Tristan masih termenung di tempatnya terduduk. Meski mobil Albert dan Olivia telah lama meninggalkan tempat itu. Tristan seperti kehilangan akal saat ini. Dia tidak tau harus berbuat apa dan akan pergi kemana. Pikirannya buntu, saat teringat dengan kata-kata yang diucapkan Albert padanya tadi.
"Olive, aku sangat berharap semua ini tidak serius. Kuharap kau akan menjelaskan ini kepadaku besok." Akhirnya Tristan menuju mobilnya, dan meninggalkan kampus dengan hati yang masih penuh dengan kegundahan.
Sudah jam dua siang, saat Albert dan Olivia memasuki mansion. Olivia yang masih kesal dengan sikap semena-mena Albert, masuk dengan wajah yang cemberut. Olivia langsung menaiki anak tangga menuju ke kamar. Albert hanya mengikuti dari belakang.
"Aku tau kau masih anak kecil, tapi jangan bersikap kekanak-kanakan seperti itu." Tegur Albert saat masuk kamar dan membuka jasnya.
"Aku memang masih anak kecil, lalu mengapa pria tua sepertimu tertarik untuk men
Olivia mendengkus kesal mendengar perkataan Albert. Sementara Jane meninggalkan mereka dengan senyum dan hati yang bahagia. "Tuan, semoga kau bisa benar-benar membuka hatimu pada Nona Olivia. Agar kenangan buruk di masa lalu itu bisa hilang dari ingatanmu." Ucap Jane dalam hatinya. Jane sudah merawat Albert sejak kecil, jadi dia tau seluk beluk kehidupan Albert di masa lalu. Albert makan dengan lahap. Olivia baru sekali ini melihatnya makan dengan porsi yang banyak. Olivia makan hanya sedikit, sekedar pengganjal lambungnya saja. "Kenapa kau makan sedikit sekali? Apa makanan ini tidak ada yang sesuai dengan seleramu?" Tanya Albert saat selesai makan dan membersihkan sudut bibirnya dengan sapu tangan. "Aku diet!" Jawab Olivia singkat dan ketus. "Kau memang harus diet. Kau tau berapa berjuangnya aku mengangkat tubuhmu yang berat itu ke lantai atas?" "Ka-kapan kau melakukannya?" "Saat kau tertidur di dapur." "Salahmu se
Semalaman Albert bekerja lembur di ruang kerja mansionnya. Ia harus menyiapkan segala sesuatu untuk launching merek parfum terbarunya. Perusahaan Albert bergerak di berbagai bidang, salah satunya adalah parfum. Albert selalu mengandalkan kemampuannya sendiri untuk hal penting seperti ini. Dia adalah seorang pria yang mencintai ke sempurnaan. Dan dia hanya akan puas dengan sesuatu yang dia rancang sendiri. Albert tertidur di kursi kerjanya saat jam satu malam. Olivia yang terbangun di jam tiga dini hari karena merasakan haus, melihat tidak ada Albert yang tidur di kamarnya lantas menjadi heran. "Kemana pria itu pergi di jam seperti ini? Atau... jangan- jangan dia tidak tidur di kamar ini semalam?" Olivia berkata sambil menjangkau ceret airnya, dan ternyata itu kosong. "Huh.. habis. Aku harus mengambilnya sendiri ke dapur. Hoooaamm." Olivia jelas sekali masih ngantuk, saat mencoba memakai sendal rumahnya. Olivia berjalan ke dapur dengan lang
Mungkin karena ini bukan kali pertama pria ini melakukannya, Olivia tidak lagi melakukan perlawanan. Dia bahkan mulai mengimbangi permainan Albert. Tangan Albert melesap cepat ke balik baju tidur tipis yang di gunakan Olivia. Menyentuh benda kecil yang sudah menyembul dari tadi. Jarinya bermain di sana, memilin-milin lembut dan sesekali meremas penuh benda kenyal itu."Aaaahh..." Desah Olivia saat ciuman Albert turun ke leher jenjang miliknya. Tangannya masih bermain di tempat semula. Membuat gadis itu menggelinjang karena merasakan kenikmatan. Hal yang selalu ia rasakan saat bercumbu dengan Tristan, tapi mereka tidak pernah menuntaskan permainan itu. Tristan terlalu menjaga Olivia dengan sangat baik.Olivia yang sudah pernah bercinta dengan Albert untuk pertama kali, merasa bahwa tubuhnya menginginkan sesuatu yang lebih saat ini.Tangannya mulai menyentuh perut Albert yang mengeras. Membuat pria itu kembali merasakan hasratnya sudah di ubun-ubun oleh sentuhan t
Setelah Olivia selesai mandi dan berpakaian, dia segera turun ke bawah. Saat ini Olivia tampak mengenakan celana jeans ketat bewarna hitam, yang terdapat beberapa bolong di paha dan betis sebagai bentuk trend masa kini, kaus oblong bewarna putih. Olivia juga mengenakan topi meski rambut panjangnya terurai. Sepatu kets bewarna putih dan menenteng sebuah tas ransel mini bewarna hitam. Sungguh sangat modis untuk anak seusianya. Albert sudah menunggu di meja makan, untuk sarapan bersama. Ia memperhatikan dengan detail penampilan Olivia dan memicingkan mata pada bagian jeans yang bolobg-bolong. "Apa kau tidak punya celana lain untuk kau kenakan?" Sindir Albert tak suka. "Memangnya kenapa? Ini sedang trend. Kau mana tau hal itu, kau kan sudah tu..." Olivia menggantung ucapannya saat melihat Albert menatapnya dengan raut muka marah. "Maksudku, pria pekerja keras yang selalu berada di kantor sepertimu mana mungkin paham trend fashion anak muda zaman sekarang.
Olivia dan Albert naik sampai ke lantai dua belas. Lift itu tepat berada di samping ruangan CEO. Ruangan siapa lagi kalau bukan Albert. Olivia masih terpana dengan suasana gedung ini. Sungguh besar dan menakjubkan. Tanpa sengaja, ia tersandung dan hampir jatuh. Untung dengan cepat Albert menyambutnya. "Berhati-hati lah saat berjalan, gunakan matamu." Hardik Albert, membuat Olivia kesal sekaligus malu. Lalu Albert masuk terlebih dahulu ke dalam ruangannya. Meninggalkan Olivia yang masih termangu sendiri di depan lift itu. Kebetulan, Lucy baru saja datang saat kejadian itu. Dia hanya melihat bagian Olivia disambut Albert dan di hardik oleh Albert. Ia tidak melihat bahwa Olivia datang bersama Albert. "Dari mana asal gadis kumal ini? Kenapa ia bisa di sini? Dan, berusaha menggoda Tuan Muda? Cih, sungguh jalang yang menjijikkan. Panggil pihak keamanan dan usir dia keluar." Titah Lucy pada seorang petugas kebersihan yang kebetulan melintas di sana.
Sementara, yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan itu adalah jauh berbeda dari yang dilihat oleh Lucy dari ruangannya. "Lihat ini, sepertinya dasimu tidak rapi. Biar aku rapikan." Olivia sengaja mencari alasan agar bisa lebih dekat dengan Albert. Karena ia melihat Lucy yang dari tadi sengaja memandang ke arah ruangan ini. Jadi, sifat jahil ingin mengerjai wanita itu muncuk dalam benak Olivia. "Sepertinya, kau mulai perhatian padaku?" Albert hanya diam saat Olivia duduk di sudut mejanya, sementara Albert duduk di kursi kebangsaannya itu. Olivia menjadi gugup saat mengikat kembali dasi yang melingkar di leher Albert. Karena pria itu dengan terang-terangan memandang Olivia dengan penuh arti. "Ehem... I-itu hanya karena aku berusaha bersikap baik padamu." jawabnya pura-pura tak melihat Albert masih memandangnya. "Untuk apa kau melakukan itu? Agar aku memberikanmu uang yang banyak? Biasanya, anak sekolahan sepertimu ini sangat suka memoroti sugar daddy-n
Monic menatap tajam pada Olivia yang berada tepat di belakang Albert. Gadis itu tampak sengaja bersembunyi di sana. 'Siapa gadis yang dibawa Albert itu?' Monic berucap di dalam hati. "Sayang, kau datang?" Melihat sikap Monic yang ramah dan manja pada Albert, entah mengapa Olivia merasa hatinya seperti tertusuk jarum. 'Ada apa denganku? Kenapa hatiku sakit, saat wanita itu memanggilnya dengan sebutan sayang dan tersenyum manja ke arahnya? Dia itu kan isteri pertamanya, wajar saja jika mereka sangat akrab dan penuh kasih sayang.' Olivia berkata dalam hatinya dengan wajah yang tetap terlihat kesal. "Apa kau sudah selesai? Aku akan melakukan sesi pemotretan parfum keluaran terbaru sekarang." Albert tidak suka terlalu akrab saat berbicara dengan Monic. "Aku bisa menunda yang ini untukmu, lalu apakah aku bisa menjadi modelnya kali ini? Oh iya, sayang, siapa gadis yang kau bawa itu?" Monic berusaha tetap ramah agar Albert menaruh simpatik padanya.
Pemotretan itu berlangsung hingga dua jam lamanya. Bagi Olivia yang sama sekali belum pernah terjun di bidang ini, tentu ini adalah pekerjaan yang melelahkan. Kini ia tersandar pada sebuah kursi dengan sebotol air mineral di tangan kirinya. "Huufftt... Ternyata jadi model itu sama sekali tidak semudah yang aku bayangkan. Dibalik gambar yang indah, ada perjuangan yang tanpa batas. Bahkan untuk mendapatkan satu hasil yang memuaskan saja harus melakukannya sampai setengah jam." Olivia mengeluh. Entah siapa lawan bicaranya, dia tak peduli. "Pekerjaan yang dihasilkan dari menyerobot hak dan milik orang lain itu memang tidak menyenangkan, gadis kecil." Monic yang mendengar keluhan Olivia langsung menyela. "Siapa yang kau maksud menyerobot hak dan milik orang lain? Aku? Jelaskan apa yang kurebut dan dari siapa?" Olivia merasa Monic sengaja mencari masalah dengannya. Maka, ia dengan senang hati meladeninya. Jiwa tomboy itu belum hilang dari dalam dirinya. "Te