Saat ingin memberikan kejutan kehamilannya di malam ulang tahun pernikahan, Irenne justru dikejutkan dengan kiriman video panas suami dan adik tirinya di sebuah kamar hotel. Karena terlalu shock, Irenne keguguran. Ia menggugat cerai suami dan pergi mencari pekerjaan. Tidak disangka, takdir malah mempertemukan Irenne dengan anak laki-laki lucu yang memeluk kaki dan memanggilnya Mama.
View More"Kehamilanku ini pasti akan jadi kado terindah untuk Davin."
Irenne meletakkan test pack di kotak merah yang telah ia hias dengan pita. Irenne dan Davin telah menikah selama tiga tahun. Namun, belum dikaruniai buah hati. Karena itulah, ibu mertua memanggilnya dengan sebutan Wanita Mandul. Tapi sekarang, bayi di dalam kandungannya berusia tujuh Minggu. Itu artinya, sebentar lagi ia dan Davin akan menjadi orang tua seutuhnya. Irenne mengatur wadah lilin-lilin kecil berbentuk bunga di atas meja makan. Vas bunga mawar merah di tengah-tengah meja berhasil menciptakan suasana makan malam romantis. Pelayan berdiri di belakang Irenne. "Nyonya, Anda sangat cantik. Tuan pasti akan senang dengan kejutan Anda." Irenne tersenyum sumringah. “Terima kasih Bi.” Irenne memakai gaun merah anggur edisi terbatas dengan polesan make up natural. Rambutnya dibiarkan menjuntai seperti yang selama ini disukai Davin. Irenne sudah tidak sabar menunggu kepulangan suaminya dari dinas di luar kota. Malam ini, ulang tahun pernikahan mereka yang ke-3. Ia pribadi menyiapkan makan malam romantis untuk Davin. Semuanya tampak sempurna, begitulah yang Irenne pikirkan. "Seharusnya Davin sudah sampai," ujar Irenne, menatap jam dinding. Pelayan mencoba menenangkan hati Irenne. "Di luar masih hujan. Mungkin Tuan terjebak hujan." Irenne mengangguk. Hatinya berdebar. Bukan karena gugup, melainkan bahagia. Karena terlalu mencemaskan suami, Irenne mencoba menghubungi suaminya. Mendengar nada sambung, Irenne berharap Davin mengangkat teleponnya. "Kamu ke mana, Davin?" Irenne tidak kehabisan akal. Ia langsung mengetik pesan untuk Davin. Irenne: Kamu pulang terlambat, ya? Di sini masih hujan. Dua menit berlalu. Davin tidak kunjung membaca pesannya. Ia mencoba mengirim pesan lagi. Irenne: Hari ini ulang tahun pernikahan kita yang ke-3. Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kamu. Irenne: Aku juga sudah menyiapkan kejutan. Sudah beberapa menit berlalu. Davin tidak membacanya juga. Irenne3 mulai kehilangan harapan. Tidak lama, ponsel Irenne bergetar. Ia menebak, itu pasti suaminya yang mengirim pesan untuk memberitahunya pulang terlambat. Detik berikutnya, mata Irenne melebar. Muncul nomor tidak dikenal di kotak pesan. Tangan Irenne gemetar hebat. "Iーini ... apa?" Tidak lama, Irenne menjatuhkan ponsel di kakinya. Pelayan terkesiap. "Ada apa, Nyonya?" Air mata membanjiri pipi Irenne. Rasa perih menusuk hatinya saat melihat foto dan video panas di sebuah kamar hotel. Semua itu adalah bukti perselingkuhan Davin dan Aurel, adik tirinya. Kegembiraan Irenne seketika sirna, tergantikan luka yang begitu dalam. Pengkhianatan Davin menghancurkan tiga tahun pernikahan mereka. Kini, Irenne mengerti sikap dingin Davin selama ini. Saat itu juga, dada Irenne terasa sesak dibarengi perutnya yang kram hebat. Irenne memegangi perutnya. "Astaga!" Detik itu juga, tubuhnya jatuh terkulai di lantai. Pelayan panik. Ia berlutut di samping Irenne. "Nyonya!" Irenne meraih lengan pelayannya, "Cepat bawa aku ke rumah sakit!" Rasa sakit di perutnya semakin menjadi-jadi, diperparah bayangan perselingkuhan Davin. Pelayan membantu Irenne berdiri. Namun, pandangannya terpaku pada cairan merah yang keluar dari selangkangan Irenne. "Cepat! Rumah sakit!" Suara Irenne nyaris menjadi jeritan. Irishーibu mertuanya, muncul dari dalam kamar. Wajahnya tertekuk karena keributan. Melihat darah yang membasahi lantai, ia menyeringai sinis. "Apa ini? Malam-malam ribut begini! Menjijikkan! Cepat bawa dia pergi. Aku gak mau rumahku kotor karena darahnya!" Irish menunjuk Irenne dengan tatapan jijik. Pelayan segera membantu Irenne keluar, menuju mobil. Di dalam mobil, Irenne meringkuk kesakitan. Air mata tak henti mengalir bercampur emosi. Kekhawatiran kehilangan buah hatinya terus membayanginya. Tak selang lama, mereka sampai di rumah sakit Elit, tempatnya memeriksakan kehamilannya. Saat turun dari mobil, pelayan memanggil suster untuk membantu Irenne. Ia dibawa menggunakan brankar menuju IGD. Dokter datang untuk memeriksanya. Wajah dokter mendadak terlihat kaku "Ada apa, Dok? Bagaimana kandungan saya," tanya Irenne, menahan sakit. Dokter menggeleng pelan. "Maaf, Anda keguguran. Anda harus menjalani kuret untuk membersihkan rahim. Karena janinnya tidak mau keluar." Sontak, penjelasan dokter membuat hati Irenne hancur berkeping-keping. Lagi dan lagi, ia mendapatkan hantaman yang bertubi-tubi. Irenne histeris. "Tidak! Aku tidak boleh kehilangan bayi ini, Dokter!" Bagaimana mungkin Irenne menerima kenyataan ini? Kehamilan yang dinanti-nantikan lenyap begitu saja, bahkan sebelum ia merasakan detak jantung bayinya. Dokter mengusap tangannya, mencoba menenangkan Irenne. "Tenang, Nyonya. Anda masih muda dan masih bisa hamil lagi. Tapi, Anda harus tenang dan menghindari stres berlebihan. Itulah yang memicu keguguran." Pelayan segera keluar untuk menelepon Irish. Alih-alih khawatir dan prihatin, Irish justru menyalahkan Irenne dan enggan menjenguknya di rumah sakit. "Itu kesalahannya sendiri, dia yang harus menanggungnya. Buat apa saya harus jenguk-jenguk. Bilang dengan dia jangan manja!" Lalu, pelayan menghubungi Davin berkali-kali. Namun, panggilan teleponnya diabaikan. Prosedur kuretase yang sangat menyakitkan harus dijalani Irenne seorang diri. Ketidakhadiran suami di sisi Irenne menambah perih luka batinnya. Setelah prosedur selesai, dokter menyarankan Irenne untuk menjalani perawatan inap di rumah sakit. Pelayan menemaninya semalaman. Irenne adalah anak tunggal keluarga Kenneth yang terkaya di kota Rantona. Ia baru saja kehilangan janinnya dan berakhir di ranjang rumah sakit. Bahkan, suami dan ibu mertua tidak memedulikannya. Setelah dinyatakan pulih, Irenne diperbolehkan pulang. Tepat pukul 10:00 pagi, ia pulang ditemani pelayannya. Davin bahkan tidak menjemputnya, meskipun ia sudah berada di rumah. Irenne menggenggam tangannya erat-erat, menahan sesak di dada. Ia tak sabar meminta penjelasan kepada Davin. Sesampainya di depan rumah. Sopir membukakan pintu untuknya. Irenne yang masih merasakan sakit, memegang erat perutnya. Air mata mengancam untuk tumpah. Ia menarik napas panjang, bersiap melangkah masuk. Namun, ponselnya bergetar. Nomor asing itu kembali mengirimkan foto dan video panas mereka. Awalnya, Irenne ingin berbicara baik-baik dengan Davin. Tapi kali ini, keputusannya sudah bulat. Dengan langkah gontai, Irenne masuk ke rumah. Davin terlihat santai di ruang keluarga, asyik bermain ponsel. Irenne menghampirinya, suaranya lantang dan tegas, "Aku mau cerai.""Masalah apa?" tanya Irenne sambil berkernyit, meletakkan gelas air putih di meja.Andrea melemaskan otot-otot kakinya. Sahabat Irenne yang berwajah cantik dan tinggi ini terlihat sedang memikirkan sesuatu. Tatapan matanya serius, tidak seperti biasanya yang penuh dengan canda."Ya, aku harus bilang sesuatu," ucap Andrea dengan nada hati-hati melirik ke Irenne.Irenne menoleh, sedikit heran melihat wajah Andrea yang tampak menahan beban. "Kenapa? Ada apa? Kelihatan banget kamu lagi mikirin sesuatu."Andrea menarik napas panjang, lalu meraih cangkirnya di meja. "Ini soal keluargamu. Perusahaan ayahmu, sekarang sedang di ambang kehancuran."Jantung Irenne berdegup kencang. "Apa maksudmu?!" tanyanya cemas."Ayahmu terlalu banyak menuruti hidup ibu tiri dan adik tiri kamu Ren. Belanja berlebihan, pesta, semua gaya hidup mewah itu menguras keuangan perusahaan. Tiap hari aku bertemu mereka di kantor. Jadi aku tahu tentang kemewahan yang seharusnya adalah milikmu, Ren.""Ditambah lagi adik t
Irenne diam sesaat, pikirannya masih gamang. Tapi akhirnya wanita itu menjawab."Tidak ... sa—saya tidak terima tawaran Bapak."Mark terdiam. Matanya menunduk sesaat, lalu kembali menatap Irenne. Ada gurat kecewa yang jelas terbaca di wajah tampannya. Seolah penolakan itu menghantam harapannya yang sempat ia gantungkan pada wanita di hadapannya. Tawaran untuk menjadi ibu sambung Arley bukan sekadar formalitas baginya, melainkan sebuah jalan keluar yang ia yakini terbaik untuk anaknya. Namun kini, setelah Irenne menolak dengan halus, hatinya terasa hampa.Melihat sorot mata Mark yang meredup, hati Irenne ikut terenyuh. Ia tidak bermaksud menyakiti, hanya saja tawaran itu terlalu berat untuk diterima. Jari-jarinya meremas ujung rok yang ia kenakan, mencoba menahan rasa bersalah yang tiba-tiba muncul."Maafkan saya, Pak ..." ucapnya lirih, hampir tak terdengar. Ia menunduk, tak sanggup membalas tatapan Mark. Dalam hatinya, Irenne tahu bahwa lelaki itu sedang berjuang demi anaknya. Justr
"Perlu Anda tahu, lowongan yang masih tersisa hanya di bagian cleaning servis. Apa Anda mau di bagian tersebut?" tanya Mark, tatapannya tajam namun penuh penilaian, tak lepas dari wajah Irenne."Maaf, Pak. Bidang ini tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan saya," kata Irenne.Mark lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Apa kamu sudah izin dengan keluargamu? Atau dengan suamimu agar bisa bekerja di perusahaan ini?"Pertanyaan itu membuat Irenne membeku. Dia menunduk, mencoba menyembunyikan sorot matanya yang bergetar."Sa—saya baru aja pisah dengan suami," ucapnya terbata, suaranya nyaris berbisik.Mark mencondongkan tubuh sedikit ke depan. "Bercerai maksudnya?" tanyanya, suaranya dalam dan penuh rasa ingin tahu.Irenne menggigit bibir bawahnya, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Sa—saya belum resmi bercerai. Tapi saya akan bekerja untuk membuat surat cerai secepatnya."Di balik kata-kata itu, tersimpan luka yang dalam pada Davin, sang suami. Tapi pertanyaan-pertany
Irenne menoleh ke seorang anak laki-laki berusia sekitaran lima tahun. Keningnya berkernyit.'Mama? Anak ini memanggil siapa? Panggil aku?' batinnya memandang sang anak yang memeluk pangkuan Irenne."Mama, Mama!" ucap sang anak pria sambil terus memeluknya."Hei, sayang. Kenapa kamu panggil aku, Mama? Di mana Mama kamu?" ucap Irenne tersenyum."Mama, aku kangen sama Mama. Mama jangan pergi lagi ya. Mamaaa."Ucapan sang anak diselingi Isak tangis, yang seolah menyimpan kerinduan seribu tahun, membuat hati Irenne terenyuh. Ia menunduk, menatap wajah polos dengan mata bening penuh kerinduan. 'Pasti anak ini ditinggal ibunya,' pikirnya sambil mengusap rambut halusnya yang wangi samar susu.Di sisi lain, seorang pria dengan jas berwarna cream, sosok tegas sebagai seorang presdir perusahaan itu, berdiri memperhatikan dari kejauhan. Tatapan tajamnya sempat melunak ketika melihat sang anak begitu erat memeluk Irenne.Dia segera melirik seorang babysitter yang baru saja keluar dari toilet. De
Irenne tak dapat menahan amarahnya lagi.Plak!Satu tamparan keras melayang di pipi Aurel. Tindakan Irenne menyita perhatian banyak orang. Bagaimana tidak? Model iklan perusahaan mereka ditampar. Hal itu tentu akan menjadi buah bibir di kantor.Irenne mengabaikan tatapan-tatapan itu."Aku sudah cukup sabar menghadapi perlakuanmu selama ini. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkannya begitu saja," tegas Irenne.Aurel mengepal kuat. Ia mengusap pipinya yang terasa perih. Kekecewaan Aurel semakin memuncak saat Davin hanya diam tak menghentikan Irenne."Security!" panggil Aurel lantang.Dua petugas keamanan dengan berbadan tegap datang.Aurel menunjuk ke arah Irenne. "Cepat bawa wanita ini keluar. Wanita kurang ajar, sepertinya tidak cocok bekerja di sini," perintahnya.Petugas keamanan tampak ragu. Mereka diam saling pandang."Aurel!" seru Irenne. "Kamu jangan keterlaluan!"Aurel melotot ke arah security itu. "Kenapa kalian diam saja! Aku ini model iklan di sini, dan dia sudah menampar
Mendengar kata cerai, Davin tersentak dan segera mematikan ponselnya. Kata-kata yang sangat mustahil diucapkan Irenne, terlontar begitu saja.Davin bangkit dari kursinya, menghampiri Irenne. "Omong kosong! Kau sadar apa yang baru saja kamu katakan, ha?" Irenne berdecih, "Kau bilang omong kosong? Apa kau perduli padaku? Aku baru saja keguguran, tapi kau bahkan tidak menjenguk. Kau asik selingkuh, kan?"Pandangan Irenne dan Davin saling bertaut. Ia tak menyangka Irenne mengetahui perselingkuhannya. Namun, alih-alih merasa bersalah ia justru bersikap acuh tak acuh.Davin membalas, "Kau keguguran karena kecerobohanmu sendiri. Atas dasar apa kau menuduhku selingkuh?" Irenne tak percaya, lelaki yang begitu di cintainya tega mengatakan hal itu. Bayinya bahkan tidak diperdulikan sedikitpun.Padahal, Davin selalu mendesaknya untuk segera hamil. Keluarganya bahkan menuduhnya mandul. Ironisnya, saat Irenne hamil mereka tak ada yang perduli.“Suami macam apa kamu Davin?!”Irenne mengambil pons
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments