Share

Gagal Bertemu

Sanusi dan Suyatmi melangkah masuk rumah seketika mobil Narendra menghilang di pertigaan yang terletak di sebelah timur rumah mereka. Sementara Liana sudah lebih dulu masuk sejak Narendra membalikkan tubuhnya melangkah ke arah mobil mereka.

Kini Liana sedang duduk dengan kaki menjuntai di bibir ranjang. Berulang kali dia menghela nafas dalam-dalam menahan amarah. Teringat kembali kejadian dua pekan lalu, saat dia membalas pesan Andreas dengan cukup kasar, menurutnya. Tapi, Andreas malah datang melamarnya hari ini.

Sejurus kemudian Liana mencari ponsel yang sejak pagi dibiarkan tergeletak saja di atas ranjang, sebab dia sibuk menguping pembicaraan kedua orang tuanya dengan keluarga Narendra. Diusapnya layar ponsel, kemudian terlihat ada notifikasi chat dari sebuah aplikasi hijau. Dia membuka aplikasi itu, yang ternyata sebuah chat dari Jun, pujaan hatinya. 

Belum sempat Liana membuka chat itu, tiba-tiba terdengar pintu kamar yang diketuk dari luar. 

"Nduk, dipanggil bapakmu."

Rupanya Suyatmi yang mengetuk pintu memanggil putrinya untuk keluar dan menemui Sanusi.

"Iya, Bu. Sebentar." 

Dengan malas dan ogah-ogahan, Liana keluar dari kamar untuk menemui ayahnya yang sedang menunggu di ruang depan.

Liana membuka pintu kamar, dan ternyata Suyatmi sudah tidak ada, wanita itu sudah terlebih dahulu pergi menuju ruang tamu depan. 

Liana melangkah menuju ruang tamu, tapi kemudian terdengar suara Dimas megejeknya yang sontak membuat Liana geram.

"Ciye... ciye... yang mau tunangan sama wong ngganteng."

Liana membulatkan matanya menatap adik semata wayangnya itu dengan wajah marah. 

"Diem kamu! gak usah ikut-ikut, masih kecil juga."

"Ciye.. ngambek nih ye.. gara-gara malu, tuh." Dimas tertawa sedikit tertahan melihat tingkah Liana yang dipikirnya sedang marah karena malu.

Liana melangkah menghampiri Dimas, yang sedang tiduran sambil menonton televisi, hendak mencubit lengan adiknya itu. Tapi ternyata Dimas punya senjata andalan yang bisa menghentikan kakaknya itu.

"Ibuk..." teriak Dimas, yang sukses membuat Suyatmi berteriak menegur Liana dari ruang tamu.

"Liana.., gak usah bercanda sama adikmu. Ke sini cepat, ditunggu sama bapakmu ini, lho."

Liana menghentikan perbuatannya kemudian segera berbalik melangkah menuju ruang tamu, tapi sebelumnya dia mengancam Dimas dengan kepalan tangannya.

"Awas, kowe, tak pites (gencet) nanti kalau ngece (mengejek) terus."

"Weeekkkk..." Dimas menjawab ancaman kakaknya itu dengan mengeluarkan lidah pertanda bahwa dia tidak takut dengan ancaman kakaknya itu.

Di ruang tamu, Sanusi dan Suyatmi sudah menunggu putri tersayang mereka. Ketika Liana muncul, Sanusi segera memanggilnya sembari menyunggingkan senyuman sumringah.

"Nah, sini, sini, Nduk. Duduk di dekat bapak!" panggil Sanusi.

Melihat senyum Sanusi begitu sumringah dengan sinar mata berbinar bahagia, Liana jadi semakin resah. Dia tak mau senyuman bahagia itu hilang dari wajah ayahnya, apa lagi jika dialah yang menjadi penyebabnya.

Liana duduk di dekat Sanusi. Kembali dia menghela nafas dalam-dalam, berusaha mengontrol dirinya. Dia siap mendengar apapun perkataan kedua orang tuanya itu sambil dia akan memikirkan cara lain yang lebih aman untuk menggagalkan pertunangan itu.

"Nduk, bapak sama ibuk ini seneng banget kedatangan tamu pak Andreas tadi. Bapak endak nyangka kalau kamu ternyata sudah punya calon sendiri. Kok endak ngomong kalau Andreas mau dateng? Tahu gitu tadi tak nyuruh ibumu belanja dan bikin makanan buat suguhan."

"Anu, Pak. saya gak tahu kalau dia akan datang, kok," jawab Liana singkat. 

"Ya wis, gak masalah sih. Mungkin saja calon suamimu itu mau bikin kejutan. Jaman sekarang itu kan usum kalau pakai kejut-kejutan kayak di tivi-tivi. Hahaha....anak muda jaman sekarang." Sanusi tertawa senang diikuti oleh Suyatmi yang juga tertawa geli mendengar kalimat suaminya itu. Kemudian Sanusi melanjutkan kalimatnya, "Jadi, minggu depan, kita akan kedatangan keluarga pak Narendra. Katanya mau lima puluh orang. Nah, besok kamu ikut bapak ke kota, kita belanja baju, ya? Beli baju yang bagus, biar kamu kelihatan cantik dan mriyayeni! (anggun terhormat), jadi bisa sesuai sama keluargane si Andreas itu."

"Iya, Pak," jawab Liana menurut saja karena tak ingin membuat ayahnya kecewa. Apalagi dia begitu paham jika sudah diajak membeli pakaian ke kota, itu tanda ayahnya sedang senang dan tidak main-main. Pasalnya, Liana selama ini hanya membeli pakaian di pasar, itu pun sangat jarang. Biasanya hanya pada waktu hari raya atau jika benar-benar penting. Namun kini, Sanusi mengajaknya berbelanja pakaian ke kota, hal yang jarang terjadi.

"Yo wes, kalau begitu kamu siap-siap saja besok pagi-pagi kita ke kota!" ucap Sanusi.

"Anu, Pak. Endak bisa pagi, nunggu pulangnya ngajar, toh." 

"Oh iyo aku lali (lupa). Ya wes jam sepuluh kita berangkat. Tak jemput di sekolahanmu itu wes. Kamu gak usah pulang. Berangkatnya bapak sing nganter."

Liana hanya mengangguk. Dia begitu khawatir melihat bapaknya sangat antusias dan senang dengan datangnya lamaran dari keluarga Narendra tadi.

"Saya mau ke kamar dulu ya, Pak. Soalnya ada yang mau saya kerjakan," pamit Liana kepada Sanusi ketika dirasa pembicaraan mereka telah selesai.

"Ya wes, endak apa-apa. Bapak sik mau ngomong-ngomong sama ibumu. Mau ngabarin saudara-saudara buat acara lamaran minggu depan."

Liana segera melangkah menuju kamarnya. Dia masih teringat akan sebuah chat dari Jun yang belum dibukanya.

Liana segera menutup pintu dan melemparkan tubuh di atas ranjang, lalu membuka pesan chat dari Jun yang sempat tertunda itu.

[ Li, Apakah besok kamu bisa mengikuti rapat di balai desa sepulang mengajar untuk menyusun kepengurusan acara Agustusan nanti?]

Liana sedikit kecewa dengan apa yang dibacanya saat ini, dia ingin sekali datang ke rapat itu dan bertemu Jun, tapi dia juga sudah janji pada ayahnya untuk membeli pakaian di kota. 

'Apa beli bajunya ditunda dulu saja, ya?' batin Liana. 

Segera saja dia beranjak menuju ke ruang tamu untuk memberi tahu akan hal ini kepada ayahnya.

Sanusi dan Suyatmi kebetulan masih duduk di tuang tamu. Terlihat Sanusi sedang menuliskan sesuatu di atas kertas. Dia menulis daftar saudara yang akan dikabari sekaligus diundangnya datang untuk menyambut keluarga Andreas minggu depan.

"Pak,"panggil Liana. Sanusi segera menoleh mengdengar suara putrinya itu.

"Acara beli bajunya bisa ditunda lusa atau sore saja?" tanya Liana penuh harap.

Sanusi mengernyitkan dahi. Kini dia berbalik penuh menghadap putrinya itu.

"Kamu ada kepentingan? endak bisa ditunda? Soalnya bapak sorenya itu mau ke rumah mas Zainal, malam ke rumah dek Surti, besoknya urus belanjaan, lalu besoknya lagi masih banyak saudara yang mau bapak kabarin."

Liana menggigit bibir bawahnya seraya bola matanya berputar pertanda dia sedang berpikir.

"Besok ada rapat karang taruna di balai desa, Pak. Mau bahas acara Agustusan." ucapnya kemudian.

"Nduk, rapat di balai desa itu endak akan gagal cuma gara-gara kamu endak dateng. Acara Agustusan juga tetep akan jalan meski bukan kamu pengurusnya. Kalau lamaran ini, bisa gagal kalau kamu endak ada, dan bapak bisa malu."

Liana menunduk mendengar perkataan bapaknya tadi. Dia sebenarnya membenarkan apa yang diucapkan bapaknya tadi, hanya saja dia ingin sekali bertemu dengan Jun, mengingat hari ini dia begitu sebal dengan semua yang terjadi.

"Baiklah, kalau gitu saya bilang dulu kalau gak bisa hadir."

Sanusi mengangguk kemudian melanjutkan kembali pembicaraannya dengan Suyatmi. Sementara Liana melangkah menuju kamarnya untuk membalas chat dari Jun, meski dengan perasaan begitu kecewa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status