Share

Jus Binatang Berapi

Penulis: Ammi Poe YP
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-18 19:26:30

Mentari telah condong ke arah barat saat kaki ini melangkah keluar dari pintu gerbang sekolah. Rasa lelah memaksaku ingin cepat sampai di rumah dan merebahkan diri.

Beruntung sopir yang bertugas menjemputku telah standby di tepi jalan dekat dengan gerbang sekolah. Hanya saja kejadian menyebalkan membuatku ingin marah.

“Den Darren, Meisya belum pulang?” tanya sopirku sembari melongok keluar jendela mobil.

“Mungkin sebentar lagi, Pak Jo. Kita tunggu aja.”

“Baik, Den. Den Darren kayaknya capek banget, pelajarannya susah, ya, Den?”

“Pelajaran, mah, gampang. Yang bikin capek itu adalah kegiatan mikirnya, Pak Jo.”

“Oh, begitu … maklum, Den. Dulu Pak Jo sekolahnya hanya sampai SMP saja,” ujar pria setengah baya itu diiringi tawa kecil.

Kulirik penanda waktu di pergelangan tangan. Sudah hampir lima belas menit aku menunggu Meisya, tapi tak tampak juga batang hidungnya. Apa jangan-jangan ia nyasar dan tak tahu jalan pulang?

Atau … ah, Alea! Jangan- jangan Meisya dihadang oleh Alea and the gengs. Aku harus cepat menyusul, kasian kalau sampai gadis lugu itu dibully oleh gadis yang sok populer itu.

“Den Darren mau ke mana?” tanya Pak Jo yang melihatku tergesa saat turun dari mobil.

“Mencari gadis kampung yang nggak ngerti jalan pulang!” seruku dengan emosi.

Kaki ini berlari menyusuri lorong gedung sekolah yang telah lengang menuju ruang kelas Meisya. Sepi. Tak ada satu pun siswa tersisa di sana. Lalu di mana gadis kampung itu?

Antara emosi dan kekhawatiran bercampur aduk tak karuan. Kepalaku melongok setiap ruang kelas yang ada di lantai tiga. Tapi tetap tak kutemukan Meisya.

Ya, Tuhan … di mana dia. Ini adalah hari pertama ia masuk sekolah, sudah pakai acara ngilang segala. Ponselnya juga tak aktif pula.

Rasa lelah menggerayangi tubuh, kusandarkan tubuh pada tiang penyangga gedung. Saat itulah sayup-sayup kudengar suara beberapa siswi dari arah kantin. Canda tawa mengiringi langkah mereka. Sontak tubuh ini bangkit dan memasang indera pendengaran dengan baik.

“Itu bukannya suara Alea dan gengnya? Kok, mereka tertawa bahagia? Wah, ada yang nggak beres ini. Pasti mereka sudah melakukan sesuatu kepada gadis kampung yang malang itu,” gumamku.

Segera kusambangi arah suara itu dan berteriak sekeras mungkin. “Alea! Kamu apain Mei - Mei ... Sya ….” Ucapanku terhenti saat mata ini melihat Meisya ada di antara mereka.

Sungguh bola manikku membeliak melihat pemandangan yang tak biasa. Tangan Alea merangkul bahu Meisya dan mereka tertawa ceria, seakan mereka telah bersahabat lama.

“Kenapa, Darren? Kok wajahmu tegang begitu?” tanya Alea yang melihatku menelan saliva karena terhenyak melihat keakraban mereka.

“Nggak apa. Aku hanya mencari gadis kampung yang tak tahu jalan pulang!” jawabku ketus untuk menutupi keterkejutanku.

“Kamu ini kenapa, sih? Dengan sepupu sendiri, kok, begitu. Meski dia dari kampung, tapi di aitu sepupu kamu. Masih saudara dengan keluarga kamu, jadi nggak boleh bersikap seperti itu ke Meisya,” tutur Alea yang sok bijak menasihati.

Mata ini makin mendelik mendengar ucapan Alea yang tetiba berubah 180 derajat. Ini sebuah hal yang tak mungkin, apalagi bersikap manis terhadap gadis kampung seperti Meisya. Aku tahu betul karakter Alea. Sepertinya ada tujuan terselubung yang sengaja ia rencanakan.

Feeling aku tak enak, bisa jadi Alea memanfaatkan Meisya untuk mencari tahu segala hal tentangku. Dia itu kan Miss Kepo, selalu penasaran dengan urusan orang.

Jujur, aku tak yakin dengan perubahan Alea yang tiba-tiba. Sebisa mungkin aku harus bisa mengingatkan Meisya untuk berhati-hati.

“Buruan pulang! Jangan bikin orang khawatir aja!” kusambar tangan Meisya dan menariknya dengan kasar.

“Mas Darren ini kenapa, toh? Jalannya jangan cepet-cepet, Mas. Aku kepontal-pontal, nih!”

Tak kepedulikan celoteh Meisya yang penuh keluhan atas sikapku yang masih menarik tangannya. Enak saja dia bikin aku makin capek gegara mencari dia, nggak tahunya malah dia asyik bercengkrama dengan makluk posesif itu.

“Cepet masuk!” titahku seraya mendorong tubuh Meisya untuk masuk ke dalam mobil, kemudian ikut duduk di sampingnya.

“Jalan, Pak Jo! Cepetan jangan pakai lama karena aku lagi capek setengah mati, apalagi habis muter-muter nyariin gadis kampung yang tersesat!”

“Iya, Den.” Pak Jo langsung melajukan mobil menuju rumah ternyamanku.

“Mas Darren itu bisa nggak kalau nyebut aku pakai nama. Nggak usah manggil dengan sebutan gadis kampung.” Meisya protes dengan sikapku yang semakin jutek.

“Kenapa? Nggak ikhlas aku sebut gadis kampung? Coba aku tanya, kamu asalnya dari mana?”

“Dari desa.”

“Desa itu kampung apa kota?”

“Ya, de-desa. Tapi nggak harus begitu juga kali!”

“Udah diem! Protes aja kerjaan kamu. Nggak mikir orang capek harus nyariin kamu muter-muter!”

“Tadi itu sudah mau pulang, Mas. Tapi dicegat sama Mbak Alea, katanya mau ditraktir makan di kantin. Ya aku mau lah … namanya rejeki nggak boleh ditolak, ‘kan?”

“Dasar norak! Baru juga diiming-iming traktiran nggak seberapa udah nurut aja!”

“Hish, Mas Darren ini nggak tahu. Tadi Mbak Alea traktir aku bakso dua mangkok, lho. Terus aku nambah jus binatang berapi juga dikasih.”

“Jus binatang berapi? Apaan, tuh?”

“Yaelah … gitu aja nggak tahu,” ledek Meisya dengan senyum mencibir.

“Hampir tiga tahun aku sekolah di situ, nggak ada kantin jual jus binatang berapi.”

“Sebentar aku carikan di g****e.” Jari lentik itu tampak menggeser layar ponsel dan mengetikkan huruf di pencariaan.

“Nih, lihat baik-baik. Biar tahu jus apa itu.”

Sekali lagi mata ini dibuat mendelik oleh gadis aneh di sampingku ini. Gambar yang ia tunjukkan kepadaku tak lain dan tak bukan adalah jus buah naga. Gila saja dia memberi sebutan tak masuk akal.

Itu buah naga, bukan binatang berapi!” Emosiku memuncak ke ubun-ubun gegara menghadapi gadis aneh macam dia.

“Sekarang aku tanya, hewan yang bisa mengeluarkan api, hewan apa namanya?”

“Naga lah … gitu aja pakai tanya.”

“Jadi, bener donk apa yang aku bilang tadi,” selorohnya sembari tersenyum menggoda dan mengerjapkan mata dengan lucu.

‘Tahu, ah! Percuma bicara sama orang kampung!”

Segera kubuang pandangan keluar jendela, namun sempat kulihat dari kaca kecil Pak Jo tampak menahan tawa sehingga kuurungkan niatku menatap langit.

“Kenapa, Pak Jo?”

“Nggak apa-apa, Den.” Pak Jo sedikit salah tingkah karena ketahuan sedang menertawakan aku, tapi kurasa bukan aku yang ia tertawakan. Kemungkinan ia tengah menertakan si aneh yang duduk di sampingku.

Suasana kembali hening. Hanya ada suara deru mesin yang membelah jalanan di sore hari. Jujur, aktivitas pembelajaran yang berlagsung dari pagi hingga menjelang sore cukup membuatku penat.

Memandang cahaya emas mentari senja dan semilirnya angin yang menerpa wajah akan membuatku tenang. Aku ingin segera ke roof top untuk menikmati semua itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Kemenangan

    Aku mendekat untuk melihat. Di peta itu, ada ruangan kecil yang belum pernah kami temukan sebelumnya. Di sampingnya tertulis dengan tinta merah yang memudar, “Di sini disimpan jantung dan hati korban ritual.”Hatiku berdegup kencang. “Jadi, ini tempat di mana Marsya dan korban lainnya dijadikan tumbal,” gumamku, suaraku serak. Pikiran tentang Marsya, yang telah lama meninggal namun tubuhnya masih dimanfaatkan dalam ritual keji, membuat seluruh tubuhku menegang. Kami sudah berhasil mengalahkan penjaga bayangan, tetapi perjalanan ini jelas belum berakhir. Sesuatu yang lebih gelap dan jahat masih mengintai, dan kami harus segera menemukannya sebelum terlambat.Meisya memandangku dengan mata yang berkaca-kaca. "Darren, kita harus segera mengakhiri ini. Kita tidak bisa membiarkan warisan kegelapan ini terus berlanjut."Aku mengangguk, merasa semangat baru berkobar dalam diriku. "Kita harus menghentikan mereka. Apa pun yang terjadi."Pak Djata mendekat, memperhatikan peta itu dengan tajam.

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Peta Titik Terang

    Aku, Meisya, dan Pak Djata berdiri di tengah ruangan yang nyaris tenggelam dalam kegelapan. Lilin-lilin kecil di sekeliling kami sudah hampir habis, hanya menyisakan nyala lemah yang tak mampu mengusir seluruh kegelapan. Di hadapan kami, bayangan samar bergerak mendekat, mendesis seperti ular yang mengintai mangsanya. Ruangan ini tiba-tiba terasa semakin sempit, udara menebal, dan jantungku berdetak kencang.“Siapa kau sebenarnya?” tanyaku lagi, meskipun suaraku hampir tenggelam oleh ketegangan yang menggulung di udara.Bayangan itu berhenti beberapa langkah dari kami, perlahan-lahan berubah menjadi lebih jelas, lebih nyata. Wujudnya tertutup jubah hitam panjang, matanya merah menyala seperti bara api yang mengintip dari balik tudung yang menutupi wajahnya.“Aku adalah penjaga terakhir rahasia Dr. Wirawan,” suaranya dingin, mengalir seperti angin malam yang membawa ancaman. “Kalian tak seharusnya berada di sini.”Pak Djata, meskipun sudah berusia lanjut, berdiri tegak di depan kami, t

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Penjaga Wasiat

    Pintu ruangan terbuka dengan sendirinya, seolah-olah kekuatan yang menghalanginya telah lenyap. Kami melangkah keluar, disambut oleh pria yang tadi mengabari kami. Raut wajahnya memperlihatkan ketidaktenangan, ternyata ia menunggu dengan cemas di luar."Apa yang terjadi di dalam?" tanyanya dengan nada khawatir.Aku tersenyum lelah. "Kami berhasil mengusir bayangan Dr. Wirawan," jawabku dengan semangat yang terpancar dari suaraku.Mendengar perkataanku, lelaki itu menghela napas lega. Kulit wajahnya yang tadi tegang mulai melonggar, dan matanya yang sebelumnya suram kini berbinar dengan cahaya harapan yang sudah lama hilang. Rasanya seperti aku bisa melihat beban bertahun-tahun yang perlahan terangkat dari pundaknya."Syukurlah ... akhirnya masa kelam rumah sakit ini akan berakhir," ujarnya, suaranya bergetar. "Sudah lebih dari dua puluh tahun kami hidup dalam ketakutan."Namun, di tengah kelegaan yang kami rasakan, ada perasaan ganjil yang tak bisa kuabaikan. Meski bayangan gelap itu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Bayangan Terakhir

    "Kalian pikir ini sudah berakhir?" katanya dengan suara dingin yang membuat darahku membeku.Aku dan Meisya saling pandang dengan cemas. Pria itu adalah Dr. Wirawan, atau setidaknya bayangannya yang masih tersisa di tempat ini. "Kalian berhasil mengusir bayangan gelap, tapi tidak mengusirku," lanjut Dr. Wirawan, suaranya penuh kebencian. "Aku adalah bagian dari rumah sakit ini. Selama rahasiaku belum terungkap sepenuhnya, aku akan terus ada."Aku menatap Dr. Wirawan dengan tegang. "Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanyaku, mencoba mencari cara untuk mengatasi situasi ini.Dr. Wirawan tersenyum dingin, senyum yang penuh dengan kepuasan jahat. "Aku ingin melanjutkan apa yang telah kumulai. Kalian tidak bisa menghentikan aku."Meisya, dengan keteguhan yang luar biasa, melangkah maju. "Kita sudah datang sejauh ini. Kami tidak akan mundur."Pak Djata yang telah berdiri di belakang kami, maju ke depan. "Kalian tidak sendirian," katanya dengan suara tegas. "Kami akan melawan ini bersama."

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Mantra Nyai Kambang

    Nyai Kambang mengangguk pelan. "Aku tahu apa yang kalian hadapi. Dr. Wirawan adalah musuh lama. Dia menggunakan ritual-ritual kuno untuk menguasai kekuatan gelap. Tapi ada cara untuk menyibak misterinya." Dia kemudian berjalan ke sudut ruangan, tempat sebuah rak kayu tua berdiri. Rak itu penuh dengan benda-benda yang tampak antik: botol-botol kaca berisi ramuan, patung-patung kecil dari kayu, dan beberapa gulungan kain yang tampak sudah berusia puluhan tahun. Nyai Kambang menarik napas dalam-dalam sebelum meraih sebuah buku tua yang tergeletak di rak paling atas. Buku itu tampak sangat tua, dengan sampul kulit yang sudah mengelupas dan tepi-tepi halaman yang menguning. Ada simbol-simbol aneh yang terukir di sampulnya, dan begitu Nyai Kambang menyentuhnya, ruangan seakan dipenuhi energi mistis. Cahaya lilin di ruangan itu bergetar, dan aroma dupa semakin menyengat. "Ini," kata Nyai Kambang dengan suara yang lebih lembut, "ini adalah buku yang berisi mantra-mantra dan petunjuk untu

  • Misteri Gadis Lintas Waktu   Lukisan Mengerikan

    Dengan tekad yang semakin kuat setelah mengalahkan bayangan gelap itu, aku dan Meisya melanjutkan pencarian. Aku tahu bahwa pertempuran yang baru saja kami menangkan hanyalah permulaan dari misteri yang lebih dalam, selebihnya adalah sesuatu yang mungkin saja jauh lebih mengerikan.*Keesokan paginya, kabut tipis masih menyelimuti desa di sekitar rumah sakit saat aku dan Meisya melangkah dengan hati-hati di jalan berbatu. Matahari baru saja terbit, memancarkan cahaya oranye keemasan yang menerobos pepohonan rindang. Suara burung berkicau terdengar sayup-sayup, seolah-olah menyambut hari baru dengan harapan yang rapuh.Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menitan, langkah kami berhenti di depan sebuah rumah tua yang terletak di ujung desa. Rumah dengan atap yang mulai lapuk dan dinding-dindingnya yang dipenuhi lumut. Sejenak aku menoleh ke arah Meisya. Wajah gadis itu menyiratkan ketegangan yang mulai menghinggapi pikiran. Segera kugenggam tangannya, mencoba menguatkan keberanian ga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status