"Mas Nathan, ditanya kok malah diem sih? Ini tanda merah apa dan dari mana asalnya?” Tanya Kalisa dan semakin mendekatkan wajahnya ke arah Jonathan.
Jonatha menelan saliva saat mencium wangi sampo dan parfum yang dipakai Kalisa.
"Apakah wanita kurang ajar tadi yang sempat mencekik mu tanpa sepengetahuanku, Mas?” Tanya Kalisa lagi sambil menyentuh leher suaminya memeriksa.
"Bukan dia pelakunya,” jawab Jonathan.
"Lalu siapa kalau bukan dia? Tapi kalau aku diperhatikan, kayaknya ini seperti tanda kissmark deh,” ucap Kalisa kemudian berdiri tegak dan menatap suaminya curiga.
Tepat jam tujuh malam Kalisa dan Jonathan keluar dari bandara Soekarno Hatta dan langsung disambut oleh mang Jaja, supir pribadinya. "Selamat datang aden, gimana kabarnya?" Ucap mang Jaja sambil mengambil alih troli yang dibawa Kalisa berisikan koper dan barang bawaan lainnya.. "Alhamdulilah baik, mang," jawab Jonathan dengan sopan, sedangkan Kalisa hanya tersenyum lesu karena efek kelelahan. Karena sedang turun hujan yang lumayan deras, mang Jaja melajukan kendaraannya pelan dan memakan waktu satu jam lebih untuk sampai ke rumah. Kalisa yang baru turun dari mobil langsung mendapatkan pelukan hangat dari saudara sepupu suaminya. “Kakak ipar kenapa gak pergi ketempat yang sudah aku siapkan sih? Apakah kak Jo gak mau ya di
Kalisa tampak serius memilih jas kerja yang akan dikenakan oleh Jonathan di hari pertama masuk kantor setelah kejadian kecelakaan yang menimpanya 8 bulan yang lalu. “Kenapa sangat sulit sekali memilih pakaian yang cocok untuknya,” keluh kalisa yang merasa pusing karena sudah 20 menit dia memilih setelan yang akan dikenakan oleh suaminya akan tetapi dia masih belum menemukan jas yang cocok menurutnya. “Aku akan cocok memakai setelan jas apa saja,” ucap Jonatan yang baru keluar dari kamar mandi. “Benarkah? Bagaimana jika pakai yang ini saja?” Ucap Kalisa sambil membeberkan setelan jas biru dongker dengan kemeja warna putih dan dasi warna hitam. “Boleh juga,” jawab Jonathan. “Oke. Aku gantung di tempat biasa ya Mas, aku aka
Tak terasa sudah dua minggu Kalisa bekerja di kantor suaminya, dan seperti biasa Kalisa akan selalu pergi keruangan Jonathan saat jam istirahat untuk makan siang bersama. Kalisa mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum membuka pintunya. Jonathan melihat kearah pintu dan melihat istri barbarnya berjalan dan langsung membaringkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang kerjanya. Jonathan hanya menggelengkan kepalanya melihat Kalisa yang terlihat letih dan memejamkan matanya. “Mas,” panggil Kalisa dengan suara lemah. “Hmm,” guman Jonathan seperti biasanya saat sedang malas berbicara. “Perut sama pinggang ku terasa sakit sekali,” adu Kalisa yang sepertinya menahan sakit. Jonathan seket
Melinda mengusap pipinya yang terasa panas dan juga sedikit perih akibat tamparan keras dari saudara sepupu Robert dan pria yang sangat cintainya. Ditatapnya Anisa yang menatapnya dingin ke arahnya. “Kenapa kamu menamparku? Apakah kita punya masalah, Anisa?” “Iya,” jawab Anisa singkat. “Apa masalah kita? Aku tidak pernah mengusik kamu selama ini.” “Baru saja kamu membentak Nana di hadapanku itu apa? Dan itu membuktikan jika kamu sudah membuat masalah denganku dan juga dengan keluarga Rahendra. Dan untuk kamu Robert, kakak macam apa kamu ini yang hanya diam saja saat adiknya dibentak oleh orang lain tepat dihadapanmu?” Ucap Anisa dan seketika membuat Robert menelan saliva.
Tiga hari setelah dimana Melinda mengetahui jika Jonathan pria yang sangat dicintainya sudah menikah dengan wanita lain, dan selama itu pula Melinda berdiam diri di apartemennya tanpa menyalakan lampu saat malam tiba.Rasa sedih dan juga kecewa pada diri sendiri selalu menghantuinya. “Apa sebenarnya kekurangku? Kenapa dia sama sekali tidak tertarik padaku? Bahkan dia sampai pasrah menikah dengan wanita lain yang tidak dicintainya. Kenapa dia tidak memilihku? Kenapa?” Ucap Melinda dengan perasaan hancur. “Akan tetapi aku tidak akan menyerah begitu saja. Toh kalian menikah atas dasar dijodohkan dan tidak ada rasa saling suka ini. Maka akan sangat mudah bagiku jika memisahkan kalian, ketika belum ada perasaan sama sekali diantara mereka bukan?” Ucap Melinda yang tiba-tiba mendapatkan semangat ingin merebut Jonathan dan juga men
“Kenapa diam saja? Kamu bisa merasakannya jika juniorku sudah bangun di bawah sana?" Ucap Jonathan dan menunjukkan tatapan teduh dan hangat pada Kalisa. Kalisa menelan saliva kemudian mengangguk pelan. “Tapi saat ini aku sedang ada tamu bulanan yang datang,” jawab Kalisa pelan dan kembali menggigit bibir ranum milinya. “Masih belum selesai? Memangnya masih butuh berapa hari lagi sampai benar-benar selesai?” Tanya Jonathan pelan yang terdengar seperti kecewa. “Gak lama, mungkin dua atau tiga hari lagi sudah selesai,” jawab kalisa dan kembali menunjukkan senyum ceria seperti biasanya. Jonathan menjatuhkan tubuhnya ke samping dan menutup matanya menggunakan lengan tangannya. Kalisa menoleh dan melihat sua
Jonathan yang melihat wajah terkejut Kalisa akibat melihat pemandangan yang seharusnya tak dilihat, dengan cepat mendorong tubuh Melinda hingga jatuh ke lantai dan mengenai makanan yang tumpah disana. “Ini semua tidak seperti apa yang kamu lihat Kalisa. Aku bisa menjelaskannya padamu,” ucap Jonathan yang khawatir jika Kalisa akan salah paham. “Tega sekali kamu mendorongku hingga terjatuh di lantai dan terkena makanan yang tumpah, Jonathan,” ucap Melinda dan meringis menahan sakit akibat jatuh di lantai. Kalisa tak menanggapi perkataan suaminya yang ingin memberi penjelasan. Dia malah beralih melihat ke arah Melinda yang tampak menunjukkan wajah kesal sambil membersihkan makanan yang menempel di bajunya dan rok pendek hitamnya.
Sudah dua hari Kalisa merasa tidak nyaman saat bekerja akibat mendapatkan tatapan meremehkan dan jijik dari para rekan kerjanya selain Sindi. “Kalisa, kenapa kamu gak langsung mengklarifikasi aja sih rumor itu,” ucap Sindi yang merasa kesal dengan sikap para rekan kerjanya yang lain yang memandang rendah serta tatapan jijik pada Kalisa. “Biarkan saja, aku malas berurusan dengan mereka yang tidak tau apa apa. Akan sangat mudah jika aku mengetahui siapa dalang yang menyebarkan rumor murahan itu.” “Iya juga sih,” ucap Sindi. Tanpa terasa jam makan siang pun tiba dan seperti biasanya Kalisa membereskan mejanya dan dengan semangat ingin cepat naik ke lantai atas menuju ruangan suami datar dan dinginnya untuk maka