Share

Menikahi Tuan Parson
Menikahi Tuan Parson
Penulis: Oyenart

Bab 1

“Nona! Nona Brisia!”

Seorang gadis turun dari mobil. Dia membanting pintu mobil dan membuka kacamata hitamnya. Matanya terbelalak melihat bangunan restoran miliknya telah di kelilingi garis kuning pertanda penyegelan.

Sial! Kali ini apalagi?!

Raut wajahnya terlihat panik, namun ia berusaha agar tetap terlihat tenang dihadapan para pegawai yang berhamburan mengerubunginya seolah meminta pertolongan.

“Ada apa ini?!” dia mengedarkan tatapan penuh tanya, menatap secara acak wajah para pegawai dihadapannya, berharap salah satu dari mereka ada yang buka suara.

 “Citra! Tadi kamu yang nelpon saya ‘kan? Bisa jelasin kenapa restoran kita ditutup paksa kaya gini??”

Dengan tergagap, perempuan mungil yang masih mengenakan apron cokelat itu berusaha menjelaskan, “A-anu, Non … Ta-tadi pagi waktu kami mau buka restoran, ada beberapa orang yang mengaku polisi datang, terus nunjukin surat perintah gitu buat ngelakuin penggeledahan. Te-terus …,”

“Terus??” sahut Brisia, keningnya berkerut merasa ada hal yang janggal ketika Citra menggantungkan kalimatnya.

“Te-terus mereka nemuin miras illegal di gudang bahan baku, Non!” sambung Citra yang sukses membuat kedua mata Brisia membulat.

“Apa?!” pekik Brisia, sontak membuat para pegawainya menunduk ketakutan tak berani menatap wajah bosnya yang tengah diradang amarah.

Brisia tak habis fikir bagaimana bisa ada benda seperti itu di restoran miliknya, meski pun mengusung nuansa western, tapi ia tak pernah menjual minuman seperti itu. Tak puas dengan penuturan salah satu waitress miliknya, kini ia menghardik seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.

“Bagas! Kamu ketua chef disini, jelaskan kenapa ada benda seperti itu di gudang!” pinta Brisia dengan nada penuh penekanan.

“Sa-saya juga ga tahu Non, padahal semalam kita sudah menutup semua akses keluar masuk dengan rapi, tapi pas penggeledahan tiba-tiba aja ada barang itu. Terus waktu kita meriksa cctv semalam juga ga ada rekamannya, Non.”

Brisia tak mampu membendung emosinya lebih lama. Kepalan tangannya semakin kuat. Dengan nafas menggebu Brisia menyuruh semua pegawainya pergi sebelum mereka menjadi korban pelampiasan emosinya.

Satu persatu pegawainya pun meninggalkan Brisia sendiri, menatap bangunan restoran yang sudah menjadi rumah kedua baginya. Ponsel milik Brisia berdering, menyadarkan dirinya yang sejenak kalut dalam amarah.

“Hallo?” sapa Brisia tanpa mengetahui siapa yang menelponnya.

“Bagaimana? Sekarang kamu suka?”

Matanya kembali membulat ketika mendengar suara wanita tua di balik telepon. Kini ia menyadari pelaku sebenarnya, siapa lagi kalau bukan ibu tirinya yang selalu menghancurkan bisnis miliknya.

“Anda benar-benar keterlaluan!” bentak Brisia sambil mencengkram ponselnya. Rasanya seluruh emosi berada dikepalan tangannya. Andai saja wanita tua itu ada dihadapannya sekarang, mungkin dia sudah dibuat babak belur oleh Brisia.

“Aku kan sudah bilang, kalau aku akan menyiksamu sama seperti ibumu menyiksaku! Dan ini akan berlangsung terus seumur hidupmu.”

“Yang bener aja?! Dasar orang gila!” umpatnya, membuat wanita tua itu tertawa renyah.

Brisia memutuskan untuk mengakhiri percakapan tersebut. Matanya berkaca-kaca, menahan emosi dan amarah yang membuncah. Dia memukuli kap mobil sebagai sarana meluapkan emosi. Ia juga sudah muak dengan kelakuan ibu tirinya yang selalu mengekang dia, bahkan setelah Brisia dewasa keinginan ibu tirinya semakin rakus untuk menghancurkan hidup Brisia.

Salon, butik dan yang terakhir restoran yang sudah ditutup paksa adalah bukti penindasan Anne, ibu tirinya yang memegang kekuasaan penuh perusahaan Atmadja yang menggantikan sementara posisi ayahnya yang sedang sakit.

Brisia mengatur nafasnya, mencoba mengontrol emosi yang meluap. Rasa perih ditangan setelah memukuli kap mobil miliknya mulai menjalar, berdenyut dan panas seakan membakar  kulit putih susu itu yang kini memar dan berwarna kemerahan.

Brisia memutuskan untuk kembali kedalam mobilnya, gadis dengan tinggi 168 cm itu melangkahkan kaki jenjangnya dengan gontai. Di dalam mobil ia merapikan rambut bergelombang hitam kecokelatan yang menutupi punggungnya, mengikatnya dengan rapi dan menoleh ke spion, memastikan riasan sederhana wajah cantiknya baik-baik saja.

Setelah amarahnya mereda ia bersandar dibalik kemudi, memikirkan kenapa ibu tirinya begitu membenci dirinya? Dan hal apa yang ibu kandungnya lakukan sehingga membuat ibu tirinya merasa tersiksa dan selalu merasa tak puas membalas dendam meski sudah membuat ibu kandung Brisia koma. Apakah ibu tirinya akan menyiksanya seumur hidup sampai Brisia merasa hidupnya benar-benar hancur?

“Gimana caranya bebas dari wanita tua itu?” gumamnya.

Terlintas sebuah ide gila dari otak Brisia sehingga ia bergegas menuju suatu tempat, dimana ia bisa bertemu dengan orang yang sepadan dan bisa membantunya membalaskan dendamnya pada wanita tua itu.

Dia menepi di sisi jalan. Mengamati beberapa mobil yang keluar dari dua menara gedung besar milik Parson Group. Ketika sebuah mobil berwarna hitam metalik melintas dan dikawal dua mobil lainnya, Brisia melihat seorang pria duduk di kursi belakang, berambut hitam berpotongan gaya curtain rapi dengan sorot mata tegas menatap jalan.

Benar kata pepatah, musuhnya musuh adalah teman. Apa sekarang saatnya aku menunjukkan diriku dan membuat perjanjian denganmu, Mr.Parson?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status