hal yang berubah dari kota kelahiranmu ini, Alea."Alea meringis mendengar ucapan Kai barusan. Memang banyak hal yang berubah dari kota yang sudah lama dia tinggalkan. Namun, ada satu hal yang tidak berubah. Perasaannya. Alea masih menyimpan rasa pada Leon. Perasaan itu tersimpan begitu rapi hingga tidak ada satu pun lelaki yang mampu menggeser nama Leon dari dalam hatinya.Lima tahun bukan waktu yang singkat. Dia dan Leon bahkan pernah tidur di bawah selimut yang sama. Dia merasa sangat bahagia dan beruntung dicintai oleh lelaki tampan dan baik hati seperti Leon hingga rela menyerahkan harta paling berharga yang dimilikinya. Alea tidak merasa m
Leon sedang memeriksa beberapa berkas dibantu oleh Brian. Suami Aeris itu terlihat sibuk karena sebentar lagi akan menghadiri rapat bersama klien penting."Sebenarnya kamu tidak perlu ikut rapat kali ini karena aku sanggup meng-handle pekerjaan ini sendiri, Leon."Leon hanya melirik Brian sekilas lalu kembali memeriksa berkas yang ada di tangan.Brian memutar bola mata malas karena Leon selalu saja mengabaikan ucapannya. "Aku tahu kamu mendengar ucapanku. Kenapa kamu ikut ke sini, Leon?""Aku ingin proyek ini berjalan lancar."Brian tersenyum miring mendengar ucapan Leon barusan. "Kamu meragukan kemampuanku?" Leon hanya diam. Sebenarnya dia tidak perlu ikut ke luar kota karena Brian pasti bisa menangani proyek mereka sendiri."Kamu tidak menghindari Aeris, kan?"Tubuh Leon menegang. Dia memang sengaja pergi ke luar kota karena ingin menghindari Aeris. Bagaimana pun juga dia belum siap menceritakan masa lalunya pada gadis itu. Menghindar mungkin cara yang tepat, pikirnya.Brian kembali
"Tema konsermu tentang apa?"Temanya tentang cinta pertama.""Wah, tema yang sangat bagus. Nanti pasti banyak pasangan yang datang melihat konsermu," komentar Anne lantas meminta salah satu karyawannya membuat minuman untuk Alea dan Kai."Kalian mau minum apa?""Apa pun asalkan jangan sirup kelapa," jawab Kai membuat Anne tercengang karena Alea memiliki alergi yang sama dengan Aeris. Selain wajah mereka yang mirip, Aeris dan Alea ternyata memiliki alergi yang sama.Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Aeris untuk merancang gaun yang sesuai dengan keinginan Alea. Gadis itu menggambar setiap detail gaun tersebut dengan sangat teliti karena tidak ingin mengecewakan Alea. Gaun sabrin yang menjuntai hingga menutupi mata kaki dengan hiasan pita di bagian belakang sepertinya cocok dengan tema cinta pertama yang Alea inginkan. Entah kenapa Aeris memikirkan Leon ketika menggambar gaun tersebut. Mungkin karena lelaki itu yang menjadi cinta pertamanya.Aeris memejamkan kedua matanya erat-erat ka
Aeris mengerjapkan kedua matanya perlahan. Awalnya penglihatannya terlihat samar, tapi lama-kelamaan berubah lebih jelas saat cahaya putih menerobos masuk ke dalam matanya.Helaan napas panjang sontak keluar dari bibirnya melihat ruangan serba putih dan selang infus yang terpasang di pergelangan tangan kanannya. Aroma obat-obatan pun menyeruak di indra penciumannya. Aeris yakin sekali jika dirinya sekarang sedang berada di rumah sakit."Kamu sudah sadar?"Aeris mengerutkan dahi, menatap lelaki berkulit tan yang duduk di kursi yang berada tepat di sebelah tempat tidurnya."Kai?!"Kai mengembuskan napas lega. "Syukurlah kamu sudah sadar."Lipatan di kening Aeris semakin bertambah. "Memangnya aku tidak sadarkan diri berapa lama?"Kai melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Kurang lebih enam jam."Kedua mata Aeris sontak membulat. "Apa? Enam jam?" tanyanya tidak percaya."Iya.""Apa kamu terus menungguku selama tidak sadar?"Kai kembali mengangguk.Aeris menghela na
Leon sejak tadi terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Entah kenapa kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan. Leon tidak bisa tidur karena perasaannya mendadak tidak tenang.Leon akhirnya memutuskan untuk bangun lalu menundukkan di atas tempat tidur. Kamar bagus serta tempat tidur yang nyaman ternyata tidak bisa membuatnya tidur nyenyak. Dia gelisah.Leon pun meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil samping tempat tidur. Senyum kecil menghiasi bibirnya ketika melihat foto Aeris yang dia ambil diam-diam saat tidur. Entah kenapa gadis itu terlihat sangat menggemaskan di matanya.Helaan napas panjang lolos dari bibir Leon. Entah kenapa dia tiba-tiba sangat merindukan Aeris. Sedang apa gadis itu sekarang? Apa Aeris juga tidak bisa tidur seperti dirinya?Leon menatap kontak Aeris yang ada di ponselnya dengan ragu. Haruskah dia menelepon gadis itu?Leon memutuskan untuk menelepon Aeris. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih
Alea sontak berhenti melangkah saat melihat Kai terduduk lesu di depan rumah sakit."Apa yang Kak Kai lakukan di sini?"Kai mengangkat kepalanya perlahan karena mendengar suara Alea. Alea tampak terkejut melihat mata Kai yang sembab."Apa terjadi sesuatu dengan Kak Aeris?" tanyanya terdengar khawatir."Tidak," jawab Kai lirih.Alea pun duduk di samping Kai, kemudian meraih jemari kakak kandunya itu dan menggenggamnya dengan lembut. Sebagai seorang adik, Alea tahu kalau suasana hati Kai sekarang sedang tidak baik."Kenapa Kak Kai terlihat sedih jika kak Aeris baik-baik saja?"Kai mengatupkan rahangnya rapat untuk menahan air mata yang mendesak ingin keluar karena dia tidak mau Alea melihatnya menangis, apalagi karena cinta. Lagi pula dia bukan lelaki lemah. Namun, Kai tidak bisa membohongi kalau hatinya sekarang sedang hancur. Kai tidak yakin hatinya bisa kembali utuh."Bukankah kamu ingin menjenguk Aeris?" Kai berusaha mengalihkan perhatian Alea."Baiklah kalau Kak Kai belum siap berce
"Sepertinya aku tadi mendengar suara orang lain." Leon keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya yang sedikit basah dengan sebuah handuk kecil.Aeris sontak mengalihkan padang dari novel yang sedang dibacanya untuk menatap Leon. Sedetik kemudian dia cepat-cepat menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. "Tadi ada temanku yang datang. Kamu bisa nggak sih, kalau keluar dari kamar mandi pakai baju dulu?""Memangnya kenapa?""Kamu nggak malu?" Aeris masih setia menutupi wajahnya. Entah kenapa Leon suka sekali bertelanjang dada saat keluar dari kamar mandi."Kenapa harus malu? Kamu kan, istriku."Wajah Aeris semakin terasa panas. Apa lagi saat Leon mendekat lalu menurunkan kedua tangannya yang menutupi wajah dengan paksa. Aroma laut berpadu dengan kayu manis yang menguar dari tubuh Leon membuat Aeris megap-megap. Gadis itu butuh oksigen untuk bernapas."Memangnya kenapa kalau aku bertelanjang dada?""Duh, Gusti!" Aeris mengusap wajah kasar. Apa Leon tidak tahu kalau tubuhnya itu