Share

Buku Harian Bulan

Pemakaman Napta berlangsung khidmat, pusara besar yang didesain khusus dengan lukisan Napta yang berjudul Kematian terlukis di sana. Napta sudah menuliskan semua yang harus dilakukan oleh Glagah bila dia tiada, salah satunya adalah pusara itu. Di pemakaman mewah yang berada di bukit inilah jasad Napta dibaringkan. Hanya segelintir orang yang datang, karena Glagah membatasi tamu yang datang. Gita melangkah tegap dan meletakkan mawar hitam kesukaan Napta di sana, berkumpul dengan beberapa tangkai lainnya.

“Aku tak menyangka kamu pergi secepat ini. Lukisanmu akan segera menjelma menjadi mural terbagus di kota ini. Aku akan selalu mengenang karya-karyamu,” Gita mengatakan kalimat perpisahannya. Mengangguk pada Diara dan Glagah lalu pergi.

Prosesi yang sedikit memakan waktu tak membuat Diara dan Glagah bisa bersantai setelahnya. Mereka segera mengurus kepindahan Diara. Barang-barang Diara tak banyak, jadi sekali angkut sudah bisa membawa semuanya. Untuk sementara Diara menyewakan flatnya, karena dia tidak ingin menjualnya.

Glagah sudah mengalihkan semua aset Napta atas nama Diara, sesuai dengan wasiat Napta.

Garis polisi di gedung sudah dicabut, karena hasil pemeriksaan memastikan Napta bunuh diri, tidak ada unsur kriminal. Tanda-tanda bunuh diri juga terlihat jelas. Media cetak maupun elektronik sudab banyak menyebarkan berita atas kematian Napta. Banyak spekulasi bermunculan. Glagah dan Diara menutup galeri Napta untuk umum. Diara sudah bertekad akan memasarkan lukisan Napta melalui platform jual beli barang berharga, memakai akun yayasan yang Napta dirikan. Diara melakukan itu untuk menghindari spekulasi yang mungkin akan keluar. Pasti orang akan bertanya bagaimana bisa Diara mewarisi semua aset Napta, dan spekulasi itu akan berkembang liar dengan adanya kenyataan bahwa Napta bunuh diri. Jadi Glagah memastikan seminim mungkin berita negatif yang muncul. Bahkan, mereka kini setuju untuk memakai pintu belakang sebagai akses keluar masuk gedung.

Diara merapikan kamar di lantai dua untuknya, kamar yang bahkan lebih luas dari flatnya. Barang-barang Diara bisa masuk semua. Bahkan kini Diara mempunyai dapur yang lebih luas. Diara menertawakan nasibnya yang berubah seketika. Bahkan tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Napta yang selama ini dingin, kaku, mewariskan semua untuknya. Diara bahkan belum mempercayai semuanya. Saat merapikan nakas di dekat tempat tidur Diara menemukan sebuah buku harian, sudah sangat lama sepertinya. Debu sudah menempel di sana. Ukiran huruf Jawa bertakhta pada sampul kulitnya, Diara tak bisa membacanya, ya, walau Diara bersuku Jawa, bahkan namanya tersemat kata yang menunjukkan itu, Diara sama sekali buta terhadap huruf dari nenek moyangnya itu. Entah sudah berapa lama kebudayaan Jawa menghilang dari ingatan-ingatan anak muda jaman sekarang. Diara bahkan lupa kapan terakhir melihat tulisan Jawa seperti itu. Dengan penasaran Diara membuka buku harian itu.

Pertama melihatnya melukis, aku langsung menyukainya. Gerakan tangan yang luwes, ekspresi datar yang terasa dingin, membuatku bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkannya. Sebagai pelukis, dia cukup tampan, walaupun pemula, lukisan yang dibuatnya penuh dengan makna. 010218.

Diara melanjutkan lagi membuka halaman itu.

Ah, akhirnya aku bisa mengenalnya, Napta Dwi Ludira. Namanya unik, Ludira adalah darah dalam bahasa Jawa, berarti dia anak kedua. Laki-laki ini ternyata sangat menarik. Menghabiskan sore di bukit sambil menyesap teh kesukaannya, aku semakin jatuh cinta. Banyak hal yang bisa kupelajari darinya. Aku ingin mengenalnya lebih dalam lagi. 210218.

Diara mulai berpikir kalau buku harian ini milik Bulan.

Ternyata, dia pun menyukaiku. Sungguh, aku tak bisa mempercayai ini. Bahkan dengan lugasnya aku bisa mengatakan apa pun padanya. Tanpa takut disakiti atau menyakiti. Dia menatapku dengan matanya yang sendu. Garis wajah tegasnya bahkan membuatku semakin tersipu. Kali ini, kami menghabiskan senja yang berwarna saga di pantai. Dan aku sudah menetapkan hatiku untuknya. 050318.

Diara semakin penasaran.

Dia mengatakan akan membawaku pergi dari semua kepalsuan itu. Aku menitikkan air mataku di hadapannya. Menumpahkan segala penatku di pelukannya. Aku merasakan kehangatan yang tak pernah kurasakan, bahkan dari Papaku sendiri. Semua yang ada di rumah itu hanyalah palsu. Darah bukan ikatan kental yang membuat kami berusaha untuk saling mengerti. Aku merindukanmu Ma, semua tinggal keserakahan seiring kepergianmu setahun yang lalu. 230318.

Diara menghela nafasnya berat, seperti inikah kehidupan orang kaya?

Kami pergi diam-diam dengan penyamaran. Aku tak ingin Mbak Gita mengetahui kepergianku kali ini. Aku tak ingin menyeret kekasihku dalam pusaran angin topan yang menghancurkan. Mbak Gita mulai melancarkan semua taktiknya untuk mendesakku. Papa bahkan tak bisa mencegahnya. Mas Bintang bahkan sudah terbuang. Aku merindukanmu Mas, Mbak Gita semakin meraja lela setelah mengirimmu pergi ke luar negeri. Aku bisa apa Mas? Bahkan kekasihku pun sudah mulai diusiknya. 060418.

Benarkah Gita Sriwedari sekejam itu? Diara mencoba mencerna semuanya. Diara menuju halaman terakhir dari buku harian itu. Dia tak sabar mengetahui akhirnya.

Hari ini, mungkin akan menjadi hari terakhirku untuk melihatnya. Kekasihku. Maaf aku harus meninggalkanmu seperti ini. Kita, hanya akan bisa bersama bila kita mengakhiri salah satu hidup kita. Dan itu harus aku. Karena dengan seperti itu, Mbak Gita tak akan lagi mencarimu. Nanti, pukul dua belas tepat saat purnama sedang sempurna, bawa jasadku, dan tenggelamkan aku bersama mimpi kita. Aku ingin kamu terus hidup dengan kenangan bersamaku. Mbak Gita akan membawakan racun itu dengan suka rela. Tempat yang kupilih untuk mati adalah lautan di mana kita pernah merasakan angin tanpa hambatan. Kekasihku, jangan hidup dalam penyesalan. Pada saatnya nanti, kita akan bertemu setelah kau mengembalikan jiwaku di tempat Papa akan terus melihatnya, tapi tak pernah mengetahui bahwa akulah yang di sana. Mbak Gita akan meninggalkanku setelah memastikan aku menegak racun itu, percayalah, jangan memunculkan dirimu di hadapannya. Nanti, ketidaktahuannya terhadapmu, yang akan membawamu mengembalikanku padanya. Aku mencintaimu. 101220.

Diara menutup mulutnya tak percaya. Jadi Gita meracuni adiknya sendiri? Dan Bulan bahkan rela meminum racun itu? Apa yang dipikirkan oleh orang-orang ini.

Glagah mengetuk pintu memastikan Diara tak apa-apa karena sedari tadi Diara tak keluar dari kamar.

“Kamu tidak akan percaya ini,” rintih Diara seraya menunjukkan halaman terakhir buku itu terhadap Glagah.

Glagah menegang. Reaksi yang sama yang dialami Diara.

Mereka bukan manusia. Pantas Napta depresi setelah kepergian Bulan,” kata Glagah pelan.

“Kita harus menyelidiki ini lebih lanjut, mengumpulkan bukti bahwa Gita memang membunuh Bulan. Dan aku pastikan penyelidikan kita tak akan mudah. Yang kita hadapi bukan orang sembarangan,” kata Glagah membuat Diara mengerang pelan.

Benarkah Gita yang melakukannya? Bagaimana bisa seseorang membunuh saudara kandungnya sendiri hanya demi kekuasaan? Dan bagaimana nasib Bintang? Anak pertama Hardjo Sriwedari itu bahkan belum kembali dari luar negeri. Semakin banyak yang mereka ketahui, bahkan semakin menambah daftar panjang pertanyaan yang harus dijawab. Ini bukan hanya masalah kematian Napta, karena sepertinya, kematian Napta membuka jalan untuk menemukan kasus yang sudah lama menjadi perbincangan dan hanya menimbulkan asumsi. Glagah dan Diara menyadari apa yang akan mereka hadapi selanjutnya. Mereka harus siap dengan kejutan selanjutnya. Menghadapi apa yang akan terjadi. Mereka harus berhati-hati.

[Aku Gita Sriwedari, aku ingin membicarakan tentang lukisan Napta yang lain. Aku tertarik untuk membelinya, hubungi aku di nomor ini. Nomor ini bebas dari penyadapan. Aku hanya ingin lebih berhati-hati.] Pesan di layar ponsel Diara membuatnya terenyak.

Diara memandang Glagah meminta pertimbangan.

“Ayo kita lakukan. Ini kesempatan kita,” kata Glagah.

[Baik Nona, bagaimana kalau kita bertemu di restoran Heritage di tengah kota? Saya akan datang bersama pengacara Napta.] Diara menekan tombol kirim di layar ponselnya.

Mereka berdua menunggu jawaban dari Gita dengan waswas.

[Aku sudah memesan tempat untuk kita malam ini.] Balas Gita membuat Diara dan Glagah bernafas lega.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status