Bab 37.“Ada apa, Bob?” cecarku. “Kak Nindy masuk rumah sakit. Ditubuhnya penuh luka lebam dan cekikan. Kata seseorang yang menolongnya, Kakak sudah tak sadarkan diri di teras rumah yang sepi karena syok,” papar Boby hingga membuatku membulatkan mata.“Terus? Gimana keadaan dia sekarang?” tanyaku kembali.“Kak Nindy harus dirawat karena ada sendi di bagian lengan dan tulang bahunya yang bergeser. Dan yang paling parah dari semua itu, dia mengalami keguguran,” terangnya semakin membuatku terkejut luar biasa.Kuputuskan untuk ikut bersama Boby untuk melihat kondisi Nindy. Sebelumnya, kuminta Riri untuk diam di rumah saja. Saat di perjalanan, aku mengabari Mas Azzam tentang kondisi putri sulungnya tersebut. Suamiku begitu terkejut, dia terdengar marah ketika mendapat penjelasan dariku. Katanya, setelah pulang dari kantor polisi nanti, Mas Azzam akan menyusul ke rumah sakit di mana Nindy dirawat.Aku dan Boby bergegas mencari kamar berapa Nindy berada. Kemudian, menghubungi wanita yang
Bab 38. “Maafkan aku ....” ujar Nindy dengan lirih.Aku masih mematung di tempat, begitu tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar. Nindy meminta maaf? Apa pendengaranku tak salah?Jari Nindy yang meremas pergelangan tangan ini membuatku sontak tersadar dari lamunan.“Apa kamu mau memaafkan aku? Aku tahu, aku sudah salah menilaimu selama ini. Bahkan, aku sudah berbuat dzolim kepadamu hanya untuk merebut serta mendapatkan Mas Danang kembali. Tapi, apa yang kudapat sekarang? A-aku ... kehilangan segalanya ...,” ujarnya dengan begitu pilu. Terdapat luka di setiap kata-kata Nindy yang terucap.Kualihkan pandangan agar kami saling menatap satu sama lain. Supaya bisa menyelami perasaan putri suamiku tersebut lewat mata. Konon, jika ingin melihat ketulusan dari seseorang, yang pertama tak bisa berbohong ialah mata. Dari anggota tubuh yang bening tersebut, dapat menjelaskan beribu perasaan yang terpendam, termasuk kebohongan.Namun, aku sama sekali tak melihat keburukan apa pun dari N
Bab 39.“Apa kata Boby?” tanya Nindy. Aku menggeleng lalu berkata, “ Tidak apa-apa, Nin. Dia cuma bilang belum menemukan Danang,” ujarku tanpa menceritakan yang sebenarnya. Aku tak ingin, Nindy yang belum terlalu pulih harus terbebani karena masalah ini. Aku hanya berharap, polisi segera selesai melakukan penyelidikan dan penyidikan agar secepatnya pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Tak lama, Riri dan Mas Azzam akhirnya datang juga. Kutahu, suamiku pasti baru pulang dari perusahaan dan sekalian menjemput Riri, itu yang dia katakan tadi di pesan yang dirinya kirim.Aku menyambut kedatangan Riri dan Mas Azzam. Riri mencium tangan dan kedua pipiku, lalu beralih ke ranjang kakaknya untuk melepas rindu. Meski pun hubungan mereka sempat merenggang sebelumnya, tetapi bagaimana pun mereka memiliki hubungan saudara. Pasti, akan sama-sama merasakan sedih jika salah satunya terkena masalah atau musibah. Itu pun yang terjadi antara Riri dan Nindy sekarang.Sedangkan Mas Azzam, di
Bab 40.“Mas ... aku haus,” ujarku lirih saat kesadaranku telah kembali. Kali ini, aku sudah berada di ranjang rumah sakit. Mendengar suaraku Mas Azzam langsung tersentak.“Ya Allah, Sayang. Akhirnya kamu sadar juga.”Suamiku ini sontak memeluk tubuh ini hingga tak sadar mengenai lenganku yang sempat terluka, dan aku masih ingat karena perbuatan siapa.“Aww ... sakit, Mas,” ujarku sambil meringis.“Maaf. Mas terlalu bahagia saat kamu siuman. Kamu bener-bener bikin Mas ini jantungan tahu. Bisa-bisanya kamu membahayakan keselamatan dirimu seperti tadi!” sembur suamiku ini dengan tatapan tajam.Dia meraih botol air putih di atas nakas, lalu membuka tutup dan memasukkan sedotan ke dalamnya. Setelah itu, ia arahkan benda tersebut ke arahku, lalu aku minum beberapa tegukan demi melegakan tenggorokan yang mengering.“Tapi, kalau aku tak nekat seperti tadi, Nindy bakalan celaka. Aku enggak mau Mas juga bakalan sedih karena Nindy terluka,” ujarku. Mas Azzam memandangku dengan intens. Entah a
“Kamu tega sekali, Mas.”Aku tergugu di sudut gedung mewah, di mana dekorasi pernikahan berwarna serba putih menghiasi setiap penjuru ruangan. Dia suamiku telah mengucap janji suci pernikahan terhadap wanita lain, hingga membuat hati ini remuk redam seakan hancur tak tersisa.Suamiku menikahi perempuan yang sangat dicintainya. Kekasih masa lalu sebelum aku menjadi istri seorang Dirga. Wanita yang teramat dia dambakan untuk menjadi seorang pendamping hidup bukan seperti diriku.Ya, aku dan dia memang menikah karena dijodohkan ayah mertua dua tahun yang lalu, tanpa cinta di antara kami.Bukan, hanya dia yang tak pernah mencintaiku. Bahkan awal pernikahan tak pernah sekalipun dia menyentuh istrinya ini. Jangankan untuk itu, menatapku saja sepertinya Mas Dirga enggan. Meski kami tidur dalam satu kamar yang sama. Malam-malamku itu selalu dingin, tak pernah ada kehangatan yang ditunjukkan suamiku.Aku sadar siapa diri ini untuknya. Hanya anak seorang pembantu dalam keluarga Adiwiyata. Karen
Aku tak sengaja menyenggol guci yang ada di sebelah tanganku, membuat benda itu tergolek dan pecah. Mas Dirga dan wanita itu menghentikan aktivitas mereka.Saat berbalik dan mendapatiku ada di ruangannya, keduanya yang baru sadar akan kedatanganku terkejut lalu melepaskan satu sama lain. Keadaan Mas Dirga dan wanita itu sama-sama terbuka. Baju suamiku sudah teronggok di lantai, sedang wanita itu ... ah sungguh tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Remuk sudah hati ini.Aku sudah tahu Mas Dirga mempunyai kekasih, tetapi untuk menyaksikan kelakuan bejat mereka dengan mata kepala sendiri sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya.Mas Dirga berdiri dan membereskan penampilannya sambil menatap tajam ke arahku. Sedang wanita bernama Anita itu cepat-cepat pergi ke toilet yang ada di dalam ruangan.Aku masih syok dengan semua yang terjadi hanya bergeming , sampai suara Mas Dirga membuyarkan segala lamunanku.“Sedang apa kamu di sini?” tekannya kepadaku sambil menggebrak meja.Aku mendongak,
Tak ada yang bisa kulakukan untuk membantah ucapan Mas Dirga. Kuambil selimut yang Mas Dirga bawa dari lemari serta bantal yang biasa kupakai. Dinginnya lantai tak membuatku menggigil, bahkan yang kurasakan sebaliknya, hawa panas panas yang menjalar ke seluruh tubuh. Bagaimana pun, aku manusia normal yang bisa merasa marah serta kecewa atas segala perlakuan suamiku saat ini. Kucoba untuk menahannya walau hatiku benar-benar merasakan perih luar biasa.Terpaksa, malam ini aku tidur tanpa alas. Bahkan, saat pagi tiba, tubuhku terasa menggigil. Aku mencoba bangkit berniat ke kamar mandi untuk mengambil wudu, tetapi kini kepalaku berdenyut begitu hebat. Segalanya kulihat seakan berputar-putar dan pandangan mulai mengabur, hingga tak berapa lama kurasakan tubuh ini terjatuh, kemudian gelap menyelimuti kesadaranku.Kubuka mata serta melirik ke segala penjuru kamar. Aku mengernyit dengan posisiku saat ini yang sudah ada di atas ranjang. Mungkinkah Mas Dirga yang memindahkanku?Sampai ketika
Setelah seharian berpikir ulang, mungkin aku harus lebih berjuang mengambil hati suamiku daripada hanya diam dan pasrah dengan apa yang terjadi. Orang bilang, jika seorang suami sudah terbiasa dengan masakan sang istri, secara tak langsung dia akan ketergantungan dengan kita. Aku percaya itu, jadi akan kucoba mengambil hati Mas Dirga dengan segala perhatian yang aku berikan.Kulihat suamiku turun ke bawah dengan penampilan yang lebih segar setelah mandi. Dia masuk ke ruangan kerja ayah mertua, sesuai yang diperintahkan tadi. Kulirik masakan yang kubuat sudah matang, lalu menyiapkannya ke meja makan.Setelah itu aku pergi ke kamar untuk memperbaiki penampilan agar lebih segar dan menarik di mata Mas Dirga. Tak berapa lama suamiku itu datang dengan wajah yang tidak bersahabat. Aku yang khawatir menghampiri dia.“Ada apa, Mas? Kenapa Mas terlihat marah?” tanyaku dengan raut wajah penasaran.“Diam kamu! Gara-gara menikahimu aku mendapatkan kesialan bertubi-tubi. Dasar wanita tak berguna!”