Share

Ide Cemerlang

Author: Ammi Poe YP
last update Huling Na-update: 2023-11-22 15:27:02

Perjalanan pulang sekolah akhirnya sampai juga, mobil memasuki halaman rumah berpagar besi yang cukup tinggi menjulang. Pak Dalim yang bertugas sebagai sekuriti bergegas menutup kembali pintu gerbang setelah mobil masuk.

Kulihat mama yang masih sibuk dengan tanaman bonsai, ia melakukan pekerjaannya dengan dibantu Bik Atin. Melihatku turun dari mobil, mama langsung menghambur dan memelukku seperti biasa. Tak hanya sekedar memeluk, tapi juga mendaratkan kecupan di kedua pipi ini.

“Kok pulangnya telat, Sayang? Mampir dulu ke mana?”

“Gadis kampung pakai acara ngilang, Ma!”

Mama mengernyitkan dahi, “Kok, ngomongnya begitu?”

“Habisnya Darren sebel, Ma. Aku, tuh, lagi capek banget. Eh, malah dia asyik ngelayap dengan cewek sok populer itu!”

“Anak Mama kenapa, sih? Nggak biasanya jutek begini.”

“Udah, ah, Ma. Darren mau mandi terus ke roof top. Suruh Bik Atin bawain camilan dan secangkir kopi latte kesukaanku, ya, Ma. Serius Darren lagi capek hari ini.”

“Iya. Sudah sana masuk,” ucap mama sembari mengelus rambutku.

“Oh, ya, Meisya. Aku minta maaf kalau sikap Darren menyinggung perasaan kamu, ya?” lanjut mama ke Meisya.

“Iya, Nyonya. Nggak apa-apa, kok.”

“Mama apaan, sih, malah minta maaf. Harusnya dia yang minta maaf karena sudah bikin Darren khawatir nyariin dia ke sana kemari.”

“Hah? Serius Mas Darren khawatir dengan aku?” Tetiba gadis kampung itu main sambar omongan.

Wajahku seketika pias seakan malu merayapi diri ini. Kenapa harus keceplosan segala, jadi bikin dia kegedean rasa kalau begini.

Entahlah, dia memang gadis yang aneh bagiku. Sebelum bertemu dengannya, ia telah datang ke alam mimpiku sejak delapan tahun lalu. Rasanya seperti dejavu dengan apa yang kualami.

Namun, sejak kehadiran dia di rumah ini, mimpi itu tak pernah hadir lagi. Bahkan mimpi tentang tragedi sebuah kecelakaan itu pun tak pernah menghantuiku lagi.

Kuhempas tubuh ini ke peraduan yang ternyaman. Sejenak teringat akan sebuah ide gila yang tadi sempat terlintas di benakku. Kupikir bukan ide gila, tapi lebih tepatnya ide cemerlang untuk membuat Alea tak menggangguku lagi.

Lima bulan lagi Pendidikan di sekolah itu akan berakhir, namun bagiku serasa satu abad di sana.

Selama masih ada Alea dalam hidupku, maka ketenangan privasiku akan terus terusik. Aku butuh waktu untuk konsentrasi dalam perjuanganku untuk lulus nanti, jadi sudah kuputuskan untuk menjadikan Miss Lena sebagai pacar sementaraku.

Namun, sesaat kemudian nyali ini menciut kembali membayangkan sebuah penolakan dari wanita dewasa yang dingin itu. Tak akan mampu kusembunyikan malu jika sampai Miss Lena menolakku. Tapi kalau tidak kulakukan, harapan untuk mendapatkan ketenangan fokus dalam belajar tak akan kudapat.

Baiklah, semua harus kucoba. Targetku dalam waktu dua minggu Miss Lena harus jadi kekasihku. Malam ini aku harus minta ke mama untuk bantu bicara ke Miss Lena agar mau memberikan bimbingan belajar secara privat.

Sontak semangat dalam diri kembali up, bergegas kulangkahkan kaki menuruni anak tangga dan mencari mama yang ternyata sedang sibuk di dapur. Seperti biasa, mama selalu membuat camilan untuk sore hari. Meski ada Bik Atin, tapi mama lebih suka mengolah semuanya langsung dari kedua tangan sendiri.

“Ma, boleh nggak kalau Darren minta bimbingan belajar Bahasa Inggris secara privat dengan Miss Lena?”

“Lho, bukannya Bahasa Inggris kamu sudah bagus?”

“Tadi di kelas ada yang Darren masih nggak paham, Ma. Bisa ya, Ma. Ini juga biar nilai ujian nanti bagus.”

“Kalau begitu les juga untuk pelajaran lain, donk!”

“Pelajaran lain Darren sudah bisa, Ma. Hanya Bahasa Inggris saja yang masih ada kesulitan.” Aku masih mencoba mencari alasan agar mama bisa mengabulkan permintaanku,

Mama justru malah memicingkan mata seakan tengah menyelidik. “Hari ini kamu aneh. Ada apa, Darren sayang anaknya Mama?” tanya Mama seraya merengkuh bahuku.

“Nggak apa-apa, Ma. Pokoknya Darren mau Miss Lena besok sudah datang ke rumah ini untuk mengajar privat. Darren nggak mau tahu!” Seperti biasa senjataku adalah merajuk agar mama menuruti apa yang menjadi kemauanku.

“Iya, nanti Mama coba telepon Miss Lena.”

“Harus, ya, Ma.”

“Iya, Mama akan usahakan untuk meminta Miss Lena.”

“Makasih, Mama sayang. Emmuach ….” Kudaratkan sebuah tanda cinta di pipi kanan wanita cantik yang telah melahirkan aku.

“Darren, kamu bilang mau mandi? Kok, masih bau asem?”

“Hehehe … belum sempat, Ma. Tadi tiduran dulu terus inget kalau pas di sekolah ditegur sama Miss Lena gegara Darren nggak paham.”

“Tumben anak Mama nggak paham. Biasanya si jenius ini pinter banget,” puji mama seraya mencubit pipiku.

“Wajar, Ma. Namanya juga manusia biasa yang masih banyak salah dan masih butuh bimbingan. Darren ini bukan manusia sempurna juga, ‘kan?”

Pandangan mama seketika menghadapku penuh. Bola manik itu menelusuri raut wajahku, menyelidik aneh.

“Mama ini kenapa, sih? Lihat Darren sampai segitunya.”

“Habisnya kamu aneh. Tumben banget jadi sok bijak begitu.”

“Hahaha … Mama ini. Darren sudah gede, Ma. Sudah 18 tahun, sudah memasuki usia dewasa. Jadi, mulai sekarang Mama nggak boleh manjaain Darren kayak anak kecil terus.”

“Yaach … kok, gitu. Mama pengen Darren jadi anak yang selalu dekat sama Mama.”

“Udah, ah, Ma. Aku mau naik lagi, mandi terus ke roof top. Jangan lupa minta Bik Atin untuk anterin pesenan Darren.”

Mama tersenyum dengan membulatkan jari membentuk isyarat oke. Wanita yang mulai memasuki usia senja itu masih terlihat cantik di mataku. Setiap hari ia menghujaniku dengan sejuta kasih sayang yang begitu melimpah. Apapun yang menjadi inginku selalu ia turuti.

Senyumku mengembang kala memandang mentari yang hampir kembali ke peraduan. Dewi malam telah mengintip di sisi bintang merah.

Semilir angin senja begitu menyejukkan hati, ditambah dengan membayangkan mulai besok aka nada guru cantik di rumah ini. Tak ada salahnya mencoba, masalah ditolak atau tidak urusan belakangan. Yang penting maju.

Alea, kamu akan kubuat berhenti mengganggu kehidupanku selama di sekolah itu. Tak akan kubiarkan waktu terbuang sia-sia hanya karena ulah gadis centil sok tenar. Jika dia berani hadapi Miss Lena, maka nilai ujian dia sebagai taruhannya.

Bisa saja Miss Lena jadi illfeel dan tak mau memberikan ia bimbingan karena setahuku selama ini Ayah Alea memanggil Miss Lena ke rumah untuk memberikan bimbingan privat juga.

Aku tertawa kala membayangkan semua itu. Lebih lucu lagi ketika melintas dalam pikiranku, semua orang di sekolah itu tahu aku memacari guru cantik namun dingin itu.

Ah, pasti akan jadi berita utama di majalah dinding. Baru membayangkan saja sudah tertawa, padahal belum pasti bakalan diterima.

Baru kali ini aku melakukan hal senekad ini. Semoga saja berhasil.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Kemenangan

    Aku mendekat untuk melihat. Di peta itu, ada ruangan kecil yang belum pernah kami temukan sebelumnya. Di sampingnya tertulis dengan tinta merah yang memudar, “Di sini disimpan jantung dan hati korban ritual.”Hatiku berdegup kencang. “Jadi, ini tempat di mana Marsya dan korban lainnya dijadikan tumbal,” gumamku, suaraku serak. Pikiran tentang Marsya, yang telah lama meninggal namun tubuhnya masih dimanfaatkan dalam ritual keji, membuat seluruh tubuhku menegang. Kami sudah berhasil mengalahkan penjaga bayangan, tetapi perjalanan ini jelas belum berakhir. Sesuatu yang lebih gelap dan jahat masih mengintai, dan kami harus segera menemukannya sebelum terlambat.Meisya memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. "Darren, kita harus segera mengakhiri ini. Kita tidak bisa membiarkan warisan kegelapan ini terus berlanjut."Aku mengangguk, merasa semangat baru berkobar dalam diriku. "Kita harus menghentikan mereka. Apa pun yang terjadi."Pak Djata mendekat, memperhatikan peta itu dengan tajam.

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Peta Titik Terang

    Aku, Meisya, dan Pak Djata berdiri di tengah ruangan yang nyaris tenggelam dalam kegelapan. Lilin-lilin kecil di sekeliling kami sudah hampir habis, hanya menyisakan nyala lemah yang tak mampu mengusir seluruh kegelapan. Di hadapan kami, bayangan samar bergerak mendekat, mendesis seperti ular yang mengintai mangsanya. Ruangan ini tiba-tiba terasa semakin sempit, udara menebal, dan jantungku berdetak kencang.“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku lagi, meskipun suaraku hampir tenggelam oleh ketegangan yang menggulung di udara.Bayangan itu berhenti beberapa langkah dari kami, perlahan-lahan berubah menjadi lebih jelas, lebih nyata. Wujudnya tertutup jubah hitam panjang, matanya merah menyala seperti bara api yang mengintip dari balik tudung yang menutupi wajahnya.“Aku adalah penjaga terakhir rahasia Dr. Wirawan,” suaranya dingin, mengalir seperti angin malam yang membawa ancaman. “Kalian tak seharusnya berada di sini.”Pak Djata, meskipun sudah berusia lanjut, berdiri tegak di depan kami, t

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Penjaga Wasiat

    Pintu ruangan terbuka dengan sendirinya, seolah-olah kekuatan yang menghalanginya telah lenyap. Kami melangkah keluar, disambut oleh pria yang tadi mengabari kami. Raut wajahnya memperlihatkan ketidaktenangan, ternyata ia menunggu dengan cemas di luar."Apa yang terjadi di dalam?" tanyanya dengan nada khawatir.Aku tersenyum lelah. "Kami berhasil mengusir bayangan Dr. Wirawan," jawabku dengan semangat yang terpancar dari suaraku.Mendengar perkataanku, lelaki itu menghela napas lega. Kulit wajahnya yang tadi tegang mulai melonggar, dan matanya yang sebelumnya suram kini berbinar dengan cahaya harapan yang sudah lama hilang. Rasanya seperti aku bisa melihat beban bertahun-tahun yang perlahan terangkat dari pundaknya."Syukurlah ... akhirnya masa kelam rumah sakit ini akan berakhir," ujarnya, suaranya bergetar. "Sudah lebih dari dua puluh tahun kami hidup dalam ketakutan."Namun, di tengah kelegaan yang kami rasakan, ada perasaan ganjil yang tak bisa kuabaikan. Meski bayangan gelap itu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Bayangan Terakhir

    "Kalian pikir ini sudah berakhir?" katanya dengan suara dingin yang membuat darahku membeku.Aku dan Meisya saling pandang dengan cemas. Pria itu adalah Dr. Wirawan, atau setidaknya bayangannya yang masih tersisa di tempat ini. "Kalian berhasil mengusir bayangan gelap, tapi tidak mengusirku," lanjut Dr. Wirawan, suaranya penuh kebencian. "Aku adalah bagian dari rumah sakit ini. Selama rahasiaku belum terungkap sepenuhnya, aku akan terus ada."Aku menatap Dr. Wirawan dengan tegang. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyaku, mencoba mencari cara untuk mengatasi situasi ini.Dr. Wirawan tersenyum dingin, senyum yang penuh dengan kepuasan jahat. "Aku ingin melanjutkan apa yang telah kumulai. Kalian tidak bisa menghentikan aku."Meisya, dengan keteguhan yang luar biasa, melangkah maju. "Kita sudah datang sejauh ini. Kami tidak akan mundur."Pak Djata yang telah berdiri di belakang kami, maju ke depan. "Kalian tidak sendirian," katanya dengan suara tegas. "Kami akan melawan ini bersama."

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Mantra Nyai Kambang

    Nyai Kambang mengangguk pelan. "Aku tahu apa yang kalian hadapi. Dr. Wirawan adalah musuh lama. Dia menggunakan ritual-ritual kuno untuk menguasai kekuatan gelap. Tapi ada cara untuk menyibak misterinya." Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan, tempat sebuah rak kayu tua berdiri. Rak itu penuh dengan benda-benda yang tampak antik: botol-botol kaca berisi ramuan, patung-patung kecil dari kayu, dan beberapa gulungan kain yang tampak sudah berusia puluhan tahun. Nyai Kambang menarik napas dalam-dalam sebelum meraih sebuah buku tua yang tergeletak di rak paling atas. Buku itu tampak sangat tua, dengan sampul kulit yang sudah mengelupas dan tepi-tepi halaman yang menguning. Ada simbol-simbol aneh yang terukir di sampulnya, dan begitu Nyai Kambang menyentuhnya, ruangan seakan dipenuhi energi mistis. Cahaya lilin di ruangan itu bergetar, dan aroma dupa semakin menyengat. "Ini," kata Nyai Kambang dengan suara yang lebih lembut, "ini adalah buku yang berisi mantra-mantra dan petunjuk untu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Lukisan Mengerikan

    Dengan tekad yang semakin kuat setelah mengalahkan bayangan gelap itu, aku dan Meisya melanjutkan pencarian. Aku tahu bahwa pertempuran yang baru saja kami menangkan hanyalah permulaan dari misteri yang lebih dalam, selebihnya adalah sesuatu yang mungkin saja jauh lebih mengerikan.*Keesokan paginya, kabut tipis masih menyelimuti desa di sekitar rumah sakit saat aku dan Meisya melangkah dengan hati-hati di jalan berbatu. Matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya oranye keemasan yang menerobos pepohonan rindang. Suara burung berkicau terdengar sayup-sayup, seolah-olah menyambut hari baru dengan harapan yang rapuh.Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menitan, langkah kami berhenti di depan sebuah rumah tua yang terletak di ujung desa. Rumah dengan atap yang mulai lapuk dan dinding-dindingnya yang dipenuhi lumut. Sejenak aku menoleh ke arah Meisya. Wajah gadis itu menyiratkan ketegangan yang mulai menghinggapi pikiran. Segera kugenggam tangannya, mencoba menguatkan keberanian ga

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status