“Sedang apa kau di sini?” tanya laki-laki berperawakan tinggi besar dan berwajah tampan setelah membuka pintu ruangan itu. Sama sekali tidak tampak raut ramah di wajahnya.
“Aku ….”Adriana kesulitan menjawab. Dia meraih map beserta isinya yang berserakan di lantai, lalu meletakkannya di atas meja. Setelah mampu menguasai dirinya, dia membuka mulutnya kembali.“Aku bekerja di sini. Sebagai asisten pribadi pemilik ruangan ini,” jawab Adriana cepat sambil mengerjapkan matanya dua kali.Laki-laki itu, Adriana mengenal namanya sebagai Daren Liew, berjalan mendekat ke arahnya. Langkah Daren sangat anggun dengan tatapan matanya yang tidak beralih dari Adriana, seperti seekor singa jantan yang tengah mendekati mangsanya yang tidak berdaya. Adriana mundur satu langkah, sengaja menjaga jarak dari Daren.“Aku tidak membutuhkan asisten pribadi. Aku juga tidak menginginkan dirimu berada di sini,” ucap Daren santai. Dia meletakkan tasnya, lalu menghadap kea rah Adriana.“Tapi …” Adriana menelan ludahnya yang terasa pahit, lalu melanjutkan, “Aku telah melakukan serangkaian tes dan wawancara kerja. Dan, akhirnya aku terpilih sebagai asisten pribadimu. Lalu, sekarang kau mengatakan semua omong kosong itu?”Adriana menekan dahinya karena kepalanya mendadak terasa pening. Hari ini adalah hari pertama dia bekerja. Sejak dari rumah tadi dia telah membayangkan apa yang harus dia kerjakan di sini. Dia tidak pernah menyangka kenyataan yang dia hadapi tidak seperti yang dia harapkan.Daren mendengus kesal. Dia lalu duduk di sofa, tanpa berniat menawari Adriana untuk ikut duduk seperti dirinya. Dia sengaja membuat Adriana merasa tidak nyaman saat berada di dekatnya."Semua kejadian yang menimpa diriku, pertemuan kita dua bulan lalu, serta keberadaanmu di sini, apakah karena persekongkolanmu dengan seseorang?"Adriana memutar kepalanya. Dia mulai menggigit bibir bawahnya. Kenapa sekarang dia merasa seperti seorang penjahat yang bersiap menerima hukuman? Dia sama sekali tidak bersalah."Apa maksudmu? Aku tidak pernah bersekongkol dengan seseorang agar bisa bertemu denganmu atau bekerja padamu," jawab Adriana sedikit bingung. Dia merasa heran karena Daren tega menuduhnya seperti itu.Yang jelas Adriana tidak tahu pasti. Semua kejadian itu apakah memang terjadi secara kebetulan. Atau itu adalah takdir yang memang telah digariskan oleh yang maha kuasa."Aku sama sekali tidak percaya," ucap Daren ketus. Dia lalu melanjutkan, "Sejak dulu aku menemui banyak wanita yang ingin mendapatkan kesempatan bisa bersanding denganku. Mereka rela melakukan banyak cara untuk meloloskan keinginannya.""Sayangnya aku tidak termasuk ke dalam golongan mereka," tukas Adriana cepat."Terserah apa katamu. Tapi yang pasti, aku tidak menginginkan dirimu bekerja sebagai asisten pribadiku," ucap Daren santai, tanpa berniat melihat Adriana langsung.Kedua mata Adriana membulat sempurna begitu mendengar kata-kata Daren. Apa maksud laki-laki itu? Apa Daren memecat dia sebelum dia sempat bekerja?"Kau tidak bisa berbuat semena-mena. Aku di sini karena telah menandatangi kontrak kerja. Kau tidak bisa menyuruhku pergi begitu saja."Daren menggeser posisi tubuhnya. Dia mengangkat kepalanya, menatap Adriana dari ujung kepala hingga kaki. Adriana tidak akan bisa menggantikan posisi istrinya, bagaimana pun kerasnya gadis itu mencoba mendekati dirinya."Kau memiliki indra pendengaran yang sempurna. Jadi, aku simpulkan kau memahami kata-kataku," jawab Daren."Aku baru mulai bekerja hari ini. Aku bahkan belum melalui masa percobaan. Tapi, kau memecatku tanpa memberiku kesempatan," protes Adriana.Adriana mengepalkan kedua tangannya. Kelopak matanya terasa panas. Seumur hidup dia tidak pernah menerima penghinaan seperti sekarang. Dia tidak rela diperlakukan seperti saat ini."Kau tidak perlu membuktikan apa pun padaku. Aku tidak membutuhkannya," sergah Daren, lalu bangkit dari sofa. "Sebaiknya kau segera meninggalkan ruangan ini. Tidak ada lagi yang ingin aku dengar keluar dari mulutmu."Daren memutar tubuhnya, membelakangi Adriana. Dia menatap lurus ke arah jendela ruangannya yang menampakkan pemandangan langit yang mencerahkan. Sayangnya, suasana hatinya sekarang tidak secerah langit di atas sana."Kau pasti akan menyesal telah memperlakukan aku seperti ini," ucap Adriana dengan bibir bergetar."Kehadiranmu di sini tidak pernah aku inginkan. Jadi, kau sudah tahu di mana pintu keluarnya."Adriana segera meninggalkan ruangan Daren. Dia tidak ingin mempermalukan dirinya lebih lama lagi. Ini bukan akhir dari segalanya, dia pasti akan mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik dari sini.***Duduk di belakang meja kerjanya, Daren meremas kertas untuk kesekian kalinya. Di bawah kakinya berserakan banyak kertas yang tidak berbentuk berisi coretan tangannya. Pertemuannya dengan Adriana yang tiba-tiba membuat konsentrasinya terganggu. Padahal sebelumnya dia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan gadis itu kembali."Apa benar kabar yang aku dengar barusan?"Keanu, sahabat Daren sekaligus General Manajer perusahaannya, menerobos masuk ke dalam ruangan Daren tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Raut wajahnya terlihat keruh. Dadanya kembang kempis dengan napas yang pendek."Kabar apa?" balas Daren pura-pura tidak mengerti pertanyaan kakaknya. Dia menatap Keanu dengan ekspresi polos tidak berdosa."Kau memecat Adriana bahkan sebelum dia sempat melakukan pekerjaannya," ucap Keanu dengan nada gusar. Dia sama sekali tidak mengerti jalan pikiran sahabatnya."Aku tidak membutuhkannya. Lagi pula kau tidak meminta persetujuanku lebih dulu untuk menerima dia bekerja di sini," tukas Daren acuh tak acuh."Aku hanya ingin membantumu setelah semua kerepotan yang kau alami karena ditinggal dua asisten pribadimu," elak Keanu. Dirinyalah yang berperan menerima gadis itu bekerja di sini."Tetap saja kau harus meminta ijinku untuk menerima siapa saja yang akan bekerja denganku.""Baiklah, aku mengaku salah. Sekarang, coba katakan padaku. Apa alasannya kau memecat Adriana?"Keanu melipat kedua lengannya di depan dada. Dia menghitung dalam hati, menunggu jawaban masuk akal dari Daren. Dia tidak mau bosnya berbuat sesuka hati untuk kesekian kalinya."Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak menyukainya," jawab Daren sambil mengangkat bahunya."Atau karena Adriana ini mengingatkanmu pada Adriana istrimu?"Raut wajah Daren memerah seketika. Tubuhnya menegang, seolah waktu tengah berhenti selama sepersekian detik. Dia menatap Keanu lurus.“Keputusanku sama sekali tidak ada hubungannya dengan mendiang istriku. Nama mereka memang sama, tapi kepribadian mereka sangat bertolak belakang,” jawab Daren lantang.“Sepertinya aku tidak bisa membantumu lagi. Aku telah bersusah payah mencari pegawai yang siap menjadi asisten pribadimu,” ujar Keanu dengan nada pahit. “Kau tahu, melihat temperamenmu yang buruk, aku yakin kau akan mengalami kesulitan mencari pengganti asistenmu terdahulu. Aku yakin kau pasti menyesal telah memecat Adriana.” Keanu lalu meninggalkan ruangannya karena pendapatnya tidak didengar oleh Daren.Daren hanya terdiam di tempatnya. Kata-kata sahabatnya itu masih terngiang-ngiang di telinganya, seakan menggoyahkan keyakinannya. Tapi, detik selanjutnya dia memantapkan hatinya agar tidak pernah goyah dengan keputusannya.Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka. Daren tersentak kaget, lalu memandang ke arah pintu. Mulutnya menganga lebar saat mengetahui tamu tidak diundang yang membuyarkan lamunannya. Adriana.“Beri aku kesempatan selama satu bulan. Satu bulan saja biarkan aku bekerja padamu. Setelah itu aku akan pergi tanpa perlu kau memecatku.”Adriana memukul dada Daren berkali-kali untuk meluapkan kekesalannya, kecewanya, juga rindu yang dia rasakan pada Daren. Daren hanya diam saja, membiarkan Adriana meluapkan perasaannya. Lalu, kedua tangan Adriana terkulai lemah di samping tubuhnya."Seharusnya kau tidak menghubungi aku lagi. Seharusnya kau terus pergi, seharusnya kau biarkan aku melupakanmu untuk selamanya," ucap Adriana disertai dengan isak tangis. "Maafkan aku. Tak seharusnya aku berbuat seperti itu padamu. Aku terpaksa melakukannya karena kondisi nenek sangat buruk. Saat dia sadar, dia hanya ingin bertemu denganmu."Adriana masuk ke ruang ICU, tempat nenek Daren berbaring. Perlahan dia menghampiri ranjang nenek Daren. Dia berbisik di telinga nenek Daren."Nenek .... Ini aku Adriana."***"Maafkan aku atas kejadian tadi," ucap Adriana setelah mereka sampai di apartemen Daren. Nenek Daren langsung masuk ke kamarnya dan ingin beristirahat karena dia merasa sangat kelelahan."Bukan masalah besar. Aku tidak merasa terg
Setelah setelah berpikir selama sehari penuh. Setelah mendengar nasehat dari Airin untuk yang kesekian kali. Akhirnya ada memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daren selamanya. Tidak ada masa depan bagi dia juga Daren.Namun sesuatu yang tidak pernah Adriana sangka kini terjadi. Di saat dia telah begitu yakin dengan keputusannya, hatinya kembali goyah. Karena Daren menghubungi dia setelah sekian hari menghilang tanpa kabar berita."Bisakah kau datang ke Hongkong? Nenek ingin bertemu denganmu."Deg. Adriana kembali mengingat nenek Daren. Pertemuan singkat mereka sangat mengesankan juga menyakitkan.***"Daren .... Apa kau mendengarkanku?"Mata Daren mengerjap saat dia menyadari tangan Adriana melambai-lambai di depan wajahnya. Dia menoleh ke samping, dan mendapati Adriana tengah menatapnya dengan sorot heran yang kentara. Daren mengulas senyum tipis, lalu menarik Adriana agar lebih mendekat padanya."Maaf, aku tidak mendengar kapan kau masuk," pinta Daren sambil menepuk punggung Adrian
Adriana terbangun dari tidurnya sambil menangis sesenggukan. Mimpinya seolah benar-benar nyata sehingga dia bisa menangis tersedu-sedu. Dalam mimpinya dia melihat Daren tengah mengadakan upacara pernikahan dengan wanita lain. Dia menatap ke arah tempat kosong yang Daren tinggalkan. Bahkan meskipun Daren telah pergi berhari-hari, dia masih bisa mencium aroma tubuh kekasihnya itu.Adriana menarik napas panjang. Dia mencoba menenangkan dirinya, lalu menepis mimpi buruknya itu. Apakah itu pertanda bahwa dia harus melepaskan Daren selamanya? Tidak ada pengharapan yang tersisa untuknya walau hanya secuil? Adriana melipat lututnya. Dia menangis lagi sambil memeluk lututnya itu.Adriana terlonjak kaget karena bunyi dering ponselnya. Dia meraba-raba saklar lampu, lalu menyalakan lampu kamarnya hingga terang benderang. Ponselnya masih berdering menunggu dia mengangkat panggilan telepon dari seseorang di sana. Adriana langsung melompat turun. Dia berpikir mungkin saja itu telepon dari Daren.
Adriana lihat sangat lesu saat dia bekerja. Diam-diam Mala memperhatikannya, merasa sangat kasihan pada bawahnya itu. Hubungan mereka tidak terlalu dekat, jadi dia merasa sungkan untuk bertanya pada Adriana.Ponsel Adriana berbunyi, menyadarkan Adriana dari lamunannya. Telepon dari Daniel. Dia bergegas mengangkatnya."Ya, Daniel. Aku akan ke ruanganmu sekarang," ucap Adriana. Adriana memandang Mala, memberi isyarat pada atasannya itu bahwa dia harus menghadap ke ruangan Daniel. Mala mengangguk mengerti. Adriana langsung berjalan cepat menuju ruangan Daniel."Ini adalah undangan perayaan empat bulan usia kehamilan Jillian. Kau harus datang ke sana. Kami akan menunggumu," pinta Daniel memaksa.Adriana tertawa lebar. "Baiklah kalau itu maumu. Sepertinya aku tidak bisa melewatkan acara khusus untuk calon keponakanku." Setelah itu Adriana kembali ke ruangannya sendiri.***Adriana akhirnya datang ke acara Gender Reveal anak Daniel dan Jillian itu. Dia merasa cemburu terhadap pasangan lain
Waktu berjalan begitu cepat. Tahu-tahu sekarang sudah menjelang akhir tahun. Adriana melihat kalender duduknya berada di atas meja di kamarnya. Selama itu tidak ada perubahan status hubungan antara dia dan Daren.Bila yang lain telah hidup berbahagia dengan pasangan masing-masing dalam ikatan pernikahan. Tidak dengan dirinya. Daren seolah tidak memiliki keinginan yang sama dengan dia. Kekasihnya itu tidak ingin terikat dalam komitmen pernikahan. Entah apa yang menyebabkan Daren seperti itu, jarang tidak pernah membuka hatinya untuk dirinya."Ternyata kau di sini. Sejak tadi aku mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu," ucap Daren terlihat sangat gusar sekali.Adriana memandang Daren melalui cermin di depannya. "Apakah ada sesuatu yang buruk terjadi padamu?" tanya Adriana sambil mengerutkan keningnya."Aku harus ke Hongkong hari ini," jawab Daren cepat.Adriana langsung memutar tubuhnya. "Ada apa? Nenek baik-baik saja' kan?" tanya Adriana terlihat sangat khawatir. Meskipun se
Satu bulan kemudian.Adriana tersenyum lebar melihat calon pengantin wanita yang terlihat bahagia itu. Dia begitu iri karena impiannya belum tercapai sampai sekarang. Daren seolah tidak mengerti perasaannya sebenarnya.Selama satu bulan ke belakang, Adriana mulai akrab dengan Jillian. Jillian sudah menganggapnya sebagai seorang sahabat meskipun mereka baru saling mengenal. Karena selama ini Jillian tidak pernah memiliki seorang sahabat dekat."Kau terlihat sangat cantik hari ini. Pengantin wanita tercantik yang pernah aku lihat, ucap Adriana memberi komentar.Jillian tersenyum senang mendengar ucapan Adriana. Dia kini berdiri di depan cermin setinggi badan, memandang pantulan dirinya dalam balutan gaun pengantin pilihannya. Kurang dari satu jam dia akan menikah dengan Daniel. Dia merasa sangat gelisah juga takut. Karena setelah ini dia akan tinggal bersama dengan Daniel dan keluar dari rumah yang selama ini dia tinggali."Terima kasih," ucap Jillian tanpa bisa menutupi rasa gugupnya.