Share

Bab 7. Kunjungan Ke Jakarta

"Tumben lo cepat bangun," ujar Dito yang melihat Rendra sedang duduk di kursi pantri.

"Gak bisa tidur," jawab Rendra tanpa mengalihkan padangan pada Dito yang sedang menghampirinya.

"Masih mikirin Calantha?" tanya Dito seraya mengeluarkan dua buah gelas dan membuat coklat panas.

Bukan. Jawaban itu hanya mampu Rendra suarakan dalam hatinya. Ia sudah tak berharap banyak lagi dengan Calantha. Ia yakin gadis itu baik-baik saja atau mungkin sudah bahagia dengan pria lain.

"Minum ini."

Dito menyodorkan secangkir coklat panas pada Rendra dan langsung menyesapnya.

"Hari ini gue mau balik ke Jakarta. Lo gak pa-pa gue tinggal?" tanya Dito sembari menyesap coklat panas buatannya.

Dito sudah terbiasa pulang pergi ke Jakarta, sesekali dia juga menginap. Namun, tidak pernah menginap sampai 3 malam. Ia percaya dengan Aryo, manajer di perkebunan ini yang mampu mengurus semua pekerjaan dengan baik.

Jika bosnya Rendra berada di sini, tak perlu lagi ia lebih sering berkunjung ke desa ini. Ia yakin dengan kemampuan bosnya, meski belum sepenuhnya tau tentang kinerja ekspor-impor dalam perkebunan dalam sekejap mata bosnya pasti langsung bisa mempelajarinya.

"Lo tenang aja, gue akan baik-baik aja di sini," jawab Rendra sembari meneguk coklat panas buatan Dito.

"Lagian ini hari libur, para pekerja juga sedang libur bukan? Jadi gue bisa sedikit bersantai," lanjutnya kemudian beranjak dari pantri.

Berjalan-jalan di sekitar kebun teh sepertinya ide yang bagus. Dari perkebunan teh milik PT. Makmur Sejahtera, kita bisa melihat langsung bangunan-bangunan perkotaan. Desa ini masih terjaga keasrianya, rumah-rumah penduduk juga masih banyak yang berbentuk rumah panggung. Mungkin hanya villa mereka yang bangunannya sudah modern.

***

"Setelah lima tahun kau berada di tempat persembunyian. Akhirnya kau mau mengunjungi kota Jakarta ini lagi," seru Roma pada Ayu.

Mereka janjian untuk bertemu di sebuah kafe karena hari ini adalah hari libur. Ini pertama kali Ayu menginjakkan kaki di Jakarta setelah lima tahu ia berada di desa X.

"CK!" Ayu berdecak kesal. "Bukan gak mau gue ke sini. Lo tau sendiri begitu sibuknya gue."

Alasan itu memang tak sepenuhnya salah. Ayu memang selalu sibuk, tepatnya ia menyibukkan diri. Melakukan berbagai hal hingga ia lupa akan kejadian yang menimpanya yang membuat ia harus pindah ke Desa X.

Jika bukan karena pria itu, ia takkan mungkin berada di desa X dan keluar dari perusahaan. Namun, ia juga tak bisa sepenuhnya menyalahkan pria arrogant itu, karena ia yang menantang atasannya sendiri dan ia kalah. Ia harus siap menerima kekalahannya.

Roma mengangkat gelas berisi Cappucino dan menyesap isi dalam gelas itu kemudian meletakkan kembali ke meja. "Lo berencana mau kembali ke kota ini?"

"Belum ada rencana, tapi kemungkinan ada keinginan untuk tinggal di sini lagi," jawab Ayu sembari meminum lemon tea miliknya.

Ayu berencana ingin membuka sebuah kafe dengan konsep rooftop. Sepertinya kafe merupakan tempat tongkrongan hits di jaman sekarang ini. Begitu banyak kafe yang baru buka dan menjamur disetiap sudut kota.

"Baguslah, jadi aku ada teman di sini dan gak perlu lagi aku berkunjung ke tempat kau," ujar Roma sembari menyeringai jail.

Ayu memukul pelan lengan Roma, beruntung Roma sedang tidak memegang gelas cappucinonya. Bisa dipastikan apa yang akan terjadi lantai akan kotor terkena tumpahan cappucinonya dan juga gaun yang ia kenakan.

"Jadi selama ini lo merasa terbebani setiap berkunjung ke tempat gue?" Ayu berpura-pura memberengut kesal dan Roma terkekeh melihat sikap kekanakan Ayu.

Selama ini Roma selalu rutin berkunjung ke Desa di mana Ayu tinggal. Setiap akhir pekan ia selalu datang menemani Ayu, bahkan 2 tahun terakhir liburan natal dan tahun baru Roma tidak pulang kampung, justru ia pergi mengunjungi Ayu. Ia malas jika harus pulang ke kampung halaman. Karena akan selalu muncul pertanyaan 'kapan nikah?' Kalau Roma menikah, mereka yang bertanya apa mau membiayai semua biaya pernikahannya?

"Sedikit," jawab Roma dengan nada bercanda seraya membuat ibu jari dan telunjuk seperti menyerupai paruh burung.

Ayu menarik napas dalam dan mengeluarkannya dari mulut. Ingin bercerita ia belum siap sepenuhnya.

"Kau kenapa? Kalau kau ada masalah ceritakan sama aku. Jangan kau simpan sendiri. Meski aku tak bisa membantu, setidaknya beban dalam pikiran kau berkurang walau hanya sedikit."

"Tidak apa-apa. Gue baik-baik aja." Akhirnya Ayu memilih untuk tidak menceritakannya pada Roma. Mungkin belum saatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status