“Aku hamil ….”
Dengan tangan gemetar wanita itu menunjukkan tiga buah alat tes kehamilan yang sudah ia gunakan beberapa hari terakhir. Hasilnya? Tetap sama, dua garis merah tercetak jelas pertanda bahwa ada nyawa lain yang bersemayam dalam tubuh kecil miliknya.
Layaknya pasangan lain, pria itu tersenyum tetapi bukan sneyum tulus maupun senyum bahagia, senyuman yang dibingkai dengan lesung pipi itu menunjukkan rasa puas karena aksi liciknya akan segera dimulai.
“Kamu mau cek ke dokter, atau langsung kerumah barumu?” tawar pria bersuara baritone lembut, sementara gadis dihadapannya tetap bergeming.
Tak!
Pria itu melempar sebuah kartu creadit, menghempas keras pada paha gadisnya, seraya bangkit dan membenarkan jasnya dia berujar,
“Sesuai kesepakatan kita, itu bayaranmu dan mulai sekarang pergilah pada kekasihmu, nikmatilah hidup mewah serta tempat yang seharusnya menjadi milikmu, kamu sudah menantinya, bukan
“Nona! Nona Brisia!”Seorang gadis turun dari mobil. Dia membanting pintu mobil dan membuka kacamata hitamnya. Matanya terbelalak melihat bangunan restoran miliknya telah di kelilingi garis kuning pertanda penyegelan.Sial! Kali ini apalagi?!Raut wajahnya terlihat panik, namun ia berusaha agar tetap terlihat tenang dihadapan para pegawai yang berhamburan mengerubunginya seolah meminta pertolongan.“Ada apa ini?!” dia mengedarkan tatapan penuh tanya, menatap secara acak wajah para pegawai dihadapannya, berharap salah satu dari mereka ada yang buka suara.“Citra! Tadi kamu yang nelpon saya ‘kan? Bisa jelasin kenapa restoran kita ditutup paksa kaya gini??”Dengan tergagap, perempuan mungil yang masih mengenakan apron cokelat itu berusaha menjelaskan, “A-anu, Non … Ta-tadi pagi waktu kami mau buka restoran, ada beberapa orang yang mengaku polisi datang, terus nunjukin surat p
Kejutan hari ini belum berakhir. Nyatanya Brisia tergesa-gesa ketika mendapat telepon dari rumah sakit. Dia beberapa kali menabrak orang lain ketika berlari di lorong bangunan bernuansa putih itu. Nafasnya tersengal ketika ia sampai dan membuka pintu kamar VVIP.“Bagaimana keadaannya?” tanyanya ketika melihat seorang dokter ditemani seorang perawat yang telah selesai melakukan pemeriksaan pada pasien.“Keadaannya mulai membaik setelah kami beberapa kali melakukan tindakan, Nona,” jawab dokter Garra, dokter yang sudah menangani ibu Brisia selama dua tahun terakhir.“Kenapa ibu saya bisa drop gini, Dok?” wajah khawatir terlihat jelas ketika Brisia sesekali melihat ibunya yang terbaring di ranjang.“Sepertinya karena anda mengirim bunga yang salah pagi ini, Nona.”“Mengirim bunga?” Brisia menaikkan sebelah alisnya, bingung karena pagi ini ia bahkan tak melakukan pengiriman apapun.&ldq
“Apa yang kamu lakukan? Kamu mau mati, hm?!” suara baritone tiba-tiba terdengar membuat Brisia terperanjat, matanya membulat ketika melihat sosok kakak tirinya berdiri di ambang pintu.“Kak Jovan?!” pekik Brisia, tangannya meremas ujung bajunya. Ia takut kakaknya akan melakukan kekerasan padanya.“Ke-kenapa Kakak ada disini? Dan kenapa ga tekan bel dulu sih?” Brisia berusaha bersikap wajar, ia tak ingin rencana pembelotannya di ketahui kakak tirinya.Pria bernama Jovan itu hanya menyungingkan senyum seraya mendekati Brisia, “Memangnya aku perlu ijinmu untuk keluar masuk tempat ini? Lagipula aku cuma mau mengecek kondisimu. Mama lagi kesel, orang suruhannya kerja ga becus, padahal cuma buat ngikutin kamu doang,” jelas Jovan yang ikut duduk di sofa beludru di samping Brisia, sementara Brisia berusaha menggeser layar laptopnya agar email yang dihendak dikirim Brisia pada Parson Group tak diketahui Jovan.Jovan,
Theo menyeringai dan menyeruput susu strawberrynya setelah mendengar nada khawatir dari pertanyaan Angga.“Saya menerimanya, karena dia satu-satunya anak yang sengaja di sembunyikan keluarga Atmadja. Pasti ada alasan kuat kenapa mereka menyembunyikan identitas gadis itu, dan jika dia ada di tangan saya maka itu sebuah keuntungan bukan?”Angga mengernyitkan keningnya, entah mengapa Tuannya berfikir terlalu positif untuk hal sekrusial ini.“Tapi bagaimana kalau gadis itu adalah senjata Atmadja untuk menghancurkan kita?”Sebuah senyuman tulus tercetak di wajah tampan milik Theo ketika ia menatap pintu kafe, mengingat saat beberapa detik yang lalu gadis itu pergi dari tempatnya.“Hmm … saya ga yakin, lagipula orangtua saya juga sudah mendesak saya supaya cepet menikah dan punya keturunan, bukankah ini perjanjian yang saling menguntungkan?”Sementara itu, Brisia Atmadja selaku satu-satunya orang yang lan
Tepat hampir tengah malam Brisia sampai di gedung apartement sederhana miliknya. Begitu ia masuk matanya membulat ketika melihat sosok ibu tirinya yang sedang duduk di sofa.“Sudah selesai main peran jadi Cinderella-nya?” tanya Anne membuat Brisia menaikkan sebelah alisnya. Anne menghempaskan nafasnya dengan kasar karena ia tak mau lagi membuang-buang waktu.“Katakan padaku kenapa kamu berani melakukan itu?” tanya Anne menatap tajam gadis yang tengah berdiri di depannya, gadis yang sangat ia benci dalam hidupnya.“Karena aku ingin menikah,” jawab Brisia dengan enteng seolah mempermainkan lawan bicaranya.“Hah! Yang benar saja! Kamu fikir aku gak tahu apa yang ada di otakmu?! Gadis licik sepertimu ga mungkin ingin menikah tiba-tiba dengan orang macam itu! Apalagi Parson Group itu kompetitor terberat kita!”Emosi Anne mulai naik, bentakannya pada Brisia menggema sampai gadis itu memejamkan matanya sekej
Gila. Mungkin itu adalah kata yang tepat menggambarkan karakter Theo yang mudah membuat keputusan tapi selalu menepatinya. Seperti malam ini ketika Brisia menggandeng lengan Theo yang membawanya bertemu beberapa dewan direksi perusahaan Parson Group.Ini adalah kali pertama bagi Brisia menghadiri acara makan malam khusus para pebisnis hebat. Untungnya Brisia memiliki kepribadian supel hingga ia tak kesulitan beradaptasi dengan situasi seperti malam ini.“Hallo, maaf saya datang terlambat!”Brisia membeku ketika mendengar suara pria yang familiar di telinganya, sementara itu orang-orang menyambut kehadirannya dengan ramah.“Hai Pak Jonathan! Saya kira ga bakalan datang, padahal malam ini special banget loh Pak!”Mendengar Elios menyebut nama Jonathan membuat Brisia membulatkan matanya, ia bahkan sampai berhenti mengunyah potongan daging di dalam mulutnya.“Kenapa, El? Special apanya nih?” Jonathan nampak se
Lantunan music jazz berjudul The Two of Us milik Seawind menggema di ruang kerja Theo. Pria yang daritadi berkutat dengan beberapa dokumen di meja kerjanya ikut asyik bernyanyi seirama dengan lagu jadul yang terkenal ditahun 80-an.Sesekali, sambil memutar pena ditangannya Theo menyahuti lagu itu dengan suara merdunya. Tak bisa di pungkiri bahwa pria bersuara husky itu juga memiliki bakat dalam bernyanyi, bermain piano serta memainkan Saxophone.Mengingat kejadian tadi pagi saat ia berhasil mengerjai Brisia sampai wajah gadis itu memerah seperti kepiting rebus membuat Theo terus mengulang lagu-lagu Seawind selama tiga puluh menit terakhir.“Tuan, sepertinya mood anda sedang baik, ya?”“Apa sih, Angga?”Theo berdalih pada pria yang berdiri di ambang pintu. Sebenarnya Angga sudah mengetuk pintu daritadi untuk mendapatkan ijin masuk, tapi suara lagu jazz membuat Theo menghiraukan ketukan pintu dari Angga.Theo menekan se
"Bebas dari tempat wanita tua itu, aku malah terkurung disini! Ah, sial!" umpat Brisia ketika melihat pantulan dirinya di jendela. Brisia memandangi senja dengan pandangan kosong. Wajahnya pucat karena perutnya tak terisi apapun sejak pagi. Setelah Theo pergi siang tadi, ia hanya duduk di sofa, memeluk kedua kakinya sambil menatap langit dengan berbagai pikiran negatif silih berganti. “Gimana kabar ibu, ya? Gimana caranya aku bisa keluar dari sini? Kalau aku buat ruangan ini kebakaran, apa pemadam kebakaran bisa nyelametin aku?” gumamnya. Ia beranjak dari tempat duduknya, merasa sesuatu yang basah di sofa membuat Brisia menoleh. “Ah… sial!” keluhnya ketika melihat noda darah disana. Dia sampai lupa bahwa siklus bulanannya mulai hari ini. Tak betah dengan dirinya yang kotor, Brisia memutuskan mandi, membersihkan dirinya sebersih mungkin. Tapi satu hal yang membuatnya kebingungan kali ini, “Si Tuan Muda Parson itu … ga punya pakaian dalam wanita apa ya?