LOGINDikhianati suami dan ibu mertuanya sendiri, pernikahan Esther dan Erland selama lima tahun hancur begitu saja. Esther pun berencana membalas keduanya dengan cara paling terlarang. Saat ia mabuk, Esther tak sengaja naik ke ranjang adik iparnya sendiri. Esther tidak bisa berhenti. Setiap malam panas dan sentuhan adik iparnya itu hanya membuatnya semakin terperangkap dalam gairah yang belum pernah ia rasa. Mampukah Esther mengendalikan perasaannya, atau justru tenggelam dalam gairah terlarang yang tak seharusnya?
View MoreDi hari ulang tahun pernikahan Esther Llewellyn dan Erland Dawson yang kelima. Esther sudah bersiap dengan gaun malam yang indah, untuk menyambut kedatangan suaminya.
Namun, Erland justru datang dengan membawa sebuah kejutan. Seorang madu. “Siapa dia, Erland?” tunjuk Esther ke arah wanita dengan gaun berleher rendah yang menampilkan belahan dadanya yang sintal. Wanita itu berdiri di dekat Erland dengan kedua tangan yang melingkar di lengan pria itu. Hati Esther memanas melihatnya. “Dia Tiara, madumu!” jawab Erland datar. Bagai petir di siang bolong. Esther terkejut bukan main. Esther merasa jantungnya ditikam berkali-kali. Rasa sakit seketika dia rasakan di sudut hati. Dunia Esther runtuh dalam sekejap. “Madu? Apa maksudmu, kau menikah lagi?” tanya Esther dengan kedua mata yang sedikit melebar, menandakan kemarahan yang tak terbendung. “Ya.” Lagi-lagi Erland menjawab dengan suara datar. Bahkan terkesan sangat malas. Akhir-akhir ini, Erland memang bersikap sangat dingin. Esther tidak mengerti, apa yang membuat suaminya berubah. Esther hanya berpikir bahwa suaminya lelah karena harus bekerja siang dan malam. Namun, hari ini terjawab sudah. Suaminya memiliki wanita lain. “Kenapa, Erland? Kenapa kamu melakukan ini?!” seru Esther dengan nada menuntut. Alih-alih memberikan jawaban, Erland justru terdiam tanpa kata. Hanya tatapan yang sedingin es, pria itu tunjukkan. “Jawab, Erland. Jangan diam saja!” pekik Esther dengan nada bicara ketidaksabarannya. “Apa kurangku selama ini, Erland?” “Kekuranganmu adalah karena kau itu mandul!” Alih-alih jawaban itu keluar dari mulut Erland. Justru, hal itu terdengar dari mulut orang lain. Esther menoleh ke arah sumber suara dan melihat wanita paruh baya berjalan dari arah kanan. “Mama!” seru Esther. Corrina Dawson adalah ibu dari Erland yang tak lain adalah ibu mertuanya. Wanita itu melangkah mendekat dan berhenti di dekat Erland. Wajahnya terpancar sebuah kebahagiaan. Kening Esther mengkerut melihatnya. “Selamat datang di keluarga Dawson, Tiara,” ucap Corrina dengan senyum yang terpahat di bibir tuanya. Hal itu membuat Esther mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak tahan berdiam diri dan hanya melihatnya saja. “Ma, apa maksudnya ini?” cecar Esther kepada ibu mertuanya. Esther yakin, bila sang ibu mertua memiliki peran besar terhadap pernikahan kedua suaminya yang secara tiba-tiba. Corrina menoleh dengan santai ke arah Esther, tatapannya terlihat dingin. Berbanding terbalik saat berhadapan dengan Tiara. Bahkan senyumannya terlihat sangat meremehkan. “Ini sudah lima tahun sejak kalian menikah, tapi kau belum juga hamil,” cibir Corrina. Esther mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Segala cara telah dia lakukan untuk mendapatkan momongan. Namun, dia bukanlah Tuhan yang bisa mewujudkan segalanya. Menurut pemeriksaan, baik dirinya maupun Erland dalam kondisi baik-baik saja. Hanya saja, Tuhan belum memberikan kepercayaan soal anak. Namun, rupanya hal tersebut menjadi ancaman bagi pernikahannya. “Ma, aku dan Erland sudah berusaha, tapi soal anak itu bukan kuasa kami!” seru Esther mencoba memberi pengertian kepada Corrina. Akan tetapi, sepertinya Corrina tidak peduli. Keputusannya untuk memberikan restu kepada putranya untuk menikah lagi sangatlah tepat baginya. Tanpa memikirkan perasaan Esther, Corrina kembali bersuara. “Justru itu, kau tak perlu berusaha lagi. Karena kau mandul, maka tugas memberikan keturunan berpindah pada Tiara,” kata Corrina. Esther menggeleng tak percaya. Menikah bukanlah soal keturunan saja, tetapi juga kepercayaan. Tetapi, Esther melihat dua orang yang telah dia percaya selama ini telah mengkhianatinya. Esther kembali mengepalkan kedua tangannya. Dia menatap Erland yang masih terdiam. “Erland, kenapa kau diam saja?!” Esther berharap sebuah penjelasan keluar dari mulut suaminya. “Kak Esther. Sebaiknya kau jangan terlalu banyak bicara, kalau aku hamil, anak ini akan menjadi anakmu juga,” sela Tiara dengan suaranya yang dibuat-buat. Kali ini Esther tidak dapat menahan diri. Satu tamparan mendarat di pipi wanita itu. Plakkk! Tiara menangis, dan itu memicu kemarahan Erland. Pria itu pun melakukan hal yang sama. Memberikan sebuah tamparan ke pipi Esther. Tamparan itu begitu keras hingga membuat Esther terjatuh ke lantai. Esther membeku, dia tidak bisa menahan air matanya lagi. Tatapannya nanar ke arah lantai. “Aku tidak menyangka bahwa kau adalah wanita yang kasar. Aku melakukan semua ini demi keluarga kita. Tapi kau malah bertindak di luar batas!” Sekian lama terdiam, akhirnya Erland buka suara. Namun, kemarahan jelas terlihat di wajah pria itu. Rupanya Erland tidak terima karena Esther menampar Tiara. “Beraninya kau menamparku!” Selama pernikahan, Erland tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Tapi kali ini, pria itu melakukannya, dan semua itu karena Tiara. “Kau pantas mendapatkannya karena kau terlalu arogan!” sela Corrina yang seolah menyiram bensin ke dalam kobaran api. Esther menatap nyalang ke arah Corrina. Tidak tahan dengan semua ini, Esther pun bangkit, dan berlari keluar rumah. Untuk meluapkan kemarahannya, dia mengendarai kendaraan dengan sangat kencang, menuju ke kelab malam. Tempat yang sama sekali tidak pernah dia kunjungi sebelumnya. Dan untuk pertama kalinya, dia menyentuh minuman yang memabukkan. Esther putus asa, dia menenggak satu gelas, dua gelas dan menghabiskan beberapa botol. Namun, dia tidak menyangka bahwa dirinya memiliki pengendalian diri yang cukup baik terhadap minuman beralkohol. Dengan setengah kesadarannya yang tersisa, dia mengendarai mobilnya dengan sangat pelan. Keadaan sangat sepi saat dia tiba di rumah. Esther berjalan mengendap, sedikit sempoyongan. Tatapannya sedikit buram, namun dia mencoba untuk menggapai tangga. Tiba di lantai atas, dia melihat pintu kamar yang terlihat sangat banyak. Ini pasti karena efek minuman tersebut. “Ah, sial. Di mana kamarku? Kenapa banyak sekali pintu?” gerutu Esther. Dengan kepala berat, dia memasuki sebuah pintu dengan acak. Pintu dibuka dengan mudah, dengan begitu Esther yakin bahwa ini adalah kamarnya. Esther berjalan sempoyongan menuju ke ranjang, tanpa dia sadari ada sepasang mata yang mengawasinya.Esther menelan. Ludah kasar. Esther merasa seperti seorang pesakitan ketika tatapan setiap orang di ruangan itu langsung tertuju padanya. Seolah-olah ia baru saja melakukan kesalahan besar yang pantas dipertanyakan.Matanya berusaha menatap ke arah lain, namun rasa canggung membuat tubuhnya serasa membeku. Senyuman kaku yang ia paksakan justru semakin memperlihatkan kegugupan yang tidak mampu ia sembunyikan.“Esther, Kakek bertanya padamu. Kau dari mana saja? Kami semua menunggumu.” Ucapan Erland seolah menyadarkan Esther. Semua orang telah berkumpul termasuk Tiara. Corrina tampak duduk tak jauh dari single sofa yang diduduki Daxton. Sementara Tiara duduk berdekatan dengan Erland. Dengan langkah ragu ia mulai mendekati salah satu sofa yang kosong. “Maaf, saya baru saja berkunjung ke panti asuhan.” Jawaban Esther membuat Erland menyipitkan matanya. Tetapi ia tidak berkomentar apa pun. “Duduk!” titah Daxton. “Baik, Kakek.” Esther lantas menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Ruangan
Arion mengulas senyum ketika melihat pesan gambar yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Terlihat Esther yang hendak masuk ke dalam sebuah bangunan. Di kedua tangannya terdapat kantong belanjaan. Saat mendengar Esther akan pergi ke suatu tempat, Arion merasa khawatir. Itu sebabnya ia memerintahkan seseorang untuk mengawasi wanita itu. Siapa sangka wanita itu justru pergi ke panti asuhan. “Sungguh mengesankan,” gumam Arion. Ia tak henti-hentinya memandangi gambar itu. Harusnya ia tetap berada di sisi wanita itu. Menemani setiap langkahnya menuju ke tempat yang dia inginkan. Tetapi panggilan dari Daxton harus membuatnya meninggalkan wanita itu.Sementara itu, kedatangan Esther di panti asuhan tersebut selalu mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak yang tinggal di sana. Begitu kakinya melangkah melewati gerbang, beberapa anak langsung menyambut dengan wajah berseri-seri. Mereka berlarian kecil menghampirinya, memanggil namanya dengan penuh antusias.“Miss Esther datang!” t
Saat melihat nama Daxton Dawson, Arion merasakan firasat buruk. Pikirannya melayang pada Carlos. Apa pria itu sudah memberitahu kakeknya tentang apa yang sudah ia lakukan? Pikiran-pikiran itu berkeliaran merusak sistem kerja otaknya. Esther menatap Arion yang tampak terdiam. Ia melihat sesuatu yang berbeda dari pria itu–perubahan air wajahnya terjadi begitu drastis sehingga memicu sebuah pertanyaan yang bersarang di kepala Esther. “Ada apa?” Arion segera tersadar. Ia kembali menatap layar ponselnya yang masih mengeluarkan cahaya. Dan nama yang ada di layar, masih belum menghilang. Untuk meredakan suara bising itu, Arion terpaksa menerima panggilan. “Halo, Kakek.” Arion berjalan menjauhi Esther. Wanita itu hanya melihat saja tanpa berkomentar. Pembicaraan mereka pun tak terdengar. Lagi pula Esther sama sekali tidak tertarik. Bukankah setiap orang memiliki urusan masing-masing? “Temui aku sekarang!” Suara berat itu terdengar menembus gendang telinga Arion. Sehingga ia secara refl
Esther dan Arion telah tiba di rumah industri perhiasan, Majestic Gems milik Harvey yang tak lain adalah rekan bisnis Arion. Saat keluar dari mobil, kecemasan terlihat di wajah Esther. Ia teringat akan kejadian tadi yang mengiringi perjalanannya menuju kemari. Di mana Erland menyuruh orang untuk mengikuti dirinya. Esther memastikan sekali lagi bahwa tidak ada orang lain lagi yang mengintai dirinya. Arion melihat kekhawatiran Esther, lalu tersenyum. “Sudah tidak ada, tenang saja, Kakak ipar.”Esther menoleh, tatapannya menyipit. “Kau yakin?” “Apa aku terlihat berbohong?” Esther diam saja. Ia tidak lagi menjawab ucapan Arion. Ia segera berpindah ke sisi pria itu. Esther dan Arion lantas memasuki gedung pembuatan perhiasan yang tampak megah dengan dinding kaca bening yang memantulkan cahaya matahari pagi. Suasana di dalam gedung begitu tenang, hanya terdengar dengung halus dari mesin-mesin pengolah logam mulia di ruang belakang. Aroma khas logam yang dipanaskan samar memenuhi udara,
Suara dentuman keras terdengar, diikuti getaran hebat ketika mobil Robert menghantam batang pohon besar di sisi jalan.Benturan itu cukup kuat hingga bagian depan mobil ringsek parah. Kap mesin terangkat dan asap pekat mulai mengepul. Kaca depan pecah, serpihannya berhamburan, beberapa mengenai wajah Robert yang terkulai dengan darah mengalir di pelipisnya. Suasana berubah hening sesaat setelah kecelakaan itu, seolah dunia menahan napas. Hanya suara mesin yang masih berderu lemah dan gemerisik daun yang tersapu angin yang terdengar. Namun, kecelakaan itu tak membuat Robert tumbang begitu saja. Ia segera bangun meski pelipisnya mengalir cairan merah pekat. “Sialan!” umpatnya. Sementara itu, jauh di depan, Eric menyadari bahwa suara mesin yang mengejar dari belakang telah menghilang. Ia melirik kaca spion, pandangannya menyipit saat bayangan dari mobil Robert tidak lagi tampak mengikuti mereka.“Sepertinya telah terjadi sesuatu,” gumam Arion pelan, mencoba melihat ke belakang meski
Hening menggantung sejenak. Tidak ada jawaban dari seberang. Hingga detik berikutnya, suara itu kembali terdengar. “Istri yang mana, Tuan?” Mendengar itu, Erland mendecak. “Tentu saja istri pertamaku!” “Nyonya Esther?” “Ya, aku akan kirim lokasinya.” “Baik, Tuan.” Panggilan diakhiri begitu saja. Jemari Erland kembali menari di atas layar ponselnya. Mengetik beberapa kata kemudian ia kirimkan kepada orang kepercayaannya. Tiara yang melihat itu hanya diam saja. Ia justru sibuk dengan perasaannya sendiri. Sedih, gelisah, bercampur takut. Ucapan Erland masih terngiang jelas di telinga Tiara, seolah kalimat itu terus memantul tanpa henti di dalam kepalanya. Ia duduk membeku di jok belakang, kedua tangannya saling menggenggam erat hingga buku jarinya memutih. Ia bahkan tidak mempedulikan keberadaan Erland. Benarkah dirinya akan dibuang setelah melahirkan? Pertanyaan itu berulang-ulang muncul, menyesakkan dada dan hampir membuat napasnya terhenti.Bayangan mengerikan mengenai masa d












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments