Home / Romansa / Mertua, Awal Pembawa Petaka / Pelakor Licik tapi Istri Sah Lebih Cerdik

Share

Pelakor Licik tapi Istri Sah Lebih Cerdik

last update Last Updated: 2022-05-01 11:51:24

Mertua, Awal Pembawa Petaka

Pelakor licik Istri sah lebih cerdik

Bab 2

Aku menatap bergantian dua sejoli di hadapanku. Dari awal masuk wanita itu menunduk, tidak berani menatapku.

"Kau tahu siapa aku?" tanyaku pada wanita yang tidak kutahu namanya itu.

Ia hanya mengangguk kecil. Aku memperhatikannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ku akui wanita ini memang memiliki paras untuk memikat seorang lelaki. Bahkan lelaki lajang sekalipun, tapi kenapa ia memilih lelaki beristri?

"Apa alasanmu bersedia dipinang oleh lelaki beristri?" Aku kembali bertanya dan menatapnya dengan lekat. Sedangkan Mas Lukman hanya diam tidak berani buka suara.

"Aku … aku, mencintai Mas Lukman," jawabnya.

Aku langsung tertawa seketika, membuat mereka sontak melihat ke arahku. "Apa kau tidak memikirkan perasaanku sebelum menerima pinangan Mas Lukman?"

"Aku tahu perasaan Mbak seperti apa, Mbak pasti sakit hati menerima semua ini. Tapi, kami saling mencintai, Mbak. Tolong jangan pisahkan kami." Ia mengiba.

Aku mencoba menahan tubuhnya yang akan berlutut di kakiku. Aku tidak suka melihat orang memohon dan berlutut kepadaku. Wanita itu bilang ia dan Mas Lukman saling mencintai? Kenapa berbeda sekali dengan pengakuan Mas Lukman. Aku masih mencari tahu kebenarannya yang mana. Tadi malam aku sempat bertanya tentang perasaan Mas Lukman pada wanita ini. Mas Lukman mengatakan ia tidak mencintai wanita yang kini mengandung anaknya. Ia hanya menginginkan anaknya saja. Bukankah terdengar kejam? Habis manis sepah dibuang.

"Tidak! Kau tidak akan pernah tahu apa yang kurasakan sebelum kau mengalaminya sendiri. Apa perlu aku menyuruh Mas Lukman menikah lagi, agar kau juga ikut merasakan apa yang kurasakan?!" teriakku.

Mata wanita itu terbelalak, ia menoleh menatap Mas Lukman.

"Sayang–"

"Aku belum memintamu untuk bicara, sabar sedikit!" Aku memotong perkataan Mas Lukman.

Aku meraih cangkir berisi teh hijau dan menyesapnya pelan. Aku tidak ingin menghadapi mereka dengan penuh emosi.

"Jumi!" Aku berteriak memanggil asisten rumah tangga yang dulu pernah bekerja padaku. Ia sempat berhenti satu tahun karena hamil besar dan melahirkan.

"Iya, Bu." Ia berdiri di hadapanku.

"Saya sama Mas Lukman mau pergi ke kantor, tolong kamu jaga dia. Eh … siapa namamu?" Aku menunjuknya menggunakan dagu.

"Indah."

Namamu Indah tapi hatimu busuk! Aku hanya membatin sambil mengumpat dalam hati.

"Kalau Ibu Mertua datang, jangan buka pagarnya. Mengerti?!" tegasku. Jumi mengangguk tanda mengerti.

"Ayo, Mas. Jangan sampai kamu telat, seorang pimpinan itu harus disiplin!" seruku sambil berjalan melewati Indah yang masih berdiri mematung.

Pulang dari kantor baru akan aku lanjutkan semua ini. Sengaja aku berangkat satu mobil bersama Mas Lukman. Aku yang akan membawa mobil ini dan menjemputnya saat pulang kerja. Selama perjalanan, tidak ada satupun dari kita yang membuka percakapan.

***

Pekerjaan yang menumpuk membuatku tidak sempat untuk istirahat. Bahkan makan siang pun aku lakukan di ruang kerja. Notifikasi pesan masuk dari aplikasi hijau milikku.

[Sayang, kartu kredit sama kartu debit punya Mas kamu bawa, ya?]

Aku tersenyum simpul saat membaca pesan masuk dari Mas Lukman.

[Iya, kita harus meminimalisir pengeluaran. Aku pengen ikut program bayi tabung! Aku cuman gak mau kamu terlalu menghamburkan uang.]

Sebelum Mas Lukman bangun, aku memang mengambil semua kartu dan uang di dompetnya. Hanya menyisakan dua lembar uang seratus ribu. Sebenarnya Mas Lukman bukanlah tipikal suami pelit. Semua gaji yang ia terima akan otomatis masuk ke rekeningku. Biasanya ia hanya menyisakan untuk pegangan saja. Tapi memang dasarnya diriku terlalu naif, tidak curiga saat Mas Lukman memutuskan untuk tidak mengirimkan uang gajinya ke rekeningku karena ia ingin merambah bisnis baru. Bisnis yang sampai saat ini saja aku tidak pernah tahu.

Dari lima puluh juta yang biasa diterima, Mas Lukman memangkasnya menjadi sepuluh juta. Awalnya aku tidak mempermasalahkan karena memang ikut juga bekerja. Tidak memiliki tanggung jawab lain karena orang tuaku sudah meninggal dan aku tidak memiliki adik. Malangnya nasibku, bahkan tidak pernah melihat kakek ataupun nenekku. Kedua orang tuaku menikah tanpa restu, karena mereka berbeda keyakinan. Mata ini mulai berembun kala mengingat mereka kembali.

Kamu memang sendiri, Kanaya. Tapi jangan sampai karena kesendirian ini kamu diinjak-injak! Hanya bisa membatin sembari menyuapkan makanan yang entah kenapa rasanya kini menjadi hambar. Lelah bekerja seharian, tubuh ini rasanya remuk. Dulu Mas Lukman pernah memintaku untuk tidak bekerja, tapi aku menolak. Tidak ingin meratapi kesendirian karena merindukan kehadiran seorang anak.

Saat sampai di rumah, aku bisa mendengar suara televisi dari ruang tengah. Ternyata wanita itu sedang duduk santai bersama cemilan di pangkuannya. Enak sekali hidupnya itu, seperti tidak ada beban setelah menikah dengan suami beristri Belum sampai pintu rumah tertutup, ponselku berdering. Nama Mas Lukman terpampang disana. Tanpa pikir panjang aku langsung menerima panggilan itu.

"Kenapa, Mas?" 

"Sayang, kamu lupa? Katanya pulang kantor mau jemput Mas. Dari tadi Mas udah nungguin loh," serunya dari seberang telepon.

"Aku lupa, Mas. Ya udah, kamu naik taxi aja. Aku males kalau harus jemput kesana, capek!"

Tanpa menunggu jawabannya, langsung aku menutup telepon itu dan beralih menatap Indah.

"Jangan lupa cemilannya dihabiskan! Bereskan juga remahan yang berserakan di karpet, orang numpang harus tahu diri!" Aku berseru sambil berjalan saat melewati Indah tanpa menatap wanita itu.

Samar-samar aku bisa mendengar ia mengumpat, aku tidak peduli. Dia pikir aku akan membiarkannya menikmati semua yang ada di rumahku? Tentu tidak.

***

Baru saja mata ini akan terpejam, suara notifikasi pesan masuk dari ponselku membuat diri ini dengan terpaksa harus bangkit kembali. Meraih benda pipih yang tergeletak di atas nakas. Mengernyit heran saat melihat nama Jumi yang tertera di sana, lekas aku langsung membuka pesan yang berisi video itu.

“Mas, aku mau dibeliin rumah, dong. Aku gak mau tinggal disini, istri kamu itu tega banget nyuruh aku yang lagi hamil gini buat beres-beres, dia pikir aku ini pembantu apa? Aku juga ‘kan istri kamu, Mas. Kalau terjadi apa-apa sama anak kita gimana? Yang paling aku takutin itu dia bakalan celakain aku sama anak kita!” Indah terlihat merajuk di depan Mas Lukman.

Aku tersenyum mengejek saat melihat Indah yang tengah merangkul lengan Mas Lukman dalam video itu. Licik juga wanita itu! Kita lihat saja, siapa yang akan Mas Lukman pilih. Aku, atau wanita bernama Indah tapi berhati busuk itu! Aku masih menatap layar datar. Melihat Mas Lukman yang menepis kasar tangan Indah yang melingkar di lengan suamiku.

“Cukup! Kamu gak usah jelek-jelekin, Kanaya. Istriku gak sepicik itu, kamu tahu?!” 

Mas Lukman membentak Indah lalu berjalan menaiki anak tangga. Dengan cepat, aku mematikan ponsel dan menyimpan kembali di tempatnya dan pura-pura tertidur. Sebelum Mas Lukman datang.

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Istriku ga sepicik itu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Ending

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorMata Lukman kini sudah berembun jika mengingat masa lalu Lukman merasa dirinyalah lelaki paling b*jingan lelaki paling brengsek dan lelaki paling tidak tahu diri di dunia karena ia tega menyakiti istri yang baik dan setia seperti Kanaya. Waktu memang tidak bisa diputar tapi apa yang sudah terjadi pasti akan membekas di benak dan pikiran apalagi sesuatu hal yang menyakitkan itu akan sulit untuk dilupakan."Tolong jangan bahas lagi masa lalu aku nggak mau lagi membuka kisah kelam kita di masa lalu itu bukan cuma nyakitin aku tapi juga nyakitin kamu juga, Mas." Kanaya mengerti dengan apa yang akan dikatakan oleh suaminya itu."Tapi, Yank–""Kalau kamu bahas itu lagi, aku bakalan marah!" ancam Kanaya."Oke, Mas minta maaf. Mas janji nggak bakal ngomong soal itu lagi," ujar Lukman."Jadi gimana, kamu udah telepon Shanum atau Trisha?" Kanaya mengulang pertanyaan yang tadi sudah keluar dari mulutnya."Nggak nelpon sih, Shanum cuman kiriman video Zian la

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Keputusan Akhir

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorKeesokan harinya Lana mendatangi pengacara untuk membahas soal perceraian, ia tidak ingin menunda terlalu lama. Lana paling tidak suka berlarut-larut dalam kesedihan, hidupnya harus tetap berjalan apalagi ada Asha yang membutuhkan curahan kasih sayang dari ibunya. Lukman dan Rangga menemani Lana sedangkan Rania berada di rumah bersama Kanaya menjaga Asha."Apa ibu sudah yakin dengan keputusan ini?" tanya pengacara itu memastikan, Rangga sengaja membawa Lana menemui pengacara keluarga yang mengetahui mengenai perjanjian pra nikah antara Lana dan Aditya."Ya, saya sudah yakin, Pak!" jawab Lana tegas."Baiklah, sebelumnya saya akan membacakan perjanjian pra nikah yang pernah dibuat oleh Pak Aditya atas kesepakatan kalian berdua."Lana menarik nafas panjang, ia mencoba menenangkan perasaannya saat pengacara itu mulai menjelaskan. Jika seluruh harta Aditya akan berpindah tangan pada Lana saat Aditya ketahuan berselingkuh, Aditya sendiri yang membuat i

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Sulit

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorWanita jika sudah didapatkan kelemahannya seperti Anika tentu ia tidak akan melepaskan lelaki yang sudah menggagahinya itu. Ia memang tidak menggoda Aditya tapi lelaki itu yang memaksa tapi paksaan itu malah membuat Anika menjadi egois dan tidak ingin melepaskan Aditya.Baru saja akan keluar dari grup, telepon Anika berdering. Panggilan masuk dari ibunya yang berada di kampung, Anika memang seorang diri. Ia tinggal di salah satu kontrak dan rencana akan membeli apartemen tahun ini setelah uangnya cukup. Anika bahkan sudah dua tahun tidak pulang karena ia malas mendengar keluarga besar dan tetangganya menanyakan mengenai dirinya yang masih belum menikah."Iya, Bu," sapa Anika dengan tidak bersemangat, ia masih merasa kesal karena orang-orang membicarakannya di grup."Kenapa kamu melakukan hal menjijikkan itu, Nak?" tutur sang ibu dengan Isak tangis. Jantung Anika berpacu lebih cepat dari sebelumnya, ia takut jika ibunya tahu mengenai masalah ini.

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Pelakor Dihujat

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Apa bedanya sama lo? Lo juga kawin sama setiap cowok yang lo pacarin!" sahut Anika karena tidak terima dikatai murahan oleh Raya."Jelas beda dong, Say. Gue mah jelas pacaran sama cowok yang nggak ada bininya, lah elo? Udah tahu ada bininya masih di embat aja, kayak nggak ada cowok lain aja di dunia ini!" sungut Raya."Udah ah! Jadi ini gimana solusinya?" tanya Anika."Lo tinggalin Pak Adit, dia udah jelas nggak bakalan milih lo, Nik. Jagan berharap lo bisa jadi istri keduanya, mending lo susun lagi hidup lo dan jangan inget masa lalu. Wkatu itu berharga, jangan lo sia-siain buat nunggu laki orang."Anika terdiam, ia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Raya. Sisi egosi dalam dirinya tetap tidak ingin kalah, sebelum mundur Anika akan mencoba dulu untuk mendekati Aditya dan meminta pertanggungjawaban lelaki itu. Meskipun tidak hamil tapi Aditya sudah merenggut kesucian Anika. Jika seseorang sudah dikuasai ambisi tentu tidak akan pernah

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Tak Bisa Memaksa

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Tolong tinggalkan kami di sini!" pinta Lukman.Kanaya masih belum beranjak, ia takut suaminya akan menghajar Aditya yang wajahnya saja bahkan sudah sangat menyedihkan seperti ini. Mengerti dengan kecemasan sang istri kini Lukman menatap Kanaya sambil memegang pundak wanita itu."Mas ….""Kamu percaya 'kan, Yank?" Lukman menatap Kanaya sambil tersenyum.Kanaya mengangguk lalu meninggalkan Lukman dan Aditya berdua. Aditya merasa bingung sekaligus takut saat tadi Mbok Tin mengatakan jika Lukman datang. Sudah pasti jika Lukman akan menanyakan perihal masalah rumah tangga Aditya dan Lana."Gue nggak tahu alasan lo sebenarnya apa Tapi gue nggak nyangka lo bisa ngelakuin hal bodoh kayak gue dulu!" tutur Lukman. Ia sadar, tidak mungkin menghakimi Aditya karena Lukman juga pernah melakukan kesalahan yang sama di masa lalunya yang bahkan masalah yang ditimbulkannya bergulir sampai anak-anaknya tumbuh dewasa.Aditya menunduk, "Gue bener-bener nyesel, tolon

  • Mertua, Awal Pembawa Petaka   Menemui Aditya

    Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorLana mencoba untuk mengatur nafasnya, menenangkan perasaan berharap Lukman tidak mencurigai apapun. Rania masuk ke dalam kamar membawa Asha, hotel itu memiliki dua kamar tidur dan sebuah ruang tamu dan juga dapur. Rangga sengaja memesannya untuk beberapa hari kedepan."Mas ….""Kamu nggak mau cerita apapun?" tanya Lukman tiba-tiba membuka tubuh Lana menegang. Wanita itu mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mungkinkah jika Lukman mengetahui semuanya."Cerita soal apa, Mas?" Lana mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan gejolak dalam dadanya."Tolong jangan sembunyikan apapun lagi, Lan. Masalah sebesar ini kamu tanggung sendiri? Mas masih ada di sini, Lan." Suara Lukman melemah, samar-samar Lana bisa mendengar suara isak tangis dari ujung telepon."Mas ….""Mas sama Mbak kamu sekarang lagi di jalan. Tunggu kita datang!"Belum sempat Lana buka suara, sambungan telepon itu lebih dulu terputus. Lana langsung gusar, ia takut jika kakaknya datan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status