Share

Bab 8. Berpelukan

Mentari telah muncul dari peraduan, setiap insan manusia kini siap memulai aktivitas. Begitu juga dengan seorang gadis berambut panjang diikat gaya ekor kuda. Sebuah apron telah melekat di tubuhnya, bersiap untuk membuka warung makannya.

Berbagai makanan telah ia susun rapi di steling makanan, kemudian ia beranjak untuk melap semua meja dan merapikan kursi, menyusun kotak-kotak tisu di atas meja. Ia memindai semua sudut warung makannya, setelah merasa semua rapi ia pun beranjak ke arah stelling untuk bersiap menyambut para pelanggannya.

Hari ini sang asisten tidak bisa menemaninya karena sedang sakit. Ia sendiri yang harus bekerja melayani para pelanggan.

"Satu piring nasi uduk, Mbak Ayu sekalian dengan teh hangatnya."

"Baik, Mas," ucap Ayu sopan.

Ia pun mempersiapkan pesanan dengat cekatan dan mengantarnya ke meja yang ditempati pelanggan tersebut.

"Silahkan dimakan, Mas," ucapnya setelah meletakkan sepiring nasi uduk dan teh hangat di atas meja.

"Terima kasih, Mbak Ayu. Sediri aja nih?" tanyanya sembari mengedarkan pandangan seperti mencari-cari sesuatu.

Ayu menggangguk sebagai jawaban. "Ati kemana emang?" tanya pria itu.

"Lagi sakit, Mas. Dari semalam sudah minta izin buat kerja hari ini," jawab Ayu dan meninggalkan pria itu.

Satu persatu pelanggannya telah bermunculan, Ayu dengan cekatan mengantar pesanan ke setiap meja pelanggan. Peluh mulai bercucuran dari dahinya. 'Seharusnya gue minta tolong anak Bu Sapri buat bantuin gue hari ini' bathin Ayu.

Ia sangat kewalahan di pagi ini, tanpa ia sadari seorang pria mengangkat piring-piring kotor dari atas meja dan memindahkannya ke dapur. Lengan kemeja digulung sampai ke siku, hingga menampilkan otot-otot kekar di lengannya.

"Kalau kamu capek, istirahat saja dulu. Biar saya yang melayani mereka."

Suara bariton mengagetkannya dan membuat ia harus membalikkan badan ke arah sumber suara. Sontak ia mengerjapkan matanya berulang kali, memastikan penglihatannya tidak salah.

"Bang A-dam?" Ayu terbata tak percaya dengan pria tinggi tegap di hadapannya.

"Benar ini Bang A-dam?" tanyanya lagi memastikan apakah pria itu benar-benar Adam yang ia kenal. Abang kelasnya sewaktu ia duduk di bangku SMA.

"Iya, ini Abang kesayangan kamu," jawab pria yang bernama Adam itu.

"Dari mana Abang tahu, kalau Ayu ada di sini?"

"Kamu istirahat saja dulu. Duduk sebentar mumpung belum ada yang beli. Piring kotornya biar Abang yang bereskan," ucap Adam sembari berlalu hendak mengambil piring kotor, tapi langkahnya terhenti ketika Ayu memanggilnya.

"Bang!" panggil Ayu dan Adam pun berbalik.

"Ada apa?" tanya Adam dengan lembut. Ternyata pria yang penuh rajaman di sekujur tubuhnya bisa selembut ini.

"Kangen," ujar Ayu dengan manja dan mendekat untuk memeluk tubuh Adam. Namun, sebelum memeluknya ia memasang apron pada tubuh pria itu dan mengikatnya denga rapi. Ia memeluk tubuh Adam dengan erat dan Adam mengelus punggung Ayu yang sudah ia anggap seperti adik sendiri.

Pemandangan di hadapannya membuat seorang pria mengeratkan kepalan tangannya, rahangnya mengeras, napasnya memburu, dan dadanya naik turun. Netranya menatap tajam seolah siap untuk menghunus dua insan yang sedang berpelukan itu. Giginya bergemelutuk ketika netranya bertatapan sekilas dengan pria yang memeluk Ayu.

Dito belum menyadari perasaan bosnya, ia melangkah dan memasuki warung dan berdehem agar dua insan itu saling melepaskan pelukan.

"Ehm."

Ayu segera melepaskan pelukan dari Adam dan membalikkan badan, sementara Adam ia langsung kembali menyimpan piring-piring kotor ke dapur dan mencucinya.

"Mau pesan apa Pak Dito?" tanya Ayu ramah. Capeknya sudah hilang dan wajahnya kini kembali bersemangat.

"Saya pesan lontong saja, Mbak Ayu. Jangan lupa teh hangatnya, Mbak," ucap Dito memperingatkan. Ia pun menoleh dan mendapati bosnya masih mematung yang padangannya tertuju entah kemana.

"Ren!" panggil Dito. "Lo kok masih bengong di situ? Lo jadi makan gak?" lanjutnya sambil menghampiri Rendra.

Ia pun mengibaskan tangan di depan wajah pria yang mengenakan kemeja berwarna abu-abu itu. Sontak Rendra mengerjapkan mata dan ia terkejut.

"A-apa?" ucap Rendra terbata.

"Lo mau pesan makan apa?" tanya Dito sekali lagi.

"Samain sama pesanan lo," jawab Rendra dan melangkah masuk ke warung tanpa menoleh pada Ayu.

"Mbak, Yu, jadi dua ya!" seru Dito dan melangkah mendekati Rendra.

"Siap Pak Dito," jawab Ayu dengan senyuman di wajah putihnya.

Ayu mengantar pesanan ke meja di mana Dito dan Rendra duduk dengan jantung berdebar. Ia menarik napas dalam dan menghembuskannya guna mengurangi debaran jantung. Entah kenapa asal ia melihat pria berkemeja abu-abu itu jangtungnya seolah ingin melompat dari rongganya. Apalagi semenjak kejadian di kebun kopi tempo lalu.

"Ini pesanannya Pak," ucap Ayu sembari meletakkan dua piring lontong ke hadapan Dito dan Rendra, tak lupa ia letakkan 2 gelas teh hangat.

"Terima kasih," ucap Rendra.

Dito memalingkan wajah menatap sang bos, keningnya mengkerut dan bola matanya hampir melompat keluar. Ia tak percaya atas apa yang didengarnya.

"Ia mengucapkan terima kasih?" gumannya lirih hampir berbisik.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status