“Dia baik-baik saja, hanya serangan panik ringan dan sepertinya dia juga belum sarapan jadi dia pingsan. Tunggu saja sampai dia siuman, Tuan. Anda bisa membawanya pergi setelah cairan infusnya habis,” jelas seorang dokter pria sebaya dengan Theo. Ya, dia adalah dokter Garra yang telah cukup lama mengenal Brisia.
“Sekedar saran, Brisia kadang sulit mengontrol emosinya jadi jangan terlalu ‘mengagetkannya’, Anda paham kan maksud saya?” tanya dokter Garra seraya tersenyum, membuat Theo mengangguk.
Dokter Garra ikut mengangguk dan berpamitan keluar ruangan, menyisakan Theo dan Brisia yang masih berbaring di ranjang rumah sakit. Mengetahui bahwa Brisia tiba-tiba pingsan karena tak menemukan sosok ibunya, membuat Theo bergegas menyusul Brisia dan meninggalkan aktivitas kerjaannya sejenak.
Theo berdiri di samping Brisia, ia melipat tangan didada sambil memerhatikan wajah gadis di hadapannya yang pucat tanpa riasan. Perlahan kedua bola mata Brisia bergerak dibalik kel
Setelah semua kekacauan di dapur berhenti, Theo segera bangun, kedua netranya bak mesin scanning memindai seluruh kekacauan di sekelilingnya. Ia menghempaskan nafas dan kini mata tajam itu beralih pada gadis yang berdiri di depannya dengan ekspresi terkejut. Kedua bola mata itu seperti hampir keluar, bibirnya sedikit bergetar dengan tangan yang meremas ujung bajunya kuat-kuat, jelas sekali kalau gadis itu sedang ketakutan karena sudah membuat dapur milik Theo luluh lantah layaknya kapal pecah.Bagaimana tidak? Popcorn gosong, biji jagung yang bertebaran dimana-mana, kentang yang berhamburan, cipratan minyak yang membuat perabot dan lantai menjadi kotor, tak lupa bubuk minuman vanilla latte yang tumpah sehingga meja dan lantai menjadi lengket dan sangat kotor.“Bisa gak kamu gak ceroboh? Mau bakar apartement saya ya?!” bentak Theo membuat Brisia terperanjat. Theo memijat pelipisnya sebentar ketika memedarkan tatapan tajamnya untuk mengamati keadaan dapur leb
“Apa kamu serius?”“Apa saya terlihat sedang main-main?”Suara husky milik Theo membuat semburat merah muncul dikedua pipi gadis itu. Brisia hanya menunduk sambil mengkatupkan mulutnya, berusaha menyembunyikan senyuman yang kerap muncul diwajah cantiknya. Theo hanya membalasnya dengan senyuman seraya menyambar kemeja yang ada di balik punggung Brisia. Setelah mendapatkan apa yang ia ambil, Theo segera mengenakan kemeja itu dan pergi begitu saja meninggalkan Brisia yang masih terpaku dengan perasaan campur aduknya setelah beberapa saat lalu Theo meninggalkan pesan bahwa mereka akan melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.***“Brengsek! Gadis sial!” umpatan melengking keluar dari mulut seorang wanita tua. Beberapa lembar berkas berhamburan di meja kerjanya, pikirannya kalut ketika mendapat undangan pernikahan resmi dari rival terberatnya.Jovan yang melihat kekacauan di ruang kerja ibunya, hanya mampu mematung
“Terimakasih karena sudah meluangkan waktu Anda untuk pertemuan ini, saya sangat beruntung karena mendapatkan restu Anda untuk meminang putri bungsu Anda, Tuan Renand Atmadja.”Theo menyeringai sambil menjabat tangan lelaki tua yang berdiri gagah di hadapannya. Tak banyak bicara, Tuan Renand hanya menatap tajam pria muda dihadapannya lalu beralih menjabat tangan pria yang sebaya dengannya.“Setelah acara pernikahan besok lusa, aku berjanji akan memperlakukan putrimu seperti anakku sendiri. Setidaknya aku bisa memegang janjiku untuk merawat putri bungsumu lebih baik dari keluarganya sendiri.”“Cih,” Tuan Renand mendengus mendengar perkataan Christian Parson. Kedua orang ini memang sudah seperti kucing dan anjing jika dipertemukan. Namun bukan Theo namanya jika tidak bisa mendominasi suasana dan mengarahkan kedua orangtua tersebut agar mengikuti alur permainan yang ia buat.Setelah percakapannya dengan Jovan semalam, akhi
“Brisia … kamu belum tidur kan?” bisik Theo. Brisia merasa sensasi geli ditelinganya ketika pria bersuara husky itu memanggil namanya dengan lembut.Dia ini kenapa ga pergi sih? Sebenarnya apa yang akan dia lakukan?"Kamu mau apa?" tanya Brisia sambil menoleh, ia membulatkan matanya ketika wajah pria itu hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya.Theo juga sama kagetnya ketika menyadari gadis itu merespon ucapannya. Dia tercekat, tangannya tiba-tiba membatu ketika gadis itu menatapnya.Theo tersenyum, wajah tampannya mengukir seringai indah namun ia tetap menatap lembut gadis yang berada dalam dekapannya. hampir saja Theo tersihir oleh bibir ranum gadis itu, untungnya getaran ponsel di saku celananya membuat ia tersadar dan membuatnya berdiri tegak.ia mengecek layar handphone, entah ada kabar apa namun ekspresinya berubah menjadi dingin dan menakutkan bagi Brisia."Tidak apa-apa, saya cuma memastikan kalau kamu
“Bunga lily-nya cantik.”Ucapan yang terdengar dari sisi kanan Brisia membuat ia menoleh dan membulatkan matanya. Sosok sang ayah dengan balutan tuxedo hitam membuat ia tampak gagah di mata putrinya. Kehadiran Renand Atmadja tentu saja salah satu doa mustahil Brisia yang tiba-tiba saja terkabulkan.“Pa … Papa …?” ucap Brisia dengan lirih, masih menatap pria itu tanpa berkedip.“Mau sampai kapan kamu melihatku seperti melihat hantu begitu? Pintu akan segera terbuka, jadi biarkan aku menunaikan tugasku.” Tuan Renand mengambil tangan putrinya, membuat Brisia mengandeng tangan miliknya dan berdiri tegap, mempersiapkan diri ketika pintu terbuka.“Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa–”“Tanyakan saja pada suamimu nanti. Sekarang sebaiknya kamu lihat kedepan! Tegakkan punggungmu, kamu membawa citra baik keluarga Atmadja sekarang!” ucapan Tuan Renand membuat Brisia terse
“Saya tidak terima perintah dan penolakan dari siapapun, jadi buka pintunya selagi saya memperlakukan kamu dengan baik, istriku.”Sorot mata tajam Theo seolah membiusnya. Brisia mundur teratur, memberikan ruang bagi Theo untuk membuka pintu dan masuk ke kamar itu, sampai Theo berada di dalam kamar dan menutup pintu.“Kamu mau pakai kamar mandinya lebih dulu?” tawar Theo dengan nada bicara santai. Tak ada perasaan berdosa setelah membuat anak gadis orang ketakutan.Udara kamar terasa lebih dingin, bukan karena AC yang sengaja dinyalakan, tapi karena Brisia tahu sesuatu hal akan terjadi padanya.“Hey, kamu sakit perut? Wajahmu kok jadi pucat?” tanya Theo.Dia membuka jas dan dasinya, tak lupa membuka beberapa kancing kemeja yang membungkus badan atletis itu. Brisia mencengkram gaunnya, rasanya ia ingin melompat kepangkuan pria itu dan langsung mencicipi tubuh itu. Brisia menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pi
Theo menatap Brisia dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Fokus utamanya ialah kedua tangan Brisia yang masih menutupi dua gundukkan dadanya. Secara naluri Theo ingin menelisik lebih jauh bagian itu, ia juga menelusuri leher jenjang Brisia yang bagian belakangnya tertutup tambut, andai dia bisa memberi banyak tanda kepemilikan disana pasti dia akan sangat bahagia.Kini sorot mata itu beralih pada dagu mungil Brisia dan bibirnya yang ranum. Sekali saja dia bisa menyesap bibir itu, dia pasti tak akan pernah bosan untuk melakukannya lagi.Kini Theo beralih pada kedua bola mata bening Brisia yang beriris hitam seperti langit malam yang tenang. Tapi tidak untuk kali ini, mata gadis itu bergetar seolah menandakan bahwa ia sedang ketakutan. Theo tersadar bahwa ia mungkin terlalu terburu-buru. Hingga ia memutuskan untuk memberi waktu bagi Brisia untuk menenangkan diri.Srek, klap!Brisia tertegun, saat pria itu menutup tirai mandi dan keluar sambil menutup pin
Tahan Brisia! Tahaaann!!!Tubuh kekar, punggung lebar, serta otot tangan yang indah. Brisia menggelengkan kepala untuk tidak memeluk pria yang tidur memunggunginya.Bagaimana bisa Theo tidur dengan pulas sementara Brisia besusah payah untuk menghentikan dentuman di dadanya?Setelah beberapa saat yang lalu Theo berencana untuk menyentuhnya, tapi gagal dengan alasan datang bulan, Brisia bisa selamat. Padahal, jika dipikir lagi, untuk apa Brisia menghindar dan berbohong sampai seperti itu? Toh cepat atau lambat dia harus menyerahkan tubuhnya pada pria ambisius itu untuk membantunya melancarkan rencana.Brisia harusnya berterimakasih karena Theo sudah menyelamatkannya dari keluarga yang toxic. Tentu kali ini Theo akan menghantui Brisia memintanya berbalas jasa dengan memberikannya seorang keturunan untuk menyempurnakan kriterianya sebagai penerus Chairman Parson Group. Tapi jauh di lubuk hatinya, Brisia belum