Aku hanya bisa ber'oh' panjang menanggapi penjelasan Bu Maya yang tampak antusias bercerita. Meski begitu aku bersyukur karena dari wanita di depanku ini akhirnya aku jadi tahu bagaimana nasib ibu Mas Alvin dan keluarganya pasca kutinggalkan saat ini. Bukan bermaksud kejam, tapi begitulah mungkin balasan yang tepat untuk orang sombong yang suka menghina orang lain. Orang yang mereka hina habis-habisan, sepertiku alhamdulilah akhirnya saat ini hidup berkecukupan sementara mereka justru sebaliknya, hidup di ujung tanduk. Ah, andai saja mereka mau menyadari kesalahannya. Mungkin Allah masih berkenan memaafkan dan memberikan jalan keluar. Tapi, tak semudah itu memang orang menyadari kesalahannya dan bertaubat. Seperti ibu Mas Alvin dan Mbak Yuni yang masih saja sok meski sudah ditimpa kesulitan seperti sekarang ini."Ya, sudah Jeng saya permisi dulu, mau melanjutkan belanja yang lain. Makasih ya udah dikasih murah beli bajunya. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya. Permisi," ujar Bu Maya akh
"Pantes aja kamu minggat dari rumah ya! Ternyata kerjamu pagi-pagi keluyuran nggak jelas begini! Kasihan Alvin ketemu sama perempuan kayak kamu. Setelah punya penghasilan dan sukses, kamu tinggalkan dia tanpa perasaan begitu saja seperti sekarang!" bentak ibu tiba-tiba tanpa aku sempat mengelak saat ia menarik paksa sling bag yang kukenakan. Entah apa tujuannya, namun sebelum wanita itu menjauh dan berhasil merampas harta bendaku buru-buru kutarik kembali tas itu dari tangannya. Ibu melotot mendapati tas itu sudah kembali ke tanganku. Perempuan itu mendengkus kesal sembari tersenyum sinis di bibirnya yang dipoles merah menyala, khas penampilan beliau selama ini. "Gara-gara kamu, anakku kehilangan semangat hidup. Gara-gara kamu hidup kami kesulitan! Guna-guna apa sih yang sudah kamu kasih ke Alvin sampai dia bilang nggak bisa hidup tanpa kamu! Dasar perempuan nggak bener! Sekarang juga, kamu urus surat cerai kalian supaya ibu bisa segera menikahkan dia sama Ayu, karena Ayu hanya mau m
"Apa, Mbak? Nggak gratis? Maksudnya aku harus bayar gitu? Maaf deh, kalau harus bayar mending aku ngurus duplikatnya aja daripada ngasih uang ke Mbak. Lagipula kalau Mbak nggak mau ngasih ya jangan paksa aku buru-buru ngurus surat cerai dong, karena aku juga belum ngebet pengen nikah lagi. Aku masih ingin menikmati kesendirian dan masih ingin meraih kesuksesan lagi. Nggak kayak kalian yang udah nggak sabar lagi menikahkan Mas Alvin sama orang kaya karena kalian sekarang sedang kesulitan dan mau nebeng hidup sama mereka, iya, 'kan?""Vira, emang nggak ada sopan-santunnya ya kamu jadi orang. Dibilangin orang tua, membantah terus! Ya, udah kalau kamu nggak mau bayar, Mbak juga nggak akan ngasih. Silahkan aja kamu urus sendiri duplikatnya, biar keluar uang juga kamu buat urusan ke sana!""Nggak masalah, Mbak. Udah kubilang daripada aku ngasih Mbak, mending aku nyumbang ke orang lain!" Kekehku pada keputusan untuk tidak memberikan uang pada Mbak Yuni sebagai ganti buku nikah yang ia bawa.
"Vira...."Sebuah panggilan menyapa indera pendengaran.Suara yang tak asing lagi di telinga. Mas Alvin???Ada apa lagi ia menemuiku? Tak cukupkah seribu kata 'tidak' yang telah kusampaikan lewat balasan pesan WhatsApp yang ia kirimkan kemarin? Apalagi sekarang permohonan gugatan cerai sudah kuajukan ke pengadilan agama. Aku bersumpah tidak akan pernah mencabut gugatan itu karena keputusanku sudah bulat, tak mau lagi kembali padanya!"Vira, kamu sudah bulat memutuskan ini?" Mas Alvin mengacungkan lembaran surat panggilan sidang gugatan cerai yang akan dilaksanakan besok pagi di pengadilan agama setempat.Tadi siang aku juga sudah mendapatkan surat yang sama. Itu sebabnya aku tahu yang diperlihatkan Mas Alvin adalah surat panggilan menghadap sidang besok pagi."Insyaallah, Mas" aku menganggukkan kepala dengan mantap.Kuberi isyarat pada Lina, karyawan tokoku ini untuk mengambil alih pekerjaan agar aku bisa bicara dengan Mas Alvin, soal gugatan yang kuajukan dua minggu lalu ke Pengadil
"Mas Alvin...!"Sebuah suara dari luar cafe terdengar nyaring. Seorang gadis bertubuh mungil tampak berdiri di luar dengan penampilan khas wanita berada. Wajahnya yang cantik dipoles makeup minimalis.Siapa ya? Aku mengerenyitkan kening mencoba mengenali sosok itu tapi tak ingat sebab memang baru kali ini bertemu dengan perempuan itu."Ayu, sini. Masuk dulu. Mas ingin kenalin kamu sama seseorang." Mas Alvin tiba-tiba melambaikan tangannya memanggil gadis itu supaya mendekat. Ayu? Jadi wanita ini yang bernama Ayu? Cantik dan kaya tapi kenapa Mas Alvin mengaku tak mencintainya? Benarkah?"Siapa, Mas?" Gadis itu mendekat lalu menatapku dengan tatapan bertanya-tanya. Matanya yang dihiasi bulu mata tambahan menyapu wajahku dengan nada tak suka."Ini Vira. Mantan istri mas. Barusan kami nggak sengaja ketemu di sini. Makanya mas ngobrol-ngobrol. Vira nanya apa mas besok mau menghadiri sidang atau nggak, tapi biar cepat selesai urusannya, mas memutuskan besok nggak akan hadir, biar urusan pe
Aku keluar dari ruangan sidang dengan hati lega. Tadinya aku pikir ketiga manusia tidak diundang itu akan menerobos masuk dan mengacaukan jalannya sidang, entah dengan maksud apa, tetapi ternyata tidak.Saat aku keluar, ketiga orang itu sudah menunggu di depan pintu, siap menyambutku yang melangkah tenang keluar dari ruangan sidang. "Ada apa kalian ke sini?" aku mendahului bertanya dengan nada tegas.Ya, aku tak suka mereka datang dan mengintimidasiku dengan kehadiran mereka. Bukankah kesepakatannya sudah jelas? Aku akan mengurus sendiri perceraian ini hingga selesai? Lantas untuk apa lagi mereka datang kesini? Apalagi yang mau dicurigai? "Kami cuma mau memastikan kamu benar-benar mengurus surat cerai kalian karena ibu curiga kamu masih cinta sama Alvin dan batal mengurus cerai!" seru ibu dengan mata mendelik dan suara kasar."Batal ngurus cerai? Ibu pikir apa yang akan membuat aku ingin balik lagi sama Mas Alvin? Denger ya, Bu. Di luar sini masih banyak laki-laki berakhlak baik dan
Memasuki dealer, kedatangan kami diterima dengan ramah dan baik oleh mbak-mbak SPG dan bagian marketing show room. Aku pun melihat-lihat dan langsung tertarik pada sebuah mobil jenis city car yang harganya paling masuk ukuran kantongku saat ini. Aku sudah lama menginginkannya dan sudah lama pula mencari tahu spesifikasi mobil ini sehingga tak perlu lagi ragu dan banyak bertanya. Namun demikian para SPG cantik itu tetap menjelaskan tanpa diminta. Aku pun meminta mereka mengurus surat-surat yang diperlukan walaupun aku berencana membeli mobil itu secara cash karena uang yang kumiliki sudah cukup untuk itu. Meskipun awalnya mereka menawarkan membeli dengan sistem kredit tetapi setelah kujelaskan bahwa aku ingin membeli secara tunai saja, maka mereka pun segera menyiapkan surat pesanan dan kuitansi penerimaan tanda jadi. "Kamu yakin mau bayar booking fee sekarang juga, Vir? Yakin pilih mobil ini?" tanya Dina kaget saat tahu aku hendak menyerahkan tanda jadi pembelian mobil saat itu ju
Dini hari setelah melaksanakan kewajiban salat subuh dua rakaat, aku mengambil ponsel dan mengecek pembaharuan pada akun-akun media sosialku.Semalam aku sudah sangat lelah dan mengantuk hingga sebelum pukul sepuluh malam aku sudah terlelap tidur.Kubuka pesan baru pada akun WhatsApp yang jumlahnya puluhan itu lalu membukanya satu persatu. Aku melihat satu pesan yang dikirimkan oleh Mbak Yuni padaku tadi malam.Kubuka pesan itu dengan rasa ingin tahu yang tak bisa dicegah lagi.[Kamu beli mobil baru, duit dari mana?????] tanya Mbak Yuni mengomentari postingan stori whatsapp yang semalam kuunggah. Tak lupa tanda tanya panjang berjajar di belakangnya seolah-olah tak percaya jika aku benar-benar sudah bisa membeli mobil baru.Ingin rasanya aku tertawa membaca pesan itu tapi takut mengganggu Dina yang masih serius berdoa di atas sajadah. Jadi kutahan sebisa mungkin walaupun bahuku berguncang karenanya.[Bukan aku, Mbak. Tapi Dina yang beli mobil baru,] balasku pada Mbak Yuni. Sengaja aku