~Kekuatan cinta bukan diambil dari romantisnya hubungan. Romantis hanyalah sebagai pemanis. Kepercayaanlah landasan penting untuk merekatkan suatu hubungan. Maka hubungan kaya akan komunikasi dan rasa kasih sayang~
***Di meja makan, Robet sekalian keluarga besar Romo Kiyai sarapan. Menu kali ini Robet agak cerewet. Betah memikirkan sang pujaan hati, ia menginginkan cumi bakar yang pernah Imaz masak saat ulang tahun Ning Fiyyah."Kapan ada menu cumi bakarnya?" Robet merengek.
"Memangnya kenapa Gus? Kok tiba-tiba?" Rasya curiga.
"Lagi pengen aja."
"Lagi pengen makanannya atau yang meracik makanannya?" Ning Fiyyah menggoda. Robet mencoba memberi kedipan mata untuk merahasiakan. Ning Fiyyah justru merespon dengan
~Ketika semua telah terbukti, cinta bersemi, mengapa Allah menguji dengan menghakimi cinta kami?~ ♤♤♤"Apa yang membuatmu datang kesini?" Tanya Kapten Richard penasaran dengan kedatangan Robet membawa gelas yang dibungkus rapi.Di sebuah ruang kerja Kapten Richard, Robet mengutarakan maksud kedatangannya."Kapten, aku mau kau periksa sidik jari gelas ini apakah sama dengan pemilik pisau orang yang membunuh Romo Kiyai."Tanpa berbasa-basi, Robet meletakkan bukti berupa gelas di atas meja hasil rencana tadi malam."Baiklah akan saya periksa. Tunggu sebentar."Kapten Richard menguji sidik jari antara pisau dan gelas apakah memiliki kesamaan. Monitor terkoneksi. Dan jawabannya mengagetkan Robet. Bagai disengat listrik dan dihujam bebatuan. Hasilnya menunjukkan adanya kesamaan. Sidik jari itu milik Imaz sepenuhnya.&nbs
~ Cinta yang selama ini ku dambakan perlu waktu untuk memberinya kepercayaan~ ♤♤♤Aparat kepolisian mempersilahkan Imaz masuk ke sel tahanan nomor 17. Tak ayal, ia berada di sebelah sel tahanan yang dihuni Tuan Darwin. Ia duduk memojok terpekur. Sementara Tuan Darwin menatapnya prihatin. Deretan memori kelam berputar dalam bayangannya ketika ia tega merenggut pita suaranya. Ketika ia bahagia menewaskan sahabatnya. Ketika ia marah dihianati keponakannya yang secara sengaja ia bunuh tanpa rasa belas kasihan. Lebih naasnya, ia membunuh Bapaknya yang tak salah apa-apa. Justru berkat dia usaha ikannya berjalan lancar. Hanya karena ia tumbuh rasa cinta kepada istrinya.Perut Imaz memberontak kelaparan. Belum sempat makan siang. Makan siang yang dihidangkan tak lagi bisa dirasakan. Bahkan Robet tak kunjung memberi kabar. Berkali-kali ia mengelus perutnya. Tuan
~Ketika sahabat menangis ia sanggup menggandeng tangan sementara ketika kekasih menangis ia sanggup memeluk erat. Apa dia berpikir seperti itu?~ ♤♤♤ Sepertiga malam. Ia berharap bisa menjadi makmumnya. Namun kini yang ia sanggup hanya bisa mendoakan. Di penjara ini, Imaz sangat merindukan Robet. Apakah dia juga merindukannya? Khusus Robet, suamiku, lahul fatihah... Hanya sekuntum alfatihah yang dapat ia berikan untuk mengobati rasa rindunya. ♧♧♧ Seperti yang pernah dikatakan Ning Fiyyah, Waliyyah Songo sanggup mencari semua bukti kebenaran kasus pembunuhan Romo Kiyai. Pertama, Ning Fiyyah mendatangi keberadaan Irma. Santri yang pernah mengaku istri Robet. "Masalahnya, kita cari dimana?" Ser
~Di balik kesalahan orang lain, ada rahasia terindah yang Allah persiapkan untuk umat-Nya berupa ikhlas~ ♤♤♤Dedaunan berguguran menunjukkan pergantian musim. Dua pria berkuda poni melintasinya ketika ia tersesat di hutan. Terlelap di bawah pohon rindang. Dengan lembut senyum menyapa, dua pria tersebut membelai hijab yang dikenakannya. Mencium hangat dahinya. Menggenggam erat tangannya. Suara lirih berhembus dalam telinganya. "Nak, bangunlah. Aku menyayangimu." Suara itu terlintas mengingatkannya pada Bapak. "Nak, bangunlah. Aku merindukanmu." Suara itu juga terlintas mengingatkannya pada Romo Kiyai. Perlahan ia membukakan matanya. Senyum merekah ia suguhkan padanya. Dua pria tersebut merupakan sosok yang sangat berharga di matanya. Yang sama-sama mendidik. Satunya mendidik dari kecil. Satunya lagi mendidik sewaktu berada di p
~Dijalani sebelum diresapi. Disyukuri sebelum dijatuhi. Dinikmati sebelum diperdayai. Itulah upaya untuk menerima kenyataan ini~ ♤♤♤ Terlanjur tumbang melihat orang yang disayangi jatuh dalam lembah fitnah. Terlanjur anggun jejak kebenaran merayap pada orang yang salah. Ungkapan perasaan Ningrum setelah beberapa saat tak menikmati dunia. Seorang Ibu mana yang sanggup melihat anak semata wayangnya menjalani hari-harinya di penjara tanpa keadilan. Hari-hari ia selalu memikirkan keadaan Imaz. Apa yang dia makan? Apa dia nyaman? Bagaimana teman-temannya? Ia terpuruk dalam tangisannya. "Bu, ayo makan. Biar ibu cepat sembuh." Bujuk Ning Fiyyah mengunjungi Ningrum pagi-pagi sekali bersama kakak-kakaknya. Tak lupa juga membawa Gus Farhan sebagai pawang mereka. Ia berusaha menyuapi Ningrum. Jawabannya hanya menangis sambil berkali-kali memanggil nama I
~Menata hati dalam mencari jati diri. Menyusun mimpi menuju pencapaian sejati~ ♤♤♤Pagi itu para sel tahanan rebutan mengambil sarapan. Saling berteriak meminta makanan. Mendorong sana-sini karena ambisinya mendapat makanan. Suasana seperti ini mengingatkannya saat di pesantren. Semuanya serba antri. Kebersamaannyalah yang membuat ia dirundung rasa rindu. Giliran Imaz bergerak maju, salah satu dari mereka mendorong Imaz sampai jatuh. Jesselyn yang santai tidak terburu-buru mengambil makanan, bergerak membelanya. "Apa begini cara kalian mengantri makanan?" Ketus Jesselyn. Ia memang sangat pemberani. Jesselyn membantu membangunkan Imaz. Mereka mundur memberi ruang untuk mengeluarkan Imaz dari kerumunan. "Eh, Jes. Untuk apa kau membela wanita itu, tidak ada gunanya." Jawabnya meledek. Sebut saja namanya Poppy. Ia ketua gen
~Bertambahnya kawan menghapus lawan. Bertambahnya doa menyimpan pahala. Bagaimana dengan kehilangan cinta menyambut benci?~ ***Empat tahun sudah ia lalui tanpa merasa beban. Sebagai terdakwa kasus pembunuhan Romo Kiyai tak memungkiri ia tetap ziarah ke makam beliau. Bersama dengan Jesselyn, Imaz sengaja mengajak ke pesantren untuk memberikannya tempat tinggal. Tampilan Jesselyn lebih tertutup dibanding saat di penjara. Itu semua berkat Imaz yang membimbingnya pelan-pelan ke jalan yang lebih terang. Dibilang susah, iya. Karena Jesselyn belum terbiasa memakai hijab dengan dress panjang. Saat bebas dari penjara kurang dua tahun lagi, Imaz berkali-kali meminta Ningrum berkunjung untuk membawakan semua pakaiannya yang masih ada di pesantren. Tapi yang dibawa bukan hanya pakaian Imaz bahkan kesembilan putri Romo Kiyai menyisihkan pa
~Telah lama rindu itu merajalela. Namun Allah memberikannya tanpa ia pinta. Inikah pertemuan terbaik yang tak pernah ia bayangkan selama ini~ ♤♤♤Selamat sampai tujuan, Ibu Lily tersadar anaknya tidak ada semalaman. Ia panik. Mencoba menanyakan keberadaan Lily pada seisi penumpang jawabannya nihil. Ayahnya menenangkan kepanikannya. "Tenang Ma. Pasti Lily bisa ditemukan." Kata Ayah membelai punggungnya berusaha menenangkan. "Padahal kemarin aku sangat senang bisa ngobrol sama Lily. Berharap ia tidak diam saja dan mau bercanda." Nenek yang pernah mengajak Lily mengobrol ikut sedih dan menyesal tidak bisa menjaganya. "Nenek tidak tahu, apa yang terjadi dengan Lily." "Memangnya kenapa?" Nenek penasaran. "Dia bisu Nek. Percuma saja Nenek mengajaknya mengobrol." Nenek itu kaget. Pantas saja dia banyak diam ke