Setelah pertengkaranku dengan Mas Dirga waktu itu, aku sering banyak diam. Tak pernah sekalipun mengajaknya berbicara. Bahkan, segala pertanyaannya hanya kujawab dengan singkat. Hati ini masih sakit mengingat semuanya. Bagaimanapun, aku manusia biasa pasti merasa kecewa ketika mendapat perlakuan Mas Dirga yang semena-mena.Sampai, ketika aku dikejutkan dengan perintah Mas Dirga malam itu yang menyuruhku mempersiapkan segalanya untuk pergi ke puncak menghadiri undangan Tante Mira.“Lisa, besok kita akan ke puncak jadi siapkan pakaian ganti untuk di sana selama tiga hari,” perintah Mas Dirga saat aku baru selesai salat isya. Sedangkan, dia duduk di sofa sambil menghadap laptopnya.Aku mendongak menatapnya. Apa maksudnya? Bukannya dia bilang tak akan mengajakku sebab malu mengenalkanku sebagai istrinya? Apa aku tak salah dengar?“Hei, kamu dengar tidak yang aku ucapkan barusan?” tanya Mas Dirga sambil berteriak. Mungkin merasa jengkel karena aku tak menjawab ucapannya.“Apa? Ah iya, akan
Setelah pertengkaranku dengan Mas Dirga waktu itu, aku sering banyak diam. Tak pernah sekalipun mengajaknya berbicara. Bahkan, segala pertanyaannya hanya kujawab dengan singkat. Hati ini masih sakit mengingat semuanya. Bagaimanapun, aku manusia biasa pasti merasa kecewa ketika mendapat perlakuan Mas Dirga yang semena-mena.Sampai, ketika aku dikejutkan dengan perintah Mas Dirga malam itu yang menyuruhku mempersiapkan segalanya untuk pergi ke puncak menghadiri undangan Tante Mira.“Lisa, besok kita akan ke puncak jadi siapkan pakaian ganti untuk di sana selama tiga hari,” perintah Mas Dirga saat aku baru selesai salat isya. Sedangkan, dia duduk di sofa sambil menghadap laptopnya.Aku mendongak menatapnya. Apa maksudnya? Bukannya dia bilang tak akan mengajakku sebab malu mengenalkanku sebagai istrinya? Apa aku tak salah dengar?“Hei, kamu dengar tidak yang aku ucapkan barusan?” tanya Mas Dirga sambil berteriak. Mungkin merasa jengkel karena aku tak menjawab ucapannya.“Apa? Ah iya, akan
Mas Dirga menghampiriku dengan amarah yang memuncak. Dia menghempaskan tubuhku dengan kasar kembali. Diri ini terus memohon agar dia mau mendengarkan segala penjelasanku tapi Mas Dirga yang sudah dalam keadaan emosi, tak mengindahkannya sedikit pun. Aku terus meronta ketika dia mengunci tubuhku, beberapa kali juga dia layangkan tamparan ke wajah ketika kucoba melepaskan diri darinya. Hati ini makin hancur berkeping-keping, bukan ini yang kuinginkan. Bulan purnama yang menyorotkan sinarnya menjadi saksi ketika suamiku memaksakan kehendaknya padaku. Tanpa kelembutan, tanpa pemujaan seolah diri ini hanya sebuah benda mati yang tak bisa terluka.Air mataku tak henti-hentinya terus mengalir di pipiku. Setelah penyatuan kami Mas Dirga meninggalkanku sendiri di dalam kamar yang sepi ini. Entah ke mana dia, namun yang kulihat Mas Dirga masih dikuasai amarah yang masih memuncak. Bukan hanya bagian tubuhku yang terasa perih tetapi juga hatiku juga kurasa remuk tak berbentuk. Setelah membersihkan
Sejak pembicaraanku dengan Mas Dirga pada saat anniversary pernikahan kami yang kedua tahun itu. Kami tak pernah saling sapa. Bahkan sikap Mas Dirga kepadaku kembali dingin seperti pertama kali kami menikah dulu.Semakin hari hati ini semakin terluka. Kebahagiaan yang diimpikan selama enam bulan terakhir ini ternyata hanya fatamorgana. ‘Rupanya cintamu padanya lebih besar dibandingkan padaku, Mas.’ Tidak ... mungkin yang dia rasakan selama ini bukan cinta, melainkan hanya simpati. ‘Jika memang dengan merelakanmu itu yang terbaik untuk kita. Akan kulakukan untukmu, Mas.’Kukatakan permintaan itu kepada Ayah mertua kalau aku mengizinkan Mas Dirga menikah lagi dengan alasan belum bisa memberinya keturunan. Namun, reaksi yang ditunjukkan Ayah ternyata membuatku terkejut. Beliau murka ketika mendengar semuanya. Bahkan kudengar dia sampai memanggil suamiku serta mengancam akan menghancurkan segala usaha Mas Dirga jika sampai menikahi Anita. Aku menguping di balik pintu, penasaran dengan ap
Keadaan Ayah Mertua sudah mulai stabil, namun beliau masih belum juga sadarkan diri. Mengenai pernikahan Mas Dirga dan Anita, Ibu sama sekali belum tahu akan masalah ini. Entah bagaimana reaksinya jika dia tahu anak semata wayangnya ini akan mendapatkan madu. Mungkin saat itu pula hari-hariku akan diselimuti kesepian. Tidak! Aku tak bisa begini. Bagaimanapun diri ini takkan sanggup melihat kemesraan tiap kemesraan yang akan ditunjukkan suamiku nanti. Jika saja hatiku belum tertanam nama Mas Dirga di dalamnya, mungkin aku takkan seberat ini menerima semuanya seperti saat awal kami menikah dulu. Sayang, hati tak bisa dikendalikan, siapa yang boleh dicintai dan tidak.Mulai saat ini aku sudah bertekad akan pergi dari kehidupan Mas Dirga setelah pernikahan mereka berlangsung. Diam-diam tanpa orang lain tahu. Kuhubungi temanku yang ada di Aceh, lalu menceritakan semua yang terjadi di dalam rumah tanggaku. Ami memang sahabatku dari kecil di kampung, dia pindah ke Aceh setelah ibunya menika
POV DirgaSetelah malam di mana dalam keadaan mabuk aku menggauli istriku. Hati ini merasa tak tenang, satu sisi kuingat janjiku pada Anita. Sisi lain secara tak sadar aku mulai selalu merindukan kebersamaanku dengan Alisa. Entah perasaan apa yang sedang kurasakan saat ini. Namun satu hal yang pasti, seumur hidupku tak pernah sekalipun merasakan ikatan semacam ini.Sampai suatu malam Ayah memintaku mengajak Alisa untuk menghadiri acara kumpul keluarga besar kami di puncak. Sekaligus memperkenalkan Alisa sebagai istriku. Semua orang tak tahu aku sudah menikah terutama keluarga besar. Saat itu aku keberatan dengan perintah Ayah. Rasanya malu sekali memperkenalkan Alisa sebagai istriku. Semua pasti tahu dia hanya anak seorang pembantu tak selevel dengan tipe seorang Dirga selama ini.Kutarik tangan Alisa untuk berbicara berdua saja. Lagi-lagi egoku mengalahkan rasa ibaku kepada istriku. Dengan lantang kuhina dia yang tak sederajat dengan diriku. Lebih baik kuajak Anita yang jelas-jelas l
POV Dirga (2)Kukatakan pada Alisa bahwa aku akan menikahi Anita. Dia terlihat terluka dengan segala ucapanku. Alisa menolak aku menikah lagi. Aku yang frustasi membentaknya dan tanpa sadar menghunjamkan kata-kata yang tak pantas kuucapkan. ‘Maafkan aku, Istriku. Dengan terpaksa aku melakukannya.’Alisa berubah menjadi dingin, bahkan aku selalu menghindarinya karena setiap kulihat wajahnya, rasa bersalah ini makin tak terkendali. Aku tak mau sampai berubah pikiran tak menikahi Anita. Bila itu terjadi bukan rumah tanggaku saja yang hancur. Karir serta kehormatan yang aku bangun selama ini akan lenyap jika aku tak menuruti keinginan Anita.Alisa akhirnya mengatakan kepada Ayah kalau aku akan menikahi Anita serta meminta restu padanya. Namun, reaksi ayah di luar prediksiku. Dia sangat murka, kami berdebat hebat. Sampai, kulihat Ayah memegang dadanya dan seketika itu pula tak sadarkan diri. Aku panik melihatnya sepeti itu, meski masih ada sakit hatiku kepadanya.Alisa masuk ke ruangan ke
Akhirnya sampai juga di Bandara Internasional Sultan Iskandar muda. Bandar Udara yang terletak di wilayah Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Setelah mengaktifkan ponselku sebab sepanjang di dalam pesawat memakai mode penerbangan, aku menelepon Ami dengan nomor ponsel baruku, setelah sebelumnya mengganti nomor yang lama sebab tak ingin ada komunikasi apa pun lagi dengan Mas Dirga. Lagi pula dia sekarang sudah bahagia dengan wanita pilihannya yang teramat dia cintai. Sedangkan aku akan memulai hidup baru dengan membesarkan anak kami. Buah cinta kami berdua.Berkali-kali kuhubungi sahabatku tapi tak kunjung diangkat juga. Di mana Ami sebenarnya? Kenapa susah dihubungi. Aku yang fokus dengan ponsel ketika mengirimkan pesan padanya, tak sengaja menabrak tubuh seseorang. “Awwww ...,” pekikku terkejut ketika bertabrakan dengan seorang pria. “Anda tidak apa-apa, Nona? Maafkan, saya tak sengaja menabrak anda.” tanya lelaki itu. Seorang pria yang kuperkirakan berumur 34 tahun