POV AuthorHusna berkali-kali mengucapkan syukur dalam hatinya saat ia bisa berbicara meskipun hanya satu dua kata meskipun belum terdengar jelas. Tapi ia memiliki kesempatan untuk mengatakan pada Lana mengenai keberadaan ayahnya. Lana pasti akan bahagia jika saat menikah nanti ayahnya langsung yang menjadi wali."Ya Allah … izinkan aku untuk bisa kembali berbicara," batin Husna dengan tangis haru."Besok jadwal terapi Ibu, semoga aja semakin hari Ibu semakin membaik ya," ujar suster itu yang langsung mendapat anggukan dari Husna.Suster itu mengatakan pada Lana jika Husna sudah bisa mengucapkan satu dua kata meskipun masih terbata dan kesulitan. Lana yang mendengar tentu bahagia dan langsung mengabari kakaknya."Sus, tolong rawat ibu saya dengan baik ya. Akhir-akhir ini saya sibuk buat ngurusin acara nikahan nanti soalnya," tutur Lana."Baik, Mbak. Saya akan sebaik mungkin mengurus Bu Husna."Lana dan Aditya memang mengambil cuti secara bersamaan untuk mempersiapkan pernikahan. Lana
POV Author"Kenapa nasib anak kita seperti ini, Pak?" Siti menangis tersedu setelah mendatangi Indah yang berada dipenjara."Sabar, Bu. Ini semua hasil dari perbuatannya sendiri, kalau nggak dihukum dia nggak akan bisa sadar akan kesalahannya," ujar Dani.Mereka mendapatkan kabar langsung dari Lukman, tapi baru bisa melihat Indah sekarang karena kondisi kesehatan Siti yang menurun. Ia terlalu lelah mengurus cucunya, seharusnya di usia seperti ini ia lebih banyak beristirahat dan jangan terlalu lelah.Trisha sengaja dititipkan pada tetangga karena tidak mungkin di bawa jauh. Kecewa mereka bertambah karena Indah terlihat tidak antusias saat orang tuanya datang, Indah bahkan menyuruh kedua orangtuanya agar tidak berlama-lama dan langsung pulang."Pak, emang nggak bisa minta Lukman buat narik tuntutannya?""Nggak bisa, Bu. Indah sudah ditetapkan kurungan empat tahun," jelas Dani. Ia sebagai seorang ayah juga terluka melihat putri satu-satunya seperti ini, tapi Dani ingin Indah sadar dan m
POV AuthorLukman beralih menatap Lana, meminta penjelasan pada wanita itu. Lana mengusap air matanya dan menenangkan perasaannya sebelum membuka suara."Mbak Kanaya ada di rumah sakit, Mas. Anak kalian juga sudah lahir," terang Lana dengan suara lirih.Lukman mengisyaratkan Lana untuk mengikutinya, ia berjalan ke arah dapur untuk berbicara pada Lana. Semua yang didengarnya dari suster itu berarti tidak benar, pasalnya tadi pagi saat ia menelpon Husna seorang suster yang mengangkat telepon dan mengatakan Husna pingsan juga memberitahu jika istrinya meninggal. Tapi suster itu tidak mengatakan namanya, mungkin ia salah paham dan ia tidak tahu apa yang dikatakannya itu tidak benar.Sedangkan Lana menceritakan jika kemarin sore ada orang yang tidak dikenal menusuk Laila hingga ia meregang nyawa. Sedangkan Kanaya merasakan kontraksi yang sangat kuat setelah melihat kejadian mengerikan itu secara langsung, Kanaya melahirkan diluar hari perkiraan lahir. Lana belum tahu kejadian sebenarnya ka
POV AuthorKeesokan harinya orangtua Laila pamit, mereka merasa tidak nyaman jika terlalu lama berada di rumah orang lain. Lukman yang baru saja pulang dari rumah sakit mencoba menahannya dan meminta agar mereka tinggal lebih lama."Maaf, Nak. Kami tidak bisa lama-lama di sini," ujar Bapaknya Laila."Pak, jika Bapak dan Ibu tidak keberatan izinkan saya untuk merawat ketiga anak Mbak Laila," tutur Lukman, mereka yang berada di sana tentu tidak menyangka Lukman akan menanyakan ini.Kedua orang tua Laila saling berpandangan, mereka sebenarnya ingin merawat cucu mereka tapi karena kondisi mereka yang sudah renta tidak sanggup jika mengurus ketiga anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, apalagi mereka juga hidup dari hasil berkebun tentu tidak akan cukup untuk menghidupi dan menyekolahkan tiga orang anak. Akhirnya mereka sepakat untuk memperbolehkan Lukman merawat anak-anak itu. Mereka percaya jika Lukman dan keluarganya adalah orang baik, seperti yang biasa diceritakan oleh Laila. Biasa
POV Author"Pa, harusnya Papa malu. Udah tau tapi masih suka sama daun muda, lagian cewek murahan itu cuman mau harta Papa doang!" seru Stevan yang langsung dihadiahi tamparan keras oleh ayahnya."Jaga bicaramu, Stev! Dia istriku, hormati dia!" bentak Leo."Hormati? Aku tidak sudi mengormati wanita rendahan kayak dia, cuman modal selangkangan aja dia bangga!" cibir Stevan, ia seolah tidak peduli jika sang ayah kembali akan mendaratkan tangannya di pipi yang kini sudah memerah."Kalau kedatanganmu hanya untuk menghinanya lebih baik kamu pergi!" usir Leo."Oke, aku pergi. Tapi ingat, Pa. Suatu saat Papa pasti menyesal telah menyakiti Mama!"Stevan keluar dari rumah itu dengan perasaan marah yang memuncak, meskipun ia baru berada di Indonesia namun kabar sang ayah yang sudah menikah lagi tentu sampai di telinganya. Ia tidak bisa kembali dengan cepat saat itu karena ingin menyelesaikan studinya yang hanya tinggal beberapa bulan selesai."Ikuti jal*ng itu kemanapun dia pergi!" titah Stevan
POV Author"Wanita itu terlihat mengintai sebuah rumah dari jauh, dia bahkan hampir setengah jam berada di sana," jelas orang suruhan Stevan."Cari tahu orang yang dia intai itu siapa!" titah Stevan."Dari orang-orang kantor, terdengar desas-desus jika dulu dia mengincar seorang lelaki yang bekerja di sana, Tuan. Dan saat ini dia mengintai lelaki yang sama," Joni."Siapa lelaki itu?" tanya Stevan penasaran. Mendengar semua itu memang bukanlah hal aneh bagi Stevan, ia tahu karakter wanita seperti Marcella itu seperti apa. Marcella akan pergi mencari lelaki idamannya setelah habis menguras harta milik Leo."Namanya Lukman, dia keluar dari perusahaan setelah wanita itu menggodanya. Lukman memiliki istri dan seorang anak yang baru saja lahir," ungkap Joni."Jangan biarkan jal*ng itu menyentuh atau menghancurkan keluarga orang lain. Kekalahannya adalah saat dia tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkannya."Stevan akan membuat hidup Marcella hancur, sehancur hancurnya. Bahkan Marcella tid
POV AuthorMalam itu Leo tiba-tiba harus pergi ke Hongkong karena ada masalah besar di perusahaan yang tidak bisa di tangani oleh orang lain selain lelaki itu. Perusahaan itu baru saja didirikannya disana, jelas Leo tidak akan memberikannya hancur begitu saja."Kamu beneran harus pergi, ya?" tanya Marcella dengan raut sedih."Iya, sayang. Nggak lama kok paling seminggu," jelas Leo."Seminggu itu lama, aku nggak bisa jauh dari kamu," tuturnya dengan nada manja."Kalau gitu kamu ikut aja," ajaknya."Nggak bisa, aku punya tanggung jawab di perusahaan, sayang."Akhirnya Leo berangkat diiringi drama Marcella yang memagis seolah benar-benar tidak ingin ditinggalkan. Dari balik kamarnya di lantai dua, Stevan memantau. Ia tersenyum kemenangan melihat ayahnya pergi.Setelah memastikan mobil yang membawa Leo sudah keluar dari pekarangan, Marcella langsung mengusap bibirnya yang tadi dicium oleh Leo, wanita itu bahkan meludah."Cuih … kalau bukan karena duit, gue ogah disentuh bandot tua kayak d
POV AuthorMarcella terbangun dan merasakan perih di sudut bibirnya, ia melihat tubuhnya yang masih dibalut handuk yang sama saat Stevan datang ke kamarnya tadi malam. Ternyata yang dialaminya tadi malam ternyata bukan mimpi belaka."Sialan, ternyata anak ingusan itu bahaya juga," gumam Marcella. Ia bangkit dan melihat pantulan wajahnya di cermin. Jejak merah tangan Stevan masih berbekas di pipinya, Marcella bahkan meringis Saat menyentuh pipinya sendiri.Tok … tok … tok ….Pintu kamar Marcella diketuk dari luar, ia hanya menyahut tanpa membuka pintu. Ternyata asistennya yang mengatakan jika Stevan sudah menunggu di bawah untuk sarapan pagi. Meskipun enggan bertemu lelaki itu tapi Marcella harus turun, ia akan membuktikan pada Stevan jika ia tidak akan bisa kalah begitu saja apalagi oleh anak bau kencur seperti Stevan.Selesai berganti pakaian dan merias wajahnya juga menutupi luka di pipi dan sudut bibirnya ia langsung turun. Stevan sudah lebih dulu menikmati sarapannya dengan santai