LOGINNamaku Naura. Sejak kecil, aku selalu berteman dengan kesendirian. Kedua orangtuaku berpisah saat usiaku masih sangat belia. Sejak itu, aku kehilangan pegangan. Apalagi, setelah mereka memiliku keluarga baru yang bahagia. Kehidupanku berubah saat mengenal Indra. Lelaki itu membuat hariku yang buram menjadi penuh warna. Bersamanya, aku merasa berharga hingga aku nekat memenuhi keinginannya untuk tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Tiga tahun berlalu, dia menghilang. Secara tiba-tiba, kabar pernikahannya terdengar. Aku hancur. Aku terempas pada kenyataan kalau kehadiranku tak diinginkan. Aku kembali berteman dengan sepi seperti dulu lagi. Namun, kali ini aku jatuh lebih dalam dari sebelumnya, hingga membuat aku nekat untuk mengakhiri semuanya. Ya, semuanya.
View More"Kamu kan sudah tidak per.w.n lagi, Nau. Bertahun-tahun ng.ngkang gratisan pacaran sama si Indra mau mau saja. Masa saya nyicipin sekali kamu keberatan begitu?" Sakti tersenyum penuh arti pada wanita yang mengenakan seragam biru di hadapannya. Dia menelan ludah berkali-kali melihat Naura yang terus saja menunduk sejak tadi.
"Kontrak kerja kamu habis dua bulan lagi. Kalau mau diperpanjang, temui saya lusa di ruangan ini selepas jam bubaran kerja." Sakti kembali berbicara saat Naura tidak merespon apa-apa. Wanita itu terus menunduk sambil mengetuk-ngetuk pahanya dengan jari telunjuk. "Sudah! Tidak usah terlalu dipikirkan. Bukan cuma kamu saja yang seperti ini. Yang lain sudah lebih dulu begitu." Sakti menepuk meja pelan hingga membuat Naura mengangkat kepala. Wanita bermata bening itu mengalihkan tatapan saat mata mereka bertemu. "Cari kerja itu susah, Nau. Sekarang ini, kalau kamu keluar dari tempat ini, ratusan bahkan ribuan orang diluar sana siap menggantikan posisimu di perusahaan ini." Sakti terkekeh pelan. Dia terus berusaha menekan Naura agar mau menuruti keinginannya. Bukan sekali dua kali dia melakukan ini. Lima tahun memegang jabatan sebagai kepala HRD, tak terhitung berapa banyak yang sudah dia t.duri. Sudah sejak lama dia mengincar Naura. Akhirnya, kesempatan itu datang saat kontak kerja wanita itu habis. Gadis berusia dua puluh dua tahun itu benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Walau tidak mendapatkan per.w.nnya, setidaknya dia pernah mencoba merasakan salah satu karyawan tercantik yang ada disana. "Apa yang membuatmu berat mengatakan iya, Nau? Beralasan takut dengan Tuhan? Kemana saja selama ini baru kepiNaura sekarang?" Tawa Sakti meledak, memenuhi ruang kerjanya yang tidak terlalu luas. "Melakukannya sekali denganku tidak akan menambah dosa terlalu banyak lah." Sakti kembali tertawa setelah melanjutkan ucapannya. "Tidak ada yang dirugikan disini. Rahasia aman terjamin. Kamu malah diuntungkan karena bisa perpanjangan kontrak kerja. Bonus nanti dapat rekomendasi kenaikan gaji, deh, saya bantu ajukan. Berpikirlah secara cerdas. Atau … kamu terlampau b.doh sehingga selama ini bisa dipakai gratisan oleh Indra selama tahunan hanya untuk ditinggalkan?" Naura mengepalkan tangan. Dia muak dengan lelaki berotak m.sum yang menatapnya seakan hendak menel.njangi sejak tadi. Wanita berusia dua puluh dua tahun yang sejak tadi menunduk itu akhirnya menegakkan kepala. Dia membalas tatapan kepala HRD yang kini menatapnya dengan sebelah alis terangkat dan senyuman yang memuakkan. “Saya memang b.doh, Pak. Saya b.doh karena buta oleh cinta sehingga menyerahkan semua pada pacar saya. Namun, satu yang harus Bapak tahu. Saya bukan wanita m.rahan yang akan dengan mudahnya membuka kaki ke siapa saja. Harga diri saya jauh lebih tinggi jika harus digadaikan untuk selembar kontrak yang Bapak sebutkan tadi. Permisi!” Naura berdiri cepat hingga kursi yang dia duduki terjatuh ke belakang. “Lulusan SMA saja banyak gaya kamu itu, Nau. Baru juga bekerja tiga tahun disini sudah bicara tentang tingginya harga diri. Memangnya berapa saya harus bayar harga diri kamu yang sudah bekasan itu?” Sakti berjalan cepat dan menahan tangan Naura yang akan membuka pintu. “Sedetik kamu keluar dari ruangan ini tanpa mengiyakan apa yang saya minta tadi, saya pastikan kontrak kamu tidak akan diperpanjang.” “Makan tuh kontrak!” Naura menghentakkan tangan Sakti hingga cengkeraman lelaki itu terlepas. Dia terengah menahan amarah yang teramat sangat. Hanya karena masih ingat lelaki yang sudah menginjak-injak harga dirinya barusan adalah atasannya di tempat kerja, Naura menahan diri untuk tidak melayangkan tamp.ran. “Kamu kira gampang cari kerja, Nau? Saya pastikan setelah keluar dari sini kamu akan kesulitan mendapat pekerjaan lagi. Saya tidak akan memproses surat rekomendasi apapun untuk ke perusahaan lain walau kontrak kamu tidak diperpanjang disini. Sial!” Sakti memukul udara saat Naura justru berlalu dengan cepat dan membanting pintu tepat di depan wajahnya. Disini, Naura terduduk di lorong saat sudah jauh dari ruangan Sakti. Kakinya terasa lemas setelah berlari kencang saat keluar tadi. Tangisan akhirnya pecah setelah sejak tadi rasa sesak bergumpal memenuhi dadanya. Dia menutup wajah dengan kedua tangan dan mulai terisak pelan. Tubuhnya gemetar karena rasa takut dan marah yang dia rasa. “Kita tinggal bareng saja, Nau. Biaya kos-kosan jadi lebih murah. Teman-teman yang lain banyak yang begitu. Sudah biasa di daerah sini yang merantau tinggal bareng sama pacar. Jadi, uang gaji bisa kita sisihkan buat tabungan bersama untuk biaya nikah dan persiapan berumah tangga nanti.” Naura semakin terisak kencang saat mengingat ucapan Indra tiga tahunan yang lalu. Mereka sudah pacaran sejak kelas dua SMA. Lulus sekolah, keduanya merantau mengikuti teman yang lebih dulu bekerja disana. Karena koneksi orang dalam, mereka diterima kerja dan akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama. Tiga tahun dia dan Indra hidup seperti suami istri. Kalau istilah anak zaman sekarang, Indra mencintai Naura secara ugal-ugalan. Lelaki itu tak segan bersikap romantis pada Naura di hadapan banyak orang. Dia juga siap sedia setiap kali Naura membutuhkan. Indra bahkan sangat memuja Naura hingga membuat dirinya terlena dan merasa dicintai dengan sempurna. “Aku harus pulang, Nau. Ibu sakit lagi. Kalau keadaan Ibu sudah membaik, mungkin aku akan bicara tentang rencana pernikahan kita. Uang tabungan yang kita kumpulkan sudah lebih dari cukup untuk biaya pernikahan secara sederhana di kampung sana.” Naura menekan dada saat suara Indra yang berpamitan seminggu lalu terasa sangat jelas di pendengarannya. Dia mengiyakan dan turut mendoakan semoga calon mertuanya segera pulih kembali seperti sedia kala. Namun, siapa sangka ternyata itu terakhir kali dia melihat Indra di dalam hidupnya. Lelaki itu tak pernah kembali untuk memenuhi janji menikahinya. Indra menghilang. Ponsel lelaki itu tak bisa dihubungi. Media sosialnya tidak aktif lagi. Menyisakan Naura yang terpuruk menghadapi kenyataan pahit ini.“Sudah dapat datanya, tinggal di olah. Cuma aku masih malas mulai, Bang. Dosennya juga lagi ikut seminar internasional di Hongkong. Nantilah kalau dosennya sudah pulang baru dikerjakan.” Naura memainkan jari telunjuknya di dada Fatih. Wanita itu tersenyum tipis saat suara napas suaminya terdengar berat dengan suara sedikit serak.“Paling berat itu memang mengerjakan tugas akhir. Apalagi kalau dosennya gaib, hilang-hilangan.” Fatih terkekeh melihat Naura manyun. Dia iseng menarik bibir Naura yang dimonyongkan hingga membuat wanita itu spontan bangun dari tiduran. Namun, Fatih kembali menarik Naura, tak rela jika harus melepaskan kenyamanan kedekatan mereka.“Nikmati saja. Itulah seninya menjadi mahasiswa.” Fatih merapikan anak rambut Naura yang jatuh di dahi. “Setiap fase ada perjuangan dan ujiannya. Ya saat menjadi mahasiswa, fase perjuangannya selama proses belajar. Puncaknya saat menyusun tugas akhir dan ujiannya saat sidang. Itu yang akan menentukan lulus atau tidak untuk menyandan
“Papa, kapan pulang? Bawain oleh-oleh yang banyak ya? Atau nanti libur sekolah semester depan Arjun saja yang main kesana. Biar bisa lihat tempat Papa tinggal. Boleh ya, Ma?”Indra tersenyum lebar mendengar suara Aini yang mengiyakan permintaan Arjun. Seperti biasa, setiap menjelang maghrib di Ketapang, dia akan melakukan panggilan video pada Arjun. Mendengarkan cerita tentang keseharian anak lelaki itu menjadi hiburan tersendiri bagi Indra yang sering merasa sepi di tempat barunya ini.Tak terasa, setengah tahun sudah dia disana. Usaha konveksi rumahan yang dia kelola progresnya cukup menjanjikan. Di awal kedatangannya, Indra setiap hari selalu keluar rumah. Berangkat saat matahari belum muncul dan pulang saat matahari sudah tenggelam. Dia menyusuri jalanan, door to door mempromosikan usaha yang baru saja dia mulai.Benu tidak salah menaruh kepercayaan penuh pada Indra. Dalam waktu setengah tahun, usaha yang dia modali mulai memperlihatkan progres yang cukup menjanjikan. Setelah mula
“Sudah, tapi dosennya minta tambah data karena ada beberapa variabel tambahan juga.” Naura mengembuskan napas kencang. Seharusnya, dia sudah mulai bisa menyusun skripsi. Namun, karena dosen pembimbingnya minta tambahan data, jadilah dia harus turun ke lapangan lagi.“Besok jadi mau coba minta doa, Nau?” Dewi bertanya hati-hati. Sejujurnya, dia ikut sedih karena lima tahun lebih menikah, Naura dan Fatih belum juga dikarunia buah hati. Padahal, usaha yang mereka lakukan tidak main-main. Memanfaatkan libur semester, dua tahun lalu, Naura dan Fatih pernah mencoba bayi tabung di Penang, Malaysia. Namun, usaha itu belum berhasil karena embrio tidak menempel di rahim.Setahun mereka memilih istirahat, mengembalikan mental yang sudah pasti down. Tak dipungkiri, keduanya menaruh harapan besar akan keberhasilan bayi tabung kemarin. Setelah berhasil bangkit lagi, mereka menjadi lebih kuat karena saling menguatkan. Naura dan Fatih sepakat akan terus berusaha selama rezeki ada dan tubuh mereka mas
Indra menghela napas panjang saat pengumuman landing terdengar. Dia memasang sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi. Lelaki itu menoleh ke arah jendela pesawat, memperhatikan sungai barito yang memanjang dan berkelok-kelok di bawah sana. Kapal tongkang tampak berjalan sangat pelan karena membawa tonan beban batubara di belakangnya, mutiara hitam tanah Kalimantan. Kapal Ferry dan klotok tampak berlalu-lalang, masih menjadi alat transportasi yang terus dilestarikan. Dada Indra berdebar kencang seiring dengan getaran pesawat yang semakin terasa. Saat roda burung besi itu menyentuh landasan, bayangan wajah Aini memenuhi kepala Indra. Hampir satu dekade yang lalu, dia menjejakkan kaki pertama kali di pulau ini. Lima tahun kemudian, dia angkat kaki. Hari ini, setelah hampir lima tahun meninggalkan Borneo, dia kembali lagi. Bedanya, tak ada Aini yang selama ini selalu mendampingi. “Selamat datang kembali, anakku.” Benu merentangkan tangan. Lelaki itu memeluk Indra erat di depan pintu
Ba’da ashar, Indra hendak berpamitan pulang. Namun, dia urung saat melihat Aini dan Siti datang. Aini terlihat sedikit canggung saat bertatapan dengan Indra. Dia ingin langsung masuk ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat mendengar Indra pamit untuk pulang. Wanita itu refleks membalikkan badan hingga bertatapan kembali dengan Indra.Indra mengulas senyum melihat Aini yang kembali memalingkan wajah, menghindari beradu pandang dengan dirinya. Lelaki itu mendekat pada Aini. Dia menghirup udara sebanyak mungkin sebelum berbicara dengan wanita yang pernah mengabdikan diri sepenuh hati selama lima tahun pada dirinya.“Selamat atas pertunanganmu dengan Pak Saka, Aini. Semoga rencana pernikahan kalian diberi kemudahan dan kelancaran sampai waktunya tiba. Abang ikut senang mendengar kabar bahagia ini. Akhirnya, Aini menemukan seseorang yang begitu memperjuangkan cinta dengan segenap rasa. Selamat menikmati euforia dicintai.” Indra mengulas senyum saat Aini menoleh kembali. Mereka bertatapan c
Indra mematut diri di depan cermin. Lelaki itu tersenyum lebar melihat tampilannya sendiri. Dulu, hampir setiap hari dia berpakaian rapi seperti ini. Sekarang, hanya sesekali saja kalau ada keperluan seperti hari ini. Indra mengalihkan pandangan ke arah kado yang sudah dia siapkan sejak seminggu lalu. Senyumnya kembali terbit mengingat dia harus menyisihkan uang dari hasil mengambil upah harian selama hampir tiga bulan agar bisa membelinya.Embusan napas kencang terdengar. Indra meraih kado berisi sepatu roda yang sudah sejak setahun lalu diminta oleh Arjun. Anak lelaki itu minta dibelikan sepatu roda kalau dia berhasil juara kelas lagi semester ini. Indra langsung mengiyakan karena tahu Arjun memang sangat suka sepatu roda. Jadilah akhirnya tahun ini dia membelikannya walau raport belum dibagikan. Indra yakin betul Arjun pasti juara kelas lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.Indra meraih ponsel di saku celananya saat alat komunikasi itu berdering. Dia tertawa melihat nama Aini terte






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments