Share

Bab 2

Author: Oyenart
last update Last Updated: 2021-06-28 15:14:28

Kejutan hari ini belum berakhir. Nyatanya Brisia tergesa-gesa ketika mendapat telepon dari rumah sakit. Dia beberapa kali menabrak orang lain ketika berlari di lorong bangunan bernuansa putih itu. Nafasnya tersengal ketika ia sampai dan membuka pintu kamar VVIP.

“Bagaimana keadaannya?” tanyanya ketika melihat seorang dokter ditemani seorang perawat yang telah selesai melakukan pemeriksaan pada pasien.

“Keadaannya mulai membaik setelah kami beberapa kali melakukan tindakan, Nona,” jawab dokter Garra, dokter yang sudah menangani ibu Brisia selama dua tahun terakhir.

“Kenapa ibu saya bisa drop gini, Dok?” wajah khawatir terlihat jelas ketika Brisia sesekali melihat ibunya yang terbaring di ranjang.

“Sepertinya karena anda mengirim bunga yang salah pagi ini, Nona.”

“Mengirim bunga?” Brisia menaikkan sebelah alisnya, bingung karena pagi ini ia bahkan tak melakukan pengiriman apapun.

“Iya, tadi pagi ada kurir yang mengirimkan bunga ini untuk Nyonya Bianca. Lihat? Setelah saya perhatikan ternyata ini adalah bunga Aconitum atau sebagian orang awam menyebutnya bunga wolfsbane.” Dokter Garra memperlihatkan layar ponselnya, menunjukkan sebuah foto bunga cantik berwarna ungu pada Brisia.

“Apa itu? Apa bunga itu berbahaya, dokter?”

“Ketika seseorang menghirupnya apalagi dengan kondisi tubuh lemah, bunga ini bisa meracuni orang tersebut. Bahkan orang sehat saja yang terbiasa menghirup aroma bunga ini pun lambat laut akan mengalami kerusakan syaraf, kebutaan bahkan menyebabkan kematian.”

Penjelasan dari dokter Garra membuat Brisia terkejut, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat dan khawatir. Ia seperti mengingat suatu hal penting yang ada di rumahnya sekarang.

“Nona, apa anda baik-baik saja?”

Mata Brisia bergerak-gerik tak tentu arah. Kini ia mengkhawatirkan seseorang yang berada di rumahnya.

“Dokter Garra, saya harus pulang sebentar. Apa Dokter bisa menjaga ibu saya?”

“Tentu,” jawab dokter Garra sambil tersenyum.

Brisia segera meninggalkan rumah sakit. Sepanjang perjalanan ia mengumpat dan mengutuk wanita ular yang sayangnya adalah ibu tirinya.

***

Tak butuh waktu lama bagi Brisia untuk sampai ke ruang kerja milik papanya. Dia menekan beberapa nomor agar pintu ruang kerja itu terbuka, dia kesana untuk memastikan sesuatu.

Syukurlah wanita itu belum mengganti kode sandinya

Dengan seksama Brisia mengamati keadaan sekitar lalu perlahan menyelinap masuk ke ruang kerja tersebut.

Begitu pintu terbuka, dia tertegun. Ruang kerja ini sangat bersih dan rapi berbeda dengan ruang kerja milik papanya lima tahun yang lalu ketika pria tua itu masih sehat dan bisa menjalankan bisnis perusahaan dengan baik. Dulu Brisia ingat betul ruangan ini di penuhi bunga-bunga wolfsbane sama seperti foto bunga yang ditunjukkan dokter Garra.

 Tapi setelah kondisi papanya memburuk, dan ruang kerja ini ditempati ibu tirinya, tak ada satu pun bunga wolfsbane disana.

Kurang ajar! Wanita itu memang sengaja meracuni papa dari dulu!

Brisia mengedarkan tatapannya dan menemukan sebuah benda kecil yang menarik perhatiannya. Dia mendekati sebuah lemari di belakang meja kerja berbahan kayu jati yang kokoh dan besar, disana ia menemukan sebuah flashdisk bertuliskan PARSON GROUP.

“Apa ini …?”

***

Semua orang disini palsu, semuanya dibawah kekuasaan wanita itu. Dasar wanita kejam!

Brisia bersembunyi, berusaha agar tidak berpas-pasan dengan para pelayan yang bekerja di rumah keluarga Atmadja. Memang sebuah kenyataan pahit bagi Brisia yang satu-satunya anak tiri dari Renand Atmadja. Dari kecil hidupnya di kucilkan di rumah ini, tapi setelah dewasa dia diusir oleh ibu tirinya.

Semenjak wanita ular itu mengambil alih kekuasaan, ia tak segan mengancam keselamatan nyawa ibu kandung Brisia, menjadikannya bahan ancaman agar Brisia tutup mulut dan tak menbocorkan identitasnya sebagai anak tirinya. Baginya sosok Brisia yang hidup dengan status seperti itu adalah aib, perusak kehormatan keluarga Atmadja. Membuat bisnis Brisia bangkrut pun adalah alasan wanita itu agar Brisia tak memiliki uang untuk biaya perawatan ibu kandungnya. Jika Brisia tak punya uang, tentu Brisia akan bergantung padanya, dan selama Brisia bergantung padanya, selama itu pula wanita keji itu bisa mengatur dan mempermainkan hidup Brisia.

Brisia menggelengkan kepalanya, mencoba fokus dan lebih berhati-hati untuk menyelinap ke kamar utama. Perlahan Brisia membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

“Papa …,” panggil Brisia dengan lirih ketika seorang pria tua dengan rambut penuh uban duduk di kasurnya, menatap kosong ke luar jendela.

“Papa!” panggil Brisia kini lebih keras, membuat pria itu menoleh.

“Siapa itu? Apa itu kamu Jessy? Ma-masuklah, Papa ga bisa liat kamu padahal sudah pakai kacamata!” suara parau itu terdengar ramah ketika ia mengira yang datang adalah putrinya yang bernama Jessy.

Perlahan Brisia memasuki kamar milik papanya. Hatinya berkecamuk antara sedih, kecewa dan marah melihat berbagai macam bentuk dan ukuran bunga beracun itu tersebar dimana-mana memenuhi ruang kamar, belum lagi udara kamar ini begitu lembab dan menyesakkan.

Ibu tirinya memang sudah gila, dia sengaja memindahkan bunga beracun itu ke kamar setelah suaminya tak bisa memakai ruang kerjanya lagi.

Brisia berdiri di samping papanya dan menatap wajah pria berkarakter tegas itu dalam diam. Brisia menyadari bahwa papanya sudah tua, terbukti dari warna rambut serta keriput yang membungkus kulitnya.

“Papa ini aku,” ucap Brisia perlahan, terlihat ekspresi kaget Tuan Renand Atmadja ketika mendengar suara putri yang selalu di kucilkan di keluarganya.

“Kenapa kamu ada disini? Seharusnya kamu ga boleh masuk kesini! Berani-beraninya kamu masuk ke kamarku!” bentak Tuan Renand tanpa menatap putrinya, kini nada ramah itu berubah menjadi kasar ketika mengetahui gadis yang datang bukanlah putrinya yang dia inginkan.

“Papa ayo pergi dari sini!” pinta Brisia dengan canggung, dia memang tak dekat dengan papanya, berbeda dengan dua saudara tirinya.

“Kurang ajar, siapa kamu seenaknya saja nyuruh aku pergi dari sini?!” Tuan Renand berusaha meraih tongkat kayu berkepala naga miliknya yang senantiasa membantunya berjalan.

“Papa harus pergi dari sini, kalau enggak papa akan mati! Wanita itu sudah meracuni Papa bertahun-tahun!”

“Dasar anak Bengal! Berani-beraninya kamu berteriak?! Pergi kamu dari sini, pergi!” titah Tuan Renand yang telah berdiri dan berusaha mendorong Brisia dengan kedua tangannya yang lemah.

Mata Brisia berkaca-kaca melihat Papanya yang dulu gagah kini menjadi lemah dan kesulitan, semua itu karena ulah ibu tirinya. Apalagi ketika Brisia memperhatikan dengan seksama bola mata cokelat milik papanya seakan terlapis selaput berwarna abu. Mungkinkah itu adalah efek dari bunga wolfsbane yang mengganggu pernglihatan Papanya? Pantas saja saat tadi Brisia berdiri di ambang pintu pria itu tidak bisa mengenalinya dengan baik.

“Aku tahu Papa benci aku, tapi biarkan aku membalas kebaikan Papa yang sudah menghidupiku sampai sekarang! Biarkan aku membantu Papa!” Brisia mulai terisak, bulir-bulir airmata membuat jalur di pipinya membuat Tuan Renand terdiam.

Mata cokelat itu mulai menatap sayu wajah putrinya. Tuan Renand merasa sesuatu yang hangat terselubung di hatinya, ia merasa tersentuh oleh perhatian putrinya yang selama ini tak pernah ia hiraukan. Ingin rasanya Tuan Renand memeluk sosok anak yang berdiri di hadapannya, meminta maaf atas semua perlakuan buruknya dan pergi bersama putrinya dari rumah ini. Namun sifat egois dan gengsi Tuan Renand kembali mendominasi, dia berbalik menyembunyikan airmata yang sudah memenuhi pelupuk matanya. Mengontrol emosi dan memilih untuk kembali duduk di kasur sambil memunggungi Brisia.

“Aku tahu apa yang terjadi padaku, tapi aku tidak mau meninggalkan tempat ini karena itu artinya sama saja bahwa aku mengakui kekalahanku pada wanita itu,” ucap Tuan Renand dengan lirih.

Brisia mengernyitkan keningnya, sepertinya Papanya memang sudah mengetahui kebusukan istrinya itu namun pria tua yang dikenal keras kepala itu seakan memiliki cara tersendiri untuk bertahan dari istrinya yang pandai memanipulasi keadaan.

“Tapi Pa, kalau Papa terlalu lama disini, akan semakin membahayakan nyawa Papa!”

“Sudahlah! kalau kamu memang mau balas budi, selamatkan saja dirimu dan kembali jika sudah punya kekuatan.”

Brisia tak bisa memaksa papanya lebih jauh lagi. Dia tahu betul kalau papanya adalah orang yang keras kepala. Brisia memutuskan untuk kembali ke apartementnya sambil mengendarai mobil dengan perasaan hampa. Tatapannya kosong. Seakan segala hal yang berkaitan dengannya satu persatu di musnahkan oleh ibu tirinya.

Setibanya di apartement, ia merebahkan diri di sofa. Fikirannya kacau memikirkan perbuatan ibu tirinya yang benar-benar kejam. Brisia teringat ucapan papanya untuk kembali kerumah itu jika dia sudah punya kekuatan, tapi darimana dia bisa mendapatkan itu? Biaya pengobatan ibu kandungnya saja ia harus memohon belas kasih wanita keji itu. Rumah tak punya, mobil pun hanya mobil bekas yang sudah tua, kalau dijual pun tak seberapa. Bisnisnya hancur, tak ada lagi sumber pendapatan.

Brisia melempar tasnya hingga sebuah benda jatuh ke lantai. Ia memungut falshdisk yang sempat ia curi di ruang kerja milik ibu tirinya. Seolah mendapat pencerahan, Brisia segera menyambungkan flashdisk itu dengan laptopnya. Melihat isi file dari flashdisk untuk menghancurkan Parson Group. Tanpa ragu Brisia mulai menjalankan rencananya, ia memilih membelot dari keluarga Atmadja dan meminta bantuan pada rival keluarganya.

Belum sempat jarinya menekan tombol kirim agar emailnya tersampaikan, seseorang memergoki dirinya dan mencegahnya.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu mau mati, hm?!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 36

    “Aku hamil ….”Dengan tangan gemetar wanita itu menunjukkan tiga buah alat tes kehamilan yang sudah ia gunakan beberapa hari terakhir. Hasilnya? Tetap sama, dua garis merah tercetak jelas pertanda bahwa ada nyawa lain yang bersemayam dalam tubuh kecil miliknya.Layaknya pasangan lain, pria itu tersenyum tetapi bukan sneyum tulus maupun senyum bahagia, senyuman yang dibingkai dengan lesung pipi itu menunjukkan rasa puas karena aksi liciknya akan segera dimulai.“Kamu mau cek ke dokter, atau langsung kerumah barumu?” tawar pria bersuara baritone lembut, sementara gadis dihadapannya tetap bergeming.Tak!Pria itu melempar sebuah kartu creadit, menghempas keras pada paha gadisnya, seraya bangkit dan membenarkan jasnya dia berujar,“Sesuai kesepakatan kita, itu bayaranmu dan mulai sekarang pergilah pada kekasihmu, nikmatilah hidup mewah serta tempat yang seharusnya menjadi milikmu, kamu sudah menantinya, bukan

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 35

    “Elena hamil? Kamu serius?”Mata tajam Theo menatap lekat manik cokelat milik Brisia, semenjak Theo menjemputnya dengan mobil sport miliknya, Brisia tak tahan lagi untuk berbagi informasi dengan suaminya.“Tapi Elena ga mau bilang usia kehamilannya, tapi sepertinya sudah menginjak bulan ketiga, melihat perutnya yang mulai membuncit. Bagi super model sekelas Elena, tentu saja dia akan menjaga bentuk tubuh, bukan?”Theo tak menanggapi, ia hanya fokus pada jalanan yang ada di hadapannya tetapi pikirannya kini menjadi bercabang.Apa benar anak yang dikandung Elena milik Elios? Apakah ini salah satu alasan kuat mengapa mereka menikah dengan cepat? Jika memang itu benar-benar anak Elios, keturunan parson generasi ke empat, maka akan mengancam posisi itu! Ck, dasar Elios si bedebah!***Senyum Brisia merekah saat Theo membawanya pulang ke apartement milik Theo, tempat yang mengurung Brisia sebelum ia sah menjadi ist

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 34

    Sebuah pesawat maskapai ternama akhirnya tiba di negara tujuan. Sinar matahari yang terik seperti membakar lapisan kulit Brisia yang seputih susu. Syukurlah kacamata hitam yang bertengger di hidungnya dapat menyelamatkan kedua mata indahnya dari teriknya intensitas cahaya yang ia terima.Sebuah mobil classic Roll Royce Sweptail kepunyaan Theo telah bertengger, salah satu pintunya terbuka dengan seorang pengawal berdiri di sisinya, siap untuk mengantar Tuannya kembali ke kediaman mereka.Dingin dan hening, inilah hal yang membuat Theo nyaman. Kedua mata tajam itu terpejam untuk sesaat, membuang rasa lelah selama di perjalanan atau sekedar mempersiapkan diri untuk sesuatu hal yang baru.“Theo, hp-mu sepertinya ada panggilan masuk!” ujar Brisia, suara sopran itu mengusiknya. Theo tahu ada panggilan masuk ke ponselnya, ia berusaha tak mempedulikannya tetapi Brisia malah menyadarkannya.Diambilnya benda persegi panjang pipih itu dari saku celana, s

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 33

    Dia mau apa sih? Dia mau cium? Di tengah kerumunan kaya gini? Apa Brisia gak waras?Pertanyaan Theo terjawab detik berikutnya saat Brisia mendekatkan mulutnya ke daun telinga Theo.“Aku haus!” jawab Brisia, ia menarik diri sembari menunjukkan senyum tiga jari.“Jadi?” Theo seolah tak peka dengan permintaan istrinya, dia mulai kesal karena kegerahan dan merasa sumpek berada di tengah keramaian, belum lagi tingkah aneh istrinya yang hampir saja membuat dia salah tingkah.“Kamu tunggu di sini, aku mau beli minum sebentar!” ucap Brisia seraya berdiri.Secepat kilat Theo menyambar tangan Brisia, membuat gadis itu tertahan dan menoleh ke arahnya. “Apa?”“Kamu tunggu di sini, saya saja yang beli. Ingat, jangan kemana-mana sampai saya kembali!” titah Theo seraya bangkit dan meninggalkan Brisia.Kedua mata Brisia masih saja mengekor pria itu, sampai Theo berada di sebuah boot

  • Menikahi Tuan Parson   32

    “Hwaaa …!”Teriakan Brisia seolah mewakili seluruh kepenatan yang ia timbun selama ini. Kedua tangannya diangkat keatas, sesekali matanya terpejam saat roller coaster yang dia naiki menukik tajam. Sementara beberapa helai rambut miliknya melambai-lambai mengganggu wajah tampan seorang Theodore, memasang wajah datar tanpa ekspresi ketakutan atau antusias seperti pengunjung lain. Bagi Theo, tugasnya adalah mendampingi dan menjaga Brisia, suami yang harus rela bersabar mengikuti semua keinginan sang istri untuk mencoba hampir seluruh wahana di taman hiburan.Padahal satu jam yang lalu ketika insiden rambut Brisia menyangkut di kancing celana Theo tepat saat itu pula kedua orangtuanya melakukan video call, panik? Tentu saja! Tapi bukan Theo namanya jika tak pandai mengontrol ekspresi dan berkilah. Dengan mengorbankan memotong rambut Brisia agar rambut istrinya bisa terlepas dari lilitan kancing celana Theo, kini wanita itu terkesan imut karena memiliki p

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 31

    Malam masih panjang, tetapi seorang gadis masih terjaga. Dia tak bisa terlelap sedikit pun, yang mampu ia lakukan kali ini hanya duduk di pembaringan, menatap kosong langit kelam yang membentang di balik jendela dan sesekali menoleh pada pria yang terlelap di sampingnya. Tidur dengan nyenyak tanpa busana, hanya selimut tebal tanpa corak yang menutupi tubuh mereka.Pergolakan hati gadis itu semakin menjadi-jadi, diambilnya sebuah ponsel butut dan mengirimi pesan tak henti pada seseorang, mencoba mencari pelampiasan tapi orang yang ia hubungi tak pernah meresponnya, tentu saja hal itu semakin membuat gadis berpipi tembam itu kecewa. Bulir-bulir bening dari kedua mata sipitnya semakin lama semakin deras, ia hanya mampu menggigit bagian selimut untuk menyembunyikan isak tangisnya.Kak Theo, aku mohon selamatkan aku!***QiqiLand Hotel.Suara pengering rambut terdengar dari bilik kamar mandi, Theo tahu betul bahwa istrinya sudah hampir selesai

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 30 (!)

    “Ini kali terakhir saya meminta, bersediakah kamu mengandung anak saya …?”..Tubuh Brisia bergerak kikuk tak tentu arah menahan diri untuk tak menggeliat maupun sekedar mengeluarkan desahan akibat sentuhan abstrak jari-jari jenjang Theo. Beberapa kali gadis itu menggigit bibirnya sendiri ketika tubuhnya dihujani kecupan panas dari bibir seksi milik suaminya.Deru nafas dan dentuman jantung seakan berlomba-lomba menyeret Brisia dalam jurang kenikmatan. Untuk pertama kalinya, gadis itu tak tahu apa yang harus dia lakukan, dalam pikirannya ia tak mau melakukan ini, dia belum sepenuhnya percaya pada Theo yang pandai bermain peran, pria manipulative dan ambisius, Brisia tak ingin menyerahkan mahkotanya secepat ini.Tetapi, ketika pikirannya sibuk menimbang penilaiannya yang naif, di sisi lain Brisia menginginkan lebih, segala hal yang Theo lakukan padanya kali ini seakan menjadi candu yang memabukkan. Secara naluri Brisia pun menikm

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 29

    “Aaaaa~ wah, hebat!” ungkap Theo saat istrinya memakan lahap sesendok penuh makanan yang ia suapi. Brisia hampir saja tersedak karena porsi yang Theo berikan sungguh banyak. Setelah Theo berhasil berbohong dengan mulus pada ibunya, Brisia hanya mampu mengiyakan dan meladeni segala permainan Theo.Sampai saat keduanya berpamitan untuk pulang karena jam besuk sudah berakhir, selain itu lambat laun hari pun mulai gelap. Theo kembali tak mengacuhkan istrinya, ia jalan duluan sambil menyeret koper menyusuri trotoar mencari hotel tempat mereka menginap.Sedangkan Brisia? Gadis itu jelas bermuka masam. Theo kembali ke sifat asal, selalu tak acuh dan malah menganggap Brisia transparan, sama sekali tak peduli bahwa gadis itu kesulitan menyeret barang bawaannya.Brisia berhenti, kakinya kesakitan. Dia melepas heels yang membuat kakinya pegal seharian. Dilihatnya lagi punggung suaminya telah menghilang, namun ia tak panik. Jika dia kehilangan jejak Theo, Brisia

  • Menikahi Tuan Parson   Bab 28

    “Hah, sialan!” umpat seorang wanita tua di dalam ruang kerjanya. Ada tiga buah botol alhokol berjejer di mejanya, dua di antaranya sudah teguk habis oleh Anne seorang diri.Sudah sejak sore hari Anne menghabiskan waktunya di ruang kerja, berkutat dengan segala masalah yang tertimbun dibenaknya, semakin ia memikirkan segala masalahnya, semakin besar pula Anne membenci putri tirinya. Andai saja anak itu tidak bertemu keluarga Parson, tentu saja perusahaan tidak akan drop seperti ini.Pernikahan Brisia dengan Tuan Muda Parson itu berdampak besar bagi perusahaan, semakin hari semakin sulit untuk mendapat relasi dan investor, beberapa kali tim audit datang dan memeriksa keuangan perusahaan, hanya karena Anne menyembunyikan putri tirinya maka spekulasi tentang penggelapan uang yang di lakukan Anne pun bermunculan.“Hah!”Anne mendorong ketiga botol minuman alcohol itu, suara pecahan botol terdengar nyaring sampai ke luar ruangan. Tepat s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status