Aquila duduk tenang di salah satu kursi yang dihiasi dengan ornamen ukiran. Tidak, sebenarnya dia tidak benar-benar tenang, ia kini tengah merasa sangat gelisah.
Aquila tengah menghadiri pertemuan minum teh tidak resmi berdua dengan putra mahkota, ulangi, hanya berdua.
Perasaan tidak tenang menyelimuti hatinya, di satu sisi, tokoh putra mahkota merupakan tokoh favoritnya, dalam novel, ada banyak narasi yang menjelaskan tentang ketampanan sang putra mahkota. Selain itu, sifat protektifnya pada sang peran utama wanita juga membuat Aquila kagum.
Masalahnya, kini 'Aquila' harus berhadapan dengannya sebagai seorang antagonis. Ditambah lagi, dalam novel, Zero adalah malaikat maut Aquila.
Sialan. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.
Putra mahkota memasuki ruangan.
Pintu besar terbuka, masuklah seorang laki-laki yang diiringi dua pengawal di kanan dan kirinya. Zero, sang putra mahkota menarik kursi persis di depan Aquila. Tangan Zero mengibas, seperti memberi isyarat kepada kedua pengawalnya untuk pergi.
Aquila hanya terdiam, ia benar-benar terbutakan oleh ketampanan seorang Zero de Athanasius.
Benar-benar sesuai dengan deskripsi di novel! Rambut cokelat berkilauan, serta bola mata emas yang menandakan bahwa Zero adalah keturunan resmi keluarga kerajaan.
Yang membuat Aquila nyaris menganga adalah ketampanan Zero yang tak ada duanya! Di dunia sebelumnya, Aquila sama sekali belum pernah menemukan orang yang setampan Zero.
Benar-benar. Aura peran utama yang tak ada duanya.
"AQUILA!"
Si pemilik nama langsung terkejut saat Zero membentaknya. Aquila gelagapan, ia tak tahu apa yang harus ia katakan.
"I-iya yang mulia?" Aquila menjawab dengan gugup.
Kini Zero yang terdiam, ia hanya menatap Aquila dengan sinis, membuat yang ditatap semakin merasa gugup.
Kenapa reaksi Putra Mahkota seperti itu? Apa aku salah bicara?
Aquila harus berbuat sesuatu...
"Selamat pagi yang mulia, saya merasa terhormat karena telah diundang kesini." Aquila bangkit, memberi salam dengan senyum lebar di wajahnya. Sejujurnya ia tak tahu apa yang ia lakukan.
"Duduk." Ujar Zero membuat Aquila mau tak mau menuruti perintah putra mahkota tersebut. "Kita sudah lama tidak berjumpa, ya?"
Eh?
Aquila masih tak bisa meraba ke arah mana perbincangan mereka.
"Kenapa diam saja? Silahkan dinikmati makanannya." Zero tersenyum, ia terlihat sangat menawan, muncul lesung pipit di kedua pipinya, benar-benar sangat manis! Lagi-lagi Aquila terkesima, ia bahkan tak menyadari kalau itu adalah senyum yang palsu.
Aquila salah tingkah, ia langsung mengalihkan pandangannya menuju hidangan yang telah tersedia.
Woah! Benar-benar beraneka ragam, Aquila tanpa sadar meneteskan air liurnya, ia tak tahu akan mulai dari makanan yang mana dulu.
Tangannya bergerak menuju salah satu kue kering, berbentuk bulat, mungkin seperti cookies, tapi berbeda.
"Mmmh, enak," gumamnya tanpa sadar.
Kali ini ia mengambil jenis kue lain, sepotong kue dengan buah strawberry diatasnya. Semuanya benar-benar enak!
Zero tak bisa berkata-kata. Sejak kapan nafsu makan Aquila menjadi ganas seperti ini? Biasanya, Aquila selalu menjaga imagenya di depan dirinya.
Zero berdeham. "Bagaimana? Enak, kan makanannya?" Ia bertanya, dan dibalas anggukan oleh Aquila, "kau makan sebanyak itu, tapi Zeline bahkan tidak bisa makan, loh."
Eh?
Lagi-lagi arah pembicaraan yang tak bisa Aquila mengerti.
Apa maksud Zero?
"Nona Zeline tidak bisa makan?" Aquila mengulangi kata-kata Zero tanpa sadar. "Apa maksud yang mulia?" Aquila merasa khawatir, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi kepada peran utama kesayangannya.
"Sandiwaramu semakin baik, Nona Charles." Zero berkata. Penuh sarkas. "Jangan kau pikir kau bisa mengelabuiku, kau 'kan yang telah menaruh racun dalam minuman Zeline?"
"Ra...cun?" Aquila memastikan.
"Bukankah aku sudah pernah memberikan peringatan kepadamu untuk berhenti mengganggu Zeline? Kau tidak mengindahkan peringatanku?"
Minuman dengan racun...
Peringatan dari putra mahkota...
Otak Aquila benar-benar bekerja dengan cepat!
Sialan! Aquila mendelik! Ia baru teringat, itu adalah salah satu scene di dalam novel, lebih tepatnya pada chapter dua puluh satu.
Aquila tidak bisa berhenti mengumpat. Jadi... Alurnya sudah berjalan setengahnya?
Itu adalah peristiwa dimana Aquila meracuni minuman Zeline supaya ia tidak bisa menghadiri pesta, sayangnya putra mahkota berhasil membuka kedok Aquila dan mempermalukannya di depan umum.
Tapi yang sangat mengganjal ... Kenapa alurnya jadi berubah?
Di dalam novel, tidak ada adegan dimana Putra Mahkota mengundang sang penjahat seperti saat ini. Bagaimana bisa alurnya jadi seperti ini?
Tapi yang paling penting sekarang, bagaimana keadaan Zeline sang protagonis kesayangannya? Ia telah meminum racun itu, Aquila berharap tak ada masalah serius pada Zeline.
"Zeline ... Bagaimana keadaannya?" Aquila tak dapat menahan rasa khawatirnya. Sialan, ia benar-benar membenci tokoh 'Aquila'.
Zero yang mendengar pertanyaan itu langsung merasa emosi. Aquila sedang terang-terangan mengejeknya, ya?!
Zero secara spontan langsung menarik dagu Aquila, mencengkeramnya dengan kuat, "dengar kau, dasar berengsek, kalau sekali lagi kau menyentuh kekasihku Zeline, aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu." Zero benar-benar dikuasai amarah, ia mendadak teringat keadaan mengenaskan Zeline saat ini, Zeline masih dalam keadaan tidak sadar.
Tubuh Aquila bergetar hebat, ia tak pernah merasa ketakutan seperti ini dalam seumur hidupnya. Ia teringat akan adegan saat ia dieksekusi mati oleh orang dihadapannya saat ini.
Tanpa sadar air matanya menetes, ia merasa ajalnya tak lama lagi akan tiba, mengingat alur cerita sudah berjalan setengahnya. Tangannya bergetar saat bergerak untuk menyeka air matanya.
"Bhu...khan aku..." Aquila terisak parah, bahunya bergetar, ia baru saja mati, dan sebentar lagi ia akan merasakan kematian lagi? Ia tidak rela!
"Bukan aku pelakunya!" Cewek itu menunduk ketakutan, ia berkata jujur meskipun ia tahu putra mahkota tak akan percaya.
BRAKK!
Zero memukul meja, ia muak! Sungguh muak bukan main! Hasil penyelidikan jelas menunjukkan bahwa Aquila yang melakukannya, bahkan saksi mata juga berkata demikian. Tapi gadis di depannya ini masih saja menyangkal? Yang membuat Zero semakin muak, ia tidak bisa menemukan sedikit kebohongan pun dari raut wajah Aquila.
"Nona Charles, anda sudah bisa pulang sekarang." Zero secara tidak langsung mengusir gadis didepannya. Zero berbalik, ia meninggalkan Aquila yang semakin terisak.
Aquila menghela napas, ia menghapus jejak air matanya. Kali ini, ia akan bertahan hidup, bagaimana caranya. Ia tak mau menyia-nyiakan hidupnya untuk yang kedua kali.
***
Zero menggenggam pergelangan tangan Zeline yang tengah berbaring di atas ranjang. Terasa dingin.
Kulit Zeline terlihat begitu pucat. Dokter kerajaan bilang, Zeline telah berhasil menaklukkan racun di dalam tubuhnya, seharusnya sebentar lagi ia akan sadar.
Padahal, saat pesta berlangsung, putra mahkota sudah berniat untuk meresmikan hubungan mereka di depan para bangsawan yang lain. Tapi hal terjadi di luar dugaan, Aquila sialan itu ternyata telah menaruh racun dalam minuman kekasihnya.
Berbicara tentang Aquila, Zero teringat sesuatu lagi. Aquila, gadis jahat itu, entah mengapa bersikukuh mengatakan bahwa bukan ia pelakunya. Ditambah lagi dengan ekspresi yang begitu meyakinkan.
Gigi Zero bergemelutuk, ia tidak peduli meskipun Aquila adalah sahabat pertamanya, ia juga tidak peduli meskipun hanya Aquila yang selalu ada disisinya, selama Aquila sudah melukai kekasihnya, Zero pasti akan membalas perlakuan Aquila dengan setimpal.
Tangan yang ia genggam bergerak, diikuti dengan kernyitan di dahi Zeline, cewek itu terbatuk-batuk.
"ZELINE!!!" Zero berseru terharu, kekasihnya telah sadar!
Zeline membuka matanya perlahan, bola matanya bergerak lemah.
"Sebentar, aku akan panggilkan dokter!" Zero segera bergegas keluar ruangan.
***
Aquila terus merenung di sepanjang perjalanan. Kereta kuda yang berkali-kali berguncang ini bahkan tak bisa membuatnya sadar dari lamunan.
Aquila memeluk tubuhnya sendiri, ia masih merasa ketakutan.
Di dalam novel, adegan pesta kemarin adalah adegan saat putra mahkota memperkenalkan kekasihnya terhadap kaum bangsawan. Zeline juga tidak meminum racun karena digagalkan oleh putra mahkota. Lalu setelah putra mahkota mengusir dan mempermalukan dirinya di pesta, Aquila semakin menggila, ia berkali-kali mencoba membunuh Zeline namun usaha itu sia-sia.
Sampai pada puncaknya, dimana Aquila berhasil menusuk Zeline dengan tangannya sendiri. Kesabaran putra mahkota habis, lalu ia mengeksekusi mati Aquila.
Setelahnya, Aquila tak tahu apalagi yang terjadi karena ia belum membaca sampai tamat novelnya.
Aquila memikirkan segala opsi yang ada supaya ia bisa putus hubungan dengan sang putra mahkota yang menyeramkan.
Ada beberapa yang sempat terlintas, diantaranya, ia kabur dari kediaman Duke, ia pura-pura lupa ingatan, atau ia mengasingkan diri di kuil.
Tidak ada opsi yang menyenangkan!
Aquila menjambak rambutnya frustasi. Opsi paling masuk akal, ia akan menjauhi Zero, dan tak boleh terlihat lagi dalam pandangannya apapun yang terjadi.
***
Ekhm, halo semua! Aku Alet selaku author dari cerita yang berjudul ‘Miss Villain and The Protagonist’ sekarang lagi ngerasa seneng karena akhirnya aku bisa tamatin cerita ini! Nggak kerasa udah hampir dua tahun lamanya semenjak pertama kali aku publish cerita MVATP di pertengahan 2021. Sejak saat itu, aku bener-bener ngerasa seperti di rollercoaster, ada kalanya aku semangat & excited banget buat publish, tapi beberapa hari setelahnya aku langsung kena writer block. Ada masanya aku ngerasa seneng sama hasil tulisanku sendiri, tapi nggak lama setelahnya aku jadi ngerasa nggak pede lagi. Setelah semua perasaan campur aduk itu, akhirnya aku bisa ngebawa cerita MVATP hingga ke bagian akhir. Semoga kalian suka, ya, sama endingnya! * Jujur, aku deg-degan banget sebelum publish bagian akhir, aku mikir apakah endingnya memuaskan? Atau apakah kalian bakal suka? Tapi aku udah ngelakuin yang terbaik, aku berharap banget para pembaca bakal suka. Rasanya waktu tuh berjalan cepet banget, seinge
“Selamat atas penobatanmu, Yang Mulia.” Aquila tersenyum, menatap Revel yang terlihat kikuk.“Hanya ada kita berdua di sini, tolong panggil aku dengan nama saja, seperti biasa.”“Anda tahu sendiri kan, hal itu sudah tidak bisa lagi saya lakukan.”Benar. Dengan tingginya posisi Revel saat ini, bisa dianggap seperti penghinaan jika orang lain mendengar Aquila memanggilnya langsung dengan nama.“Padahal anda pasti sedang sibuk-sibuknya, tapi anda masih bisa meluangkan waktu untuk saya. Saya merasa terhormat.” Tutur Aquila.“Saya yang justru merasa tidak enak karena tiba-tiba memanggil anda ke sini.”Aquila menyadari kalau Revel tiba-tiba mengubah gaya bicaranya menjadi lebih formal. “Saya tidak enak jika membuang waktu anda lebih banyak lagi, apa ada hal yang anda ingin saya sampaikan sehingga memanggil saya ke istana?”Revel menatap Aquila, terdengar helaan napas darinya. “Aku tidak akan basa-basi lagi. Aku butuh bantuanmu.”“Apa?”“Seperti yang kau tahu, aku benar-benar disibukkan kare
Detik demi detik berlalu, berubah menjadi menit, jam, hari, minggu, waktu terus berjalan, setelah malam yang panjang itu entah kenapa waktu jadi terasa begitu cepat.Revel bekerja keras, dibantu dengan Duke Charles, Marquis Varen, dan beberapa bangsawan berpengaruh lainnya, mereka kembali membenahi tatanan kepemerintahan. Suasana di istana perlahan-lahan kembali seperti semula.Waktu berlalu, musim pun berganti, banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dilewati.Revel telah resmi diangkat sebagai kaisar berikutnya, upacara pengesahan diadakan, meski ada beberapa pihak yang menentang, keputusan kuil tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran terungkap, mengenai putra mahkota terdahulu yang dilupakan, semua tindakan keji kaisar sebelumnya pun terbongkar.Beberapa kebijakan diubah, termasuk penghapusan total mengenai subjek venatici, hal-hal yang berkaitan mengenai sihir pun dilegalkan asal dengan kuantitas yang wajar. Pembangunan sekolah sihir dilakukan pada banyak titik yang nantinya akan m
“Mustahil!” Kaisar Lius menarik rambutnya sendiri, rasanya ia telah menjadi gila, ia sulit membedakan mana yang mimpi mana yang bukan. “INI PASTI MIMPI! HAHAHA AKU PASTI SEDANG BERMIMPI!” ia menyeringai, tanda keterkejutan dan keputusasaannya. Ini mimpi yang begitu buruk, seseorang tolong bangunkan dirinya! “Ini bukan mimpi, Yang Mulia.” Muncul seseorang memasuki ruangannya. Secara dramatis, dari balik bayangan, perlahan Kaisar Lius mampu melihat wajahnya yang disinari cahaya bulan. “Salam saya, Yang Mulia.” Pria itu menyapa dengan senyum manis di wajahnya. R- Revel?! “DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!” Kaisar Lius berteriak, meluapkan segala emosinya. Bagaimana bisa Revel masih bisa tersenyum manis di saat seperti ini?! Ah, tidak, itu merupakan senyum ejekan! Senyum yang mentertawakan posisinya saat ini. “Ah? Bagaimana menurut anda mengenai kejutan yang telah saya siapkan sepenuh hati seperti ini?” Tanya Revel, masih dengan senyum yang menghiasi wajahnya. “KAU PASTI SUDAH GILA!” “Sa
“Revel, Revel!” Seruan yang berasal dari Mike berhasil membuyarkan ingatan Revel atas masa kelamnya. “Kemarilah! Tuan Michael terluka parah!” Huh? Revel, diikuti yang lainnya bergegas menghampiri Mike dan Baron Michael yang terbaring lemah dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Keadaannya jauh lebih buruk dari yang Revel pikirkan, sepertinya pria itu terkena tebasan senjata yang telah dilumuri racun, terlihat jelas dari bekas luka beserta warna kulit yang berubah kehijauan. “Michael, bertahanlah!” Seru Revel, yang bergerak cepat mengikatkan kain dengan erat agar racunnya tidak cepat menyebar. “Bertahanlah, aku akan segera mencarikan penawar.” “Berhenti.” Ketika Revel hendak bangkit, Baron Michael menggenggam tangannya. “Tidak perlu.” “A- apa?” Alis Revel bertaut, ia jelas tak mengerti mengapa Baron Michael menahannya. “Percuma saja, racunnya sudah menyebar sejak tadi.” “Apa yang kau bicarakan?! Kenapa kau menyerah seperti itu?!” Seru Revel, perasaannya kini tak menentu, kalimat y
“Sebelumnya kau mengatakan kalau otak mereka telah dicuci dan mereka menjadikan kaisar sebagai dewa mereka, kan?” Xander bertanya, memastikan. Muncul sebuah ide gila di kepalanya. “Bagaimana jika cara tercepat untuk menghabisi mereka dalam satu entakan adalah dengan membunuh kaisar terlebih dahulu?” Bagi Xander, ini merupakan ide gila yang patut dicoba. Subjek Venatici menganggap kaisar sebagai dewa mereka, bagaimana jika Xander membunuh ‘dewa’ yang selalu ingin mereka lindungi itu? Pasti mereka akan merasakan perasaan putus asa yang begitu mendalam akibat gagal melindungi dewa. Setelah mendapat pukulan keras itu, seharusnya mereka melemah, kan? Tidak, tidak, lebih baik lagi jika mereka melakukan bunuh diri massal akibat perasaan bersalah yang mendalam. Seringaian menyeramkan mendadak timbul pada wajah Xander. Ia akan merealisasikan ide gila itu. Kesimpulannya, ia akan membunuh Kaisar terlebih dahulu. Revel yang mendengarnya seketika menoleh. “Itu… benar-benar ide nekat yang laya