Di mansion mewah miliknya, Albert sedang berkutat di depan laptop kerjanya. Tiba-tiba ponselnya berdering.
"Ada apa, Mike?" Albert to the point pada si penelpon yang tak lain dan tak bukan adalah orang kepercayaannya, Mike.
"Tuan, hasil tes DNA sudah keluar. Aku sedang dalam perjalanan ke mansion untuk mengantarkannya padamu." jawab Mike di ujung telepon, sambil mengemudikan mobilnya.
"Baik, segeralah. Aku menunggumu di ruang kerja." Albert mengatakan itu, kemudian menutup panggilan sepihak.
Albert sudah tidak fokus lagi memeriksa pekerjaannya. Perasaannya tak tenang saat ini, pikirannya tak karuan. Ia tak sabar lagi menunggu kedatangan Mike.
Tepat pukul lima kurang dua puluh menit, terdengar suara ketukan pintu di luar ruangan kerjanya.
"Masuk," jawab Albert dengan wajah tegang.
Pintu terbuka dan muncullah orang yang sudah di tunggu-tunggunya sejak tadi. Mike masuk dan langsung menyodorkan amplop putih itu di depan wajah Alber
Albert masih terdiam dan merenungi semua ucapan yang dilontarkan Olivia tadi. Hal itu mengingatkan dirinya pada saat-saat pertama pertemuan dan pernikahannya dengan Olivia. Gadis itu sangat galak. Dia selalu saja berbicara dengan nada marah dan menentang Albert. Tapi, karena sikapnya itulah Albert akhirnya menjadi luluh dan jatuh cinta padanya. 'Apakah kata maaf saja, cukup untuk menebus semua kesalahanku di masa lalu? Andai dulu aku mendengarkan penjelasanmu. Akan terlalu banyak mungkin yang terucap untuk semua waktu yang kulewati tanpa dirimu. Maafkan aku!' lirih Albert dengan tatapan sendu pada sebuah gambar di dalam bingkai kaca kecil di atas meja kerjanya. Saat mengetahui tentang identitas Zacky dan Zahra, Albert juga mengetahui cerita sebenarnya tentang kejadian empat tahun silam. Semua gara-gara Monica. Wanita licik itu telah merubah banyak hal dalam hidup Albert dan Olivia. Tapi kini, Monica sedang berada di pusat rehabilitas karena kecanduan narkoba.
Tak lama mereka berjalan, sampailah mereka di dalam hutan yang lebat dan mencekam. Tidak tampak satu pun binatang yang melintas di sekitar mereka. Chris melihat ke kiri dan kanan, menatap pada Brian dan Gery. Mereka saling melirik satu sama lain. "Bagaimana ini? Tidak ada satu pun hewan yang leeat sejak tadi. Sepertinya kita harus masuk lebih jauh," ucap Crish dengan nada sedikit mengeluh. "Kau benar, ayo kita berjalan lagi. Mungkin, karena ini terlalu dekat dengan pemukiman, jadi hewan-hewan itu tidak berani mendekat," timpal Brian membenarkan. "Tapi, kita akan terlambat pulang jika berjalan lebih jauh. Apalagi tadi kita tidak meminta izin pada seorang pun anggota keluarga. Mereka pasti cemas jika kita terlambat pulang," Albert enggan mengikuti saran para sepupunya. "Al, apa kau takut?" tanya Chris dengan nada mengejek. "Kalau kau takut masuk hutan pada malam hari, bagaimana kau bisa melindungi keluarga besar kita suatu saat nanti?" Gery turu
Dua hari sudah Albert berada dalam rumah kosong yang menyeramkan itu. Saat malam tiba, suasana akan sangat menakutkan. Apalagi, tidak ada satu lun cahaya yang masuk ke dalam ruangan tempatnya di ikat. Albert sudah putus asa. Tidak ada yang mungkin bisa menolongnya. Terlebih lagi, mitos yang membuat masyarakat di sana enggan untuk mendekati rumah tua yang kosong itu. Saat ini, tubuhnya sudah semakin lemah. Jangankan makan, minum sana dia tak ada barang setetes pun selama dua hari ini. Wajahnya pucat, bibirnya pecah-pecah. Sepertinya sudah dehidrasi berat. Saat ini, hanya berdoa dalam kepasrahan yang bisa Albert lakukan. Masih berharap ada keajaiban datang menghampirinya yang malang. ***** Di sebuah desa yang cukup jauh dari hiruk pikuk kebisingan kota, tinggallah sepasang suami istri dengan seorang anak perempuan yang sangat cantik dan lucu. Namun, anak mereka ini terlihat sangat tomboy dan berani di bandingkan dengan anak perempuan lainnya
Lama Olivia terdiam di tempatnya berdiri. Seorang remaja laki-laki sedang sekarat di dalam sana. Dengan tangan dan kaki yang terikat. Wajah yang memar dan sangat pucat. Ingin rasanya Olivia menolong, tapi tak tau harus berbuat apa. Sesekali ia berpikir untuk meninggalkannnya saja, karena takut jika nanti dirinya atau orang tuanya malah terkena masalah. "Hai, Adik kecil...tolong aku..." ucap Albert dengan sisa-sia tenaga yang ia punya. Olivia masih tak bergeming. Perasaan iba menyerang sisi kemanusiaannya saat melihat bibir anak laki-laki itu kering dan terluka. 'Mungkin, dia haus.' batin Olivia. Lalu dengan perlahan mencoba melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu. "Apakah kau manusia? Atau hantu penunggu rumah kosong ini?" tanya Olivia saat berada tak jauh dari posisi Albert terduduk lemas. Albert tersenyum di sela rasa sakit yang dirasakannya. 'Dasar, anak kecil yang bodoh!' ucap Albert dalam hatinya. "Aku...manusia...aku, hau
Albert masih berusaha keras memapah kakinya sendiri setelah tiga jam berjalan. Perjalanan yang harusnya hanya dua jam, menjadi sangat lama karena kondisi tubuhnya saat ini. Langkahnya terseok-seok, tapi semangatnya tetap tinggi. Tak tau entah berapa kali sudah ia berhenti untuk mengistirahatkan badan. Beberapa kali pula ia memakan buah yang jatuh dari pohon-pohon di dalam hutan. Cukup lumayan untuk mengganjal perut dan mengisi tenaganya, meski tak seberapa. Namun, di saat seperti ini, sekecil dan sedikit apapun makanan dan minum itu sangat berarti untuk penunjang kehidupannya. Hari sudah mulai gelap, dari kejauhan tampak atap mansion bewarna biru yang megah dan sangat besar. Albert tersenyum bahagia. "Akhirnya, sedikit lagi aku sampai di mansion. Ayah, Ibu, Kakek, tunggu aku sebentar lagi." ucap Albert penuh semangat. Dengan segenap sisa tenaga yang ia punya, Albert telah sampai di halaman mansion. Para pengawal dan penjaga kaget bukan m
Sementara itu, Olivia kecil telah pindah ke salah satu pusat Kota bersama orang tuanya. Karena Kakek dan Neneknya sudah meninggal dan di dalam surat wasiat tertulis nama Willson sebagai ahli waris yang sah, mau tidak mau Ayah Olivia harus kembali pulang untuk mengurus Perusahaan dan bisnis orang tuanya. Sudah dua minggu Olivia berada di rumah besar yang mewah ini. Rumah yang sangat jauh berbeda dengan yang dulu ia tempati saat di Desa. Entah mengapa, Olivia kecil sering melamun memikirkan kondisi pria yang pernah ditolongnya waktu itu. Sampai akhirnya, Olivia tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Setelah remaja, Olivia tidak lagi setomboy dan senakal dulu. Ia memilih kuliah di jurusan kedokteran. Tujuannya hanya demi bisa merawat Ayah dan Ibunya kelak saat tua dan muncul penyakit-penyakit khas bawaan lanjut usia pada umumnya. Olivia sudah melupakan kejadian yang terjadi di hutan 14 tahun yang lalu. Meski pun masih mampu mengingat, ia tak begitu yakin
Albert sampai di rumah mewah milik keluarga Willson itu. Ia memasuki mobil sampai ke depan pintu besar. Kebetulan pagar terbuka saat ia datang. Kembali, Albert teringat pertama kali kedatangannya ke rumah ini. Meski mansion miliknya jauh lebih besar dan mewah dari pada rumah ini, tapi hatinya terasa lebih nyaman saat memasuki pekarangan rumah ini. Albert menenteng dua kotak kue dan makanan yang di masak oleh Jane dan Darwin tadi. Kebetulan, ia datang tepat di jam makan siang. Kemudian, ada dua box lagi yang ia tenteng. Box itu berisi mainan untuk Zacky dan Zahra tentunya. Tadi, Albert menyempatkan untuk mampir ke Store khusus mainan branded. Ia harus memenangkan hati anak-anaknya kali ini. Menghilangkan kesan buruk yang terlanjur mereka saksikan saat di pemakaman Clara waktu itu. Albert melangkahkan kaki ke pintu dan memencet bel di samping pintu besi itu. Tak lama kemudian, keluar seorang wanita yang berusia sekitar empat puluhan. "Maaf, Tuan
Setelah pertemuannya siang itu dengan Zacky dan Zahra, hati Albert menghangat jika membayangkan bisa menggendong dan mencium anak-anak itu. Pagi ini Albert tidak berniat untuk pergi ke kantor. Sudah seminggu ini, ia rutin mengunjungi rumah mertuanya, Willson. Sementara itu, Mike kewalahan mengurus semua pekerjaan di Kantor. Albert hanya akan datang saat rapat penting yang benar-benar mengharuskan dirinya datang. Namun, jika masih bisa di wakilkan pada Mike, maka Albert akan melimpahkan semuanya pada Mike. Tanpa rasa bersalah, Albert meminta Mike untuk menyelesaikan semuanya. Seperti pagi ini. "Mike, apa semua file penting itu sudah kau periksa?" tanya Albert pada sambungan telepon. "Sudah, Tuan Muda. Tapi, klien dari Roma ini meminta Anda yang hadir pada meeting siang ini." jawab Mike tegas. "Katakan saja padanya, aku ada urusan penting." jawabnya santai. "Tapi, dia mengancam akan menarik saham di Perusahaan i