Share

Chapter 04 — Peran Utama Wanita : Zeline Jane Aideos

"Zeline!" 

Zeline tersenyum lemah, menatap ekspresi khawatir putra mahkota. Tangannya bergerak mengelus pucuk kepala kekasih protektifnya itu.

"Aku tidak apa-apa." Seolah tahu kekhawatiran Zero, Zeline menjawab sebelum ditanya.

Zero langsung memeluk Zeline erat, seakan takut kehilangan. "Orang yang jahatin kamu ... Semuanya bakal aku habisi," bisiknya tepat di telinga Zeline.

Zeline merasa sekujur tubuhnya merinding, ia menggeleng kuat-kuat, "jangan, yang mulia." Meski tak yakin, sepertinya ia dapat menebak siapa yang menuangkan racun pada minumannya.

Zero menatap mata Zeline, ia benar-benar tak mengerti mengapa Zeline bisa sebaik ini? 

Zeline tersenyum manis, membuat kedua lesung pipitnya terlihat jelas. Zeline tak ingin Zero menghukum Aquila karena ia sendiri memiliki rencana yang jauh lebih baik.

***

Terdengar suara dari goresan tinta yang beradu dengan secarik kertas.

Aquila, lagi-lagi tengah membuat teori dan rencana untuk kedepannya.

Sedari tadi, ia berusaha memikirkan apa yang membuat alurnya berubah, beruntung, ia telah dianugerahi otak yang cerdas dari kehidupan sebelumnya.

Ada satu teori yang menurutnya masuk akal ;

Yang membuat alurnya berubah adalah diri Aquila itu sendiri. Saat proses transmigrasi dari dunia nyata ke dalam novel, itu membuat Aquila tak sadarkan diri. Hal itu pula yang membuat Alaster— sang kakak tidak dapat menemukan penyebab tak sadarnya Aquila.

Singkatnya, Aquila pingsan secara mendadak di pesta, hal itu pula yang membuat kehebohan sehingga putra mahkota lengah dan tak dapat menyadari kalau kekasihnya meminum racun.

Itu yang paling masuk akal.

Tapi bagaimana kalau ada faktor lain?

Tiba-tiba ada suara ketukan pintu, Ahn langsung masuk secara terburu-buru. "Nona, Nona!" Ia memanggil.

"Ahn, ada apa?"

"Nona, Yang Mulia Putra Mahkota dan kekasihnya, Putri Zeline, datang berkunjung!" Ahn berseru.

APA?!

Aquila tidak salah dengar, kan?

Hal ini tidak terjadi di dalam novel, apa lagi-lagi alurnya terpelintir?!

Yang terpenting, mengapa Zeline mengunjunginya? Apa lagi yang akan terjadi?!

Aquila mondar-mandir, otaknya masih terlalu terkejut untuk mencerna semua ini. "Ahn... Bilang pada mereka, aku tidak bisa bertemu sekarang." Ujarnya lemah.

Ahn menunduk, "maaf nona, nona tahu sendiri, menolak bertemu dengan anggota kerajaan adalah sebuah pelanggaran."

Aquila menggigit jari. Benar juga. 

Ia mengedarkan pandangannya lagi, berusaha mencari ide. 

Arah pandangnya tertuju pada sebuah balkon, kalau ia berpura-pura lompat dari situ dan mengaku kalau kakinya patah, ia bisa menghindari pertemuan dengan kedua Protagonis itu, 'kan?

Melihat majikannya senyum-senyum sendiri, membuat firasat Ahn jadi tidak enak. Apa yang Aquila rencanakan?

"Ahn, ikuti aku!" Aquila berlari kecil menuju balkon. Ia menimbang-nimbang rencana selanjutnya. 

Matanya mengukur jarak dari tempatnya berpijak, hingga ke tanah.

Tangannya ia jadikan tumpuan, Aquila mengangkat sebelah kakinya, keluar dari besi pembatas. 

"NONA!" Ahn panik luar biasa melihat majikannya hampir melompat, ia memegangi tangan Aquila kuat-kuat. "Apa yang sedang nona lakukan?!" Ia bertanya panik.

"Aku sedang..." 

Ucapannya terputus saat maniknya bertemu dengan tatapan tajam Zero. Ternyata sedari tadi Zero ada di bawah, sedang memerhatikan 'percobaan bunuh diri' Aquila.

Zero masih menatap dengan tajam, membuat tubuh Aquila kaku seketika, Ahn tanpa basa-basi langsung menarik kembali tubuh majikannya itu supaya tidak terjatuh. 

"Nona, tolong jangan lakukan hal-hal yang berbahaya!" Ahn masih merasa takut, sekaligus lega karena tidak terjadi apa-apa terhadap Aquila.

"Lebih baik nona bersiap." Ucapan Ahn lagi-lagi memecah lamunan Aquila. 

Aquila hanya bisa mengangguk pasrah, sepertinya tidak ada cara untuk menghindari putra mahkota dan kekasihnya.

***

Pada akhirnya...

"Sebuah kehormatan Yang Mulia dan tuan putri mengunjungi saya, ada keperluan apa?" Seperti biasa, Aquila mengulas senyuman palsu. Dalam hati ia berharap agar kedua orang ini cepat pulang.

"Sebuah kehormatan juga Nona Charles mau menerima kehadiran saya." Zeline balas tersenyum, senyum yang benar-benar manis! Aquila terkesima, ia bahkan tak dapat berkata-kata. 

Benar-benar pesona luar biasa dari Protagonis!

Aquila masih sibuk memerhatikan Zeline, warna rambut cokelat, mirip seperti putra mahkota, hanya saja rambut Zeline lebih terang, bola mata yang selaras dengan warna rambutnya, tahi lalat kecil di pipi, serta lesung pipit yang muncul saat ia tersenyum. Zeline benar-benar manis!

HIDUP PROTAGONIS!

Lagi-lagi, Aquila tersenyum sendiri. Mereka benar-benar pasangan yang cocok. Seandainya posisinya disini bukan sebagai penjahat, seandainya mereka kesini bukan karena ingin membalas Aquila, pasti dengan senang hati Aquila akan menerima mereka dengan baik. 

Menyadari tatapan intens Aquila, Zeline jadi merasa tidak enak. Zeline menyodorkan tangannya, ada sebuah kotak kecil dengan pita kecil diatasnya. "Saya sebenarnya sudah lama ingin menjalin persahabatan dengan Nona, ini ada hadiah kecil yang sudah saya siapkan." Zeline tersenyum, lagi-lagi lekukan pada pipinya membuat Aquila terkesima.

"Wah..." Aquila bergumam pelan, ia mengambil kotak itu dan membukanya.

Sebuah cincin!

Ini seperti cincin pertunangan, dan ada hiasan batu permata diatasnya. Cincin itu berkilauan dengan indahnya.

Sungguh sangat indah!

Aquila memasangkan cincin itu di jari manisnya, ia benar-benar menyukainya! "Terimakasih, Nona Zeline!" Ucapnya dengan wajah sumringah.

Aneh, Zeline tidak langsung membalas ucapan itu, ia hanya terpaku beberapa saat menatap ekspresi wajah Aquila. Menyadari keheningan itu, Zeline langsung membuka suara, "sama-sama," ujarnya canggung, "saya harap anda menyukainya."

Aquila mengangguk antusias, tentu saja ia sangat menyukai ini.

Tapi aneh rasanya ... Mengapa Zeline sebaik ini padanya? Bukankah selama ini Aquila selalu bertindak seenaknya padanya. Benar-benar kekuatan peran utama, seperti di novel, Zeline begitu baik dan manis.

Aquila semakin merasa tidak enak.

Mata Aquila menatap Zero yang duduk di sebelah Zeline, ekspresi Zero benar-benar sinis, membuat Aquila buru-buru mengalihkan pandangan.

Aquila bisa menebak, Zero pasti merasa kesal akan sikap 'terlalu baik' yang dimiliki Zeline. Jujur saja Aquila setuju pada Zero, saat dulu membaca novelnya, Aquila seringkali merasa gregetan sendiri dengan kebaikan Zeline.

Suasana semakin canggung, yang ada hanya keheningan.

Tidak bisa begini. Aquila harus memecah keheningan.

"Uhm... Nona Zeline bagaimana kabarnya? Saya dengar anda tidak sadarkan diri karena seseorang meracuni anda?" Aquila bertanya basa-basi.

Zeline dan Zero kompak menatap Aquila dengan tatapan terkejut. Aquila panik sendiri, ada apa? Apakah ia salah bicara?

Zero membanting pelan cangkir teh yang tadi ia minum, tatapannya semakin menusuk. Bagi Zero, Aquila sungguh bermuka tebal dan tidak tahu diri! Bagaimana bisa ia bertanya dengan polosnya seperti itu? Padahal jelas-jelas Aquila adalah pelakunya.

Zeline yang menyadari perubahan mood kekasihnya langsung menyahut, "kabar saya baik, nona Charles, terimakasih sudah bertanya." Zeline tersenyum manis dan untuk kesekian kalinya, Aquila terkesima. 

"Untuk racun yang terdapat dalam minuman saya masih dalam tahap penyelidikan, tapi saya yakin sekali ini pasti hanya salah paham. Memangnya manusia jahat mana yang tega meracuni manusia lainnya?" Zeline berkaca-kaca.

Aquila refleks menganggukkan kepalanya. "Saya setuju." Ya, manusia jahat mana yang berani meracuni protagonis kesayangannya ini?

Tapi kalau dipikir bagaimana pun, Zeline terlalu naif. Pemikirannya terlalu murni jika harus dijadikan lawan sang penjahat 'Aquila Sapphire de Charles'. Untungnya ada sang putra mahkota Zero yang selalu melindungi sang putri.

"Seburuk-buruknya manusia, tidak mungkin kan ia mencoba untuk membunuh calon ratu selanjutnya? Nona Aquila, kau setuju, kan?" Zeline berucap lagi.

Aquila mengangguk mantap. "Tentu saja aku setuju, apalagi kau adalah sang protagonis." 

Aquila terharu. Zeline benar-benar manusia yang baik. Tapi Aquila berharap bahwa Zeline bisa menjadi lebih pintar untuk menyadari kalau ada banyak sekali orang jahat disekitarnya, supaya Zeline bisa lebih berhati-hati. 

Aquila tidak mengerti mengapa sang author menciptakan sebuah tokoh yang terlalu baik tanpa celah. Bukannya Aquila tidak suka, hanya saja ia takut kebaikan Zeline akan menjadi bumerang untuk dirinya.

Zero menghela napas berat, ia bangkit. "Zeline, kita pulang sekarang." Ia menarik tangan Zeline supaya ia segara berdiri.

Zeline merasa canggung, ia segara tersenyum kepada Aquila, "maaf, nona, sepertinya pertemuan kita hanya sampai disini saja. Saya senang bisa menghabiskan waktu—"

"Cepatlah, Zeline!" Zero berjalan duluan. Zero benar-benar merasa muak. Ia muak dengan sandiwara Aquila yang entah mengapa semakin terasa handal.

Kedua tokoh utama itu meninggalkan Aquila begitu saja. Aquila bahkan masih belum bisa mencerna apa-apa. Ia masih mabuk akan pesona kedua tokoh utama.

Mereka benar-benar cocok. Ditambah lagi sang author dengan sengaja membuat mereka memiliki banyak kesamaan, seperti warna rambut, lesung pipit, serta huruf depan nama yang sama.

Pesona mereka benar-benar luar biasa. Aquila bahkan melupakan rencananya untuk menjauhi mereka.

***

  

Komen (1)
goodnovel comment avatar
fatih.arrahmah
sungguh aqila yg bodoh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status