Home / Young Adult / Miss Antagonist / Luluh dan Luruh 2

Share

Luluh dan Luruh 2

Author: Vinnara
last update Last Updated: 2021-06-15 18:33:42

Danish membeliak, menahan napas terang-terangan, lalu perlahan menarik telapak tangannya yang bermukim di perut gadis itu. Reaksi yang... wajar sebenarnya.

Reaksi super wajar. Memangnya apa? Sayna ingin kabar kehamilannya disambut bahagia? Mereka bahkan belum menikah, bagaimana bisa kehadiran janin di luar nikah membuat Danish berbunga-bunga? Dia justru kaget, panik, reaksi yang sangat tertebak.

Namun... Sayna tetap kecewa. Dia tidak suka pada ekspresi dan reaksi kekasihnya. Janin itu ada di perut akibat perbuatan mereka berdua. Kenapa Danish sedikit saja tidak ingin berterima kasih padanya? 14 minggu sama sekali tidak mudah mengandung benih itu sendirian.

“Kenapa? Kenapa bisa, Say?”

Sakit mendengar pertanyaan itu, saat Sayna tidak mungkin hamil sendiri tanpa dibuahi. Tapi seperti takdir kebanyakan, perempuan memang selalu jadi pihak yang paling dihakimi. “Bisa, Nish. Karena kita cuma pakai kontrasepsi, bukan angkat rahim atau vasektomi.”

Tetap ada kemungkinan untuk hamil, walaupun kecil. Dan si kecil itu tengah berada di perut Sayna saat ini.

Danish mendadak gagu. Dia masih harus mencerna baik-baik informasi itu. Bukan tidak percaya pada Sayna, Danish hanya butuh sedikit waktu. Dia takut berkata yang tidak-tidak.

“Kayaknya perempuan.” Sayna meneruskan obrolan. “Ini bukunya, dia lahir akhir Mei atau awal Juni tahun depan.”

Danish tertegun, dia ikut bangkit dengan Sayna sambil memeriksa apa saja yang coba diperlihatkan oleh gadis itu. Alat tes kehamilan berstrip dua, serta buku catatan dengan beberapa coretan yang tidak Danish mengerti.

“Terakhir kali, gue pengen banget rujak yang waktu itu lo beli.” Lagi-lagi, suara Sayna mengalun demi menambah rentetan informasi.

“Oh... lo mau? Bi..biar gue beli.” Danish bicara dengan suaranya yang gugup dan itu jarang terjadi. Pemuda itu tergesa mencari baju, lalu berhenti ketika Sayna menyentuh lengan kekarnya.

“Jangan ke mana-mana,” pinta gadis itu. “Jangan pergi lagi.”

Jangan tinggalkan dia sendiri. Semoga Danish mengerti.

“Ah... i..ya.”

Kenapa Danish yang seperti ini membuat Sayna sangat kecewa? Meskipun tentu saja, apa yang bisa Sayna harapkan darinya? Mereka berusia 20 dan masih kuliah.

“Tunggu di sini.”

Gadis itu memutuskan pergi, dia membersihkan diri ke kamar mandi. Harusnya tidak begini, pertemuan mereka sudah dirancang sejak dua bulan sejak terakhir bertengkar. Harusnya bukan begini momen pertama memulai lagi. Harusnya... Sayna hanya perlu memeluk pemuda itu, menagih sentuhan menakjubkan yang biasanya selalu Danish hadiahkan, harusnya... Sayna tinggal mengatakan soal kehamilan ini. Kemudian... pergi.

Iya. Pergi. Dia tahu bahwa di antara mereka sudah tidak ada harapan lagi. Bagaimanapun Sayna menginginkan dan mempertahankan diri, anak dalam perutnya tidak boleh lahir dalam situasi seperti ini. Punya orangtua yang mungkin sudah tidak saling mencintai. Tidak boleh.

“Maaf ya, Nak. Dia udah tahu sekarang.” Sayna berbisik lirih saat terduduk lemas di closet kamar mandi. “Kamu harus pergi, aku cuma mau dia tahu waktu kamu masih ada di sini.”

Tangannya gemetar meraih ponsel yang dia simpan di saku baju, mengenakan helaian kain itu lebih dulu untuk menutupi tubuh, baru merogoh saku yang lain untuk menemukan benda yang dia cari.

Beberapa butir obat berbagai ukuran, warna-warni. Sayna mengambil satu di antaranya setelah membaca petunjuk singkat di layar ponsel, menyimpan yang satu itu di bawah lidah, membiarkan saraf-saraf di sana bekerja.

Sayna mulai mengusap pelan perutnya, menghaturkan maaf dalam hati, mengingat bagaimana air matanya luruh saat kali pertama mendengar detak jantung sosok itu. Seolah meneriakkan pada dunia bahwa, dia hidup. Dia ingin hidup.

Akan tetapi, itu tidak bisa, tidak mungkin terjadi. Ada banyak hal dipertaruhkan, masa depan yang dikorbankan. Sayna tidak mau itu terjadi. Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana wajah kecewa ibunya, Melia, dan orang-orang yang menaruh harapan besar padanya.

“Say...”

“Tidur,” jelas Sayna pelan. Ada rasa mulas yang menjalar di perutnya saat dia keluar. “Nggak usah mikirin apa-apa, Nish.”

Danish mengerjap, dia memang sedang tidak bisa berpikir, tapi Sayna dan reaksinya benar-benar tidak terduga. Gadis itu jelas tampak tidak baik-baik saja.

“Sayna, maaf—”

“Iya, udah.” Dia hanya mengangguk kemudian berbaring dan menarik selimut, menggenggam ponselnya erat-erat. “Tidur,” lirihnya dengan wajah sendu.

“Gue boleh peluk?” tanya Danish saat Sayna berbaring miring dan menghadiahkan punggung padanya. Gadis itu menggeleng. “Kenapa?”

“Gue lagi nggak pengen diganggu dulu.”

Lalu apa gunanya Danish ada di sini?

Pemuda itu menahan napas dalam hening kamar yang mereka tempati. Malam ini seperti roller coaster, Sayna mengajaknya naik untuk bersenang-senang, kemudian menghentak-hentak Danish dengan amarahnya, dan berakhir seperti sekarang. Perasaan yang asing, naik turun tidak menentu.

Hening untuk beberapa menit menghiasi tempat itu, berganti dengan ringisan pelan dari bibir Sayna. Obatnya bekerja, dia tahu. Mulasnya mulai tidak biasa, dan Sayna menambah satu butir obat lagi untuk dileburkan di bawah lidahnya. Saraf di sana yang terhubung dengan kandungan, meski setelah itu Sayna merasa lidahnya kelu, kaku, lama kelamaan menjadi nyeri. Ngilu, seperti habis dipukuli.

Ada dengkur halus di belakangnya, Sayna bisa mendengar meski sayup, dia sendiri nyaris kehilangan kesadaran. Matanya berat, perutnya sakit, gerakan kupu-kupu di sana sudah menghilang. Mungkin jantung janinnya sudah tidak berdetak lagi.

“Maaf, Nish...” bisik gadis itu lemah, dia pasrah. Sayna sudah tidak tahu apa hal terbaik yang harus dia lakukan, apakah ini yang disebut menyerah? “Dia perempuan, detak jantungnya lebih dari 140 kali per-menit. Dia kuat, Nish, bahkan di situasi nggak stabil gini. Sayangnya kita nggak bisa mastiin.”

Sayna tersenyum miris, tangannya bergerak mengelus wajah Danish. Pupus sudah harapannya melihat sosok ini dalam diri orang lain. Sayna menginginkan seseorang menyerupai Danish, mewarisi wajahnya yang rupawan dan sifat polosnya yang baik.

“Uh... sakit...” Gadis itu meringis, satu jam sudah berlalu, dia segera meneruskan proses selanjutnya. Kembali ke kamar mandi dan memeriksa, beberapa tetes darah mulai mengisi menstrual cup yang dia pasang di sana. Sayna kemudian membersihkan dan memutuskan untuk melepas benda itu, merasa kurang nyaman.

Dia membaca instruksi selanjutnya, memasukkan dua butir obat langsung ke vagina atau jalan lahir. Merangsang rahim untuk berkontraksi, berusaha mengeluarkan benda asing di dalam situ. Sayna tidak keluar lagi, memutuskan untuk tetap di kamar mandi setelah menelan tablet pereda nyeri.

“Sayna?” Danish mengetuk pintu kamar mandi dari luar, yakin Sayna ada di dalam sana. Dia belum sempat membersihkan diri dan ketiduran setelah kehabisan bahan obrolan. Tidak tahu apa yang Sayna lakukan.

“Sebentar, Nish...” Sayna meringis, memanjangkan tangan untuk meraih handle pintu. Dia mulai menangis, duduk di lantai kamar mandi sambil bersandar ke dinding dan menaikkan baju yang dia kenakan hingga ke bawah dada, membuat darah yang keluar dari jalan lahirnya mengucur, memenuhi lantai dan harus segera dibersihkan.

Sayna merangkak ke arah pintu setelah sebelumnya menyalakan keran air agar darah yang mengotori lantai ikut mengalir dibawa air. Dia menurunkan gaun tidur ketika berpapasan dengan Danish, kekasihnya bertelanjang dada, hanya memakai celana, berdiri menjulang di hadapannya.

“Say, kenapa?” tanya Danish panik. Tentu saja panik, melihat Sayna merangkak dengan mata sayu, tertatih ke arahnya.

“Sakit,” keluh gadis itu pelan, jujur, meski sakit itu dia sendiri yang menciptakannya.

“A..apanya yang sakit?” Danish berjongkok, membawa Sayna berdiri, nyaris menggendong gadis itu andai Sayna tidak menghalau gerakannya. “Sayna?”

“Perut, Nish...”

“Perut?” Danish tidak bisa untuk tidak lebih panik daripada ini. “Say, kenapa? Tadi kan—”

“Gue aborsi.”

“Hah?”

“Gue lagi usaha buat ngeluarin janin dari perut gue, Nish. Makanya gue minta lo jangan ke mana-mana. Itu gunanya lo ada di sini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Miss Antagonist    Ending Sayna

    Sayna sekarang tahu bahwa Arunika merupakan putri sulung sekaligus putri satu-satunya dari Mark Tuan, seorang pria yang lahir dari wanita asli Sunda dan ayahnya berdarah Tionghoa. Pantas saja dia punya perawakan yang berbeda dengan para pribumi, meski dipanggil Gege oleh adiknya, tapi keluarga mereka sangat meninggikan kebudayaan dan adat Sunda. Mungkin karena ibu kandungnya memiliki latar belakang yang kental dengan budaya, kabarnya mereka adalah keluarga pengelola museum adat Sunda di Subang.Mark dan keluarganya menetap di Lembang, daerah Bandung yang juga dekat ke arah Subang. Dia bekerja sebagai direktur operasional perusahaan farmasi keluarga yang dikepalai oleh kakak kandungnya sebagai lulusan apoteker handal. PT Sagara Purnama adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kosmetik dan kontrak manufaktur pertama di Subang. Itu sekilas yang Sayna tahu dari hasil pencariannya di internet mengenai latar belakang pria itu.“Sebenarnya saya ke rumah sakit

  • Miss Antagonist    Harta, Takhta dan Duda Muda

    “Sayna, Adek koas favorit Bunda, sini-sini.” Sayna menyengir pasrah ketika salah satu perawat senior memanggil namanya sambil melambai-lambaikan tangan. Sudah pasti dia akan dapat tugas tambahan. Mereka bilang, anak-anak koas adalah keset kaki karena acapkali diperlakukan semena-mena selama menjadi sukarelawan di rumah sakit. Tak jarang yang memperlakukan mereka tidak manusiawi adalah rekan-rekan seniornya sendiri. Di stase ini tentu Sayna tidak terlepas dari orang-orang dengan profesi dokter, perawat, hingga bidan dan lain-lainnya. Namun nasib anak-anak magang dari angkatan perawat dan kebidanan jauh lebih mengenaskan. Tak jarang Sayna yang harus membimbing mereka saat ada waktu senggang. “Kamu ke perina, ya. Banyak yang mau aterm hari ini.” “Baik, Bu.” Sayna menurut dengan mudah saat kepala perawat favoritnya meminta bantuan untuk membuat dia berjaga di ruang perina dan menunggu ibu-ibu yang akan melahirkan bayi. Ruang itu terhubung

  • Miss Antagonist    Arunika Yang Baru

    “Dede enakan? Boleh Ayah minta sun?” “Boleh.” Gadis kecil berusia dua tahun lebih itu mendongak untuk mengecup wajah sang ayah. “Napa?” “Nggak papa, ayah cuma mau minta sun aja. Kangen sama Dede.” “Hai, Nika...” sapa Sayna ramah, meski pada kenyataannya Arunika yang ini lebih suka pada Rafika saat mereka berkunjung untuk memeriksa keadaannya. “Udah minum susu belum, Sayang?” “Nggak mau.” Dia menggeleng lemah. Gadis kecil itu merengut, merapatkan tubuhnya pada sang ayah. “Sus, ini bisa nggak dititip sebentar? Nanny lagi makan siang di kantin, saya ada keperluan yang harus dibeli ke luar.” Sayna tersenyum dan mengangguk. “Silakan, Pak. Biar Arunika saya yang jaga.” “Wah, ini Tante susternya hafal nama Dede.” Pria itu bersorak senang. “Tunggu sebentar, ya? Ayah mau beli sesuatu, nanti Dede beli mainan baru deh, mau?” “Nggak mau.” Arunika menggelengkan kepala tanda tak setuju. “Nika mau minum susu sama tante?” tawar

  • Miss Antagonist    Memulai Hidup Baru

    Setelah bulan lalu mengakhiri masa abdinya di stase bedah, yang mana membuat Sayna merasakan pengalaman luar biasa selama berada di sana, mulai minggu ini dia mendapat giliran berjaga di stase anak. Meskipun mengingat perjuangan serta pelajaran yang dia dapat dari stase bedah sangat berharga dan beragam, Sayna lega karena bebas dari sana. Stase bedah memiliki pasien yang banyak, nyaris membludak untuk di-follow up setiap hari. Tapi di sana juga keterampilan Sayna sangat diuji. Kemampuannya menjahit luka semasa kuliah pra-klinik selama 3,5 tahun benar-benar direalisasikan. Sayna bahkan belajar menyunat di stase ini. Dan yang paling berkesan adalah melakukan operasi transplantasi kulit pada pasien luka bakar yang mana kulitnya diambil dari bagian paha dan ditanam ke punggung. Luar biasa, Sayna merasa jadi mahasiswi kedokteran betulan saat itu. Dan semuanya sudah berlalu, Sayna tidak yakin lulus di stase itu karena mahasiswa sepintar Gio saja dulu tidak mampu m

  • Miss Antagonist    Zona Aman

    Anya merasa lebih tenang sekarang, karena meski saudarinya akan merantau ke negeri orang, dia mengantongi izin untuk berkunjung ke tempat Dya belajar sesering yang dia ingin. Setelah melakukan pentas drama di depan ayah dan ibunya, Anya dikonfirmasi akan segera memiliki privat jet miliknya sendiri untuk keperluan pulang pergi melongok Dya di New York. Dan berhubung keduanya anak kembar, tidak adil rasanya jika Ranajaya hanya membelikan untuk salah satu dari mereka saja. Alhasil, Dya yang tidak berminat sama sekali pada benda bisa terbang itu pun harus ikut menerima pemberian orangtuanya. Mau tidak mau.“Aku nanti minta jadwal kamu pokoknya, biar pas kamu free aku ke sana.”Dya mengangguk mendengar permintaan saudarinya itu, sedikit lega karena Anya tampak lebih bersemangat dibanding beberapa hari yang lalu. “Kamu baik-baik, ya.”“Aku yang harusnya bilang gitu.” Anya berguling dari posisinya saat ini dan telungkup untu

  • Miss Antagonist    Berhubungan Badan

    “Lo masih mau di sini?” Suara Danish menyadarkannya kembali. “Kalau mau sama Hamam nggak papa sih.”“Eh, nggak, Nish, nggak! Gue nggak enak juga kalau harus ke kamar Dya.” Hamam salah tingkah dan mengusap tengkuknya gelisah. “Dya sama Danish aja, ya? Biar Mas Hamam di sini jagain Anya, oke?”“Oke.”Pada akhirnya Dya pasrah saat Danish membantunya mengalungkan tangan dan berjalan tertatih menuju villa tempat mereka menginap. Sementara Hamam, Anya, Arvin, Rafid dan Herdian tinggal untuk menikmati berbagai permainan yang disuguhkan. Namun setelah dua orang itu menjauh, lima anak muda itu justru tidak meneruskan niat mereka semula.“Gila, ya. Untung lo masih ada otaknya, Mam. Kalau lo ngotot bawa Dya tadi kebayang gimana patah hatinya Danish.” Herdian membuka obrolan.“Iya, kasihan gue kalau dia harus patah hati dua kali dalam waktu dekat.” Pendapat Rafid menimpali duga

  • Miss Antagonist    Pesta Perpisahan

    “Sial, banyak banget debu jalanan. Tutup mata, Anya!”“WAAAA....”Danish langsung mengerem sepeda motor yang dia kendarai mendengar jeritan Hamam di sebelahnya, temannya itu nyaris oleng sebelum berbelok ke kiri jalan dan berhenti.“Kenapa sih?” tanya Danish keki. Merasakan pegangan tangan Anya di pinggangnya melonggar perlahan. Mereka sedang berwisata dan menaklukan medan jalan yang berdebu dan terjal untuk sampai ke tujuan.“Gue kaget, Nish. Pas lo teriak nyuruh nutup mata itu gue refleks nutup mata juga, padahal kan gue lagi nyetir, mana bonceng Dya di belakang. Kalau Dya cedera nyawa gue bisa melayang.”Dya dan Anya tertawa, mereka kira apa. Dya yang duduk di belakang Hamam bahkan bingung sendiri saat pemuda itu mulai tidak stabil membawa kendaraannya lalu berhenti tiba-tiba.“Maaf ya, Dya.” Hamam merasa sangat berdosa. Ini harusnya jadi liburan yang paling berkesan karena Dya a

  • Miss Antagonist    Memulai Hubungan Baru

    Menghabiskan dua malam di Jakarta bersama Giovanni yang diizinkan menginap oleh orangtuanya, Sayna melakukan perjalanan kembali ke perantauan. Bukan Bandung, kali ini dia harus ke Majalengka karena sedang sibuk KKN di sana. Agak sedih karena Sayna tidak bertemu dengan adiknya sama sekali berhubung anak itu sedang sibuk pendidikan, dia juga tidak tahu kapan bisa pulang ke rumah lagi, bisa dipastikan Sayna akan lebih sibuk dalam beberapa bulan kedepan.“Semangat dong!” Gio tersenyum menggoda, paham kalau gadis cantik yang duduk di sebelahnya itu tengah diserang homesick musiman yang biasa menyerang para mahasiswa KKN. “Gimana aja program kalian?”“Programnya banyak,” keluh Sayna pelan. “Ada satu anak yang ngeselin dari teknik sipil, aku sering banget nahan bogem kalau dia mulai ngoceh terus, Kak.”Giovanni mengacak rambut pendek Sayna dengan sebelah tangan. “Namanya dinamika kelompok, hadapi aja, ya. I

  • Miss Antagonist    Berjumpa Arunika

    “Om... tolong!”Irya sedang bermain sandiwara dengan pamannya.“Om! Aku syakit!”Danish tidak menggubris.“Om, tolong aku!”“Aduh, berisik banget!” Danish menggerutu lalu berjalan mendekati bayi yang usianya entah berapa itu. Irya terlalu pintar untuk anak seusianya. Sibuk berakting demi mencari perhatian. Lihat saja, dia membuka lemari penyimpanan di kamar Danish lalu memasukkan sebelah tangan ke dalamnya dan menutup pintu lemari itu kemudian menjerit seolah sangat kesakitan.“Apa-apaan sih, Den?” tanya Danish keki. Kelakuan Irya kadang sebelas dua belas dengan ayahnya. Ada-ada saja.“Hehe, makasih Om!” seru Irya tanpa merasa berdosa atau apa.Danish menggendong anak itu dan menatapnya sambil menyipitkan mata. Tidak ingin dan tidak bisa menebak hal aneh lain yang akan dilakukan oleh Irya. Dia seperti tidak kehabisan ide untuk membuat keributan dan ingin se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status