“Baiklah, kami ikut kalian. Tapi tuan Ray, kami akan menuntutmu karena melakukan penyerangan terhadap petugas.” Sorot mata petugas itu mengarah pada temannya yang masih terkapar di tanah. “Lakukan saja, aku punya dasar-dasar pembelaan, Dan, jika kalian lupa, aku adalah pengacara maka aku tak akan mundur dengan mudah.” “Cih....” Petugas bernama Albert itu menatap sinis pada Ray. “So, kau mau melanjutkan perdebatan kita atau ikut kami mencari David Brown?” Ganti aku yang memecah situasi, tanganku menyerahkan pistol petugas itu dengan takut-takut yang langsung diletakkan kembali pada tempatnya semula. “WUUU... Mana pertarungannya! Kenapa cepat sekali selesai! Ayo lanjutkan perkelahian kalian!!” Sorak pengunjung pub yang masih menonton kami. Sialan, bukannya melerai malah memanas-manasi, aku menarik lengan Ray menjauh. “Kami akan mengikuti kalian, kali ini dengan jarak dekat. Jangan mencoba kabur dan mengecoh kami.” “Tentu saja, mengekorlah.” Sebelum itu, Ray membantu Albert mengan
“David! David!” Panik, aku menggedor pintu kaca itu yang menimbulkan getaran keras. Ray melarangku, khawatir pintu itu pecah dan dituntut karena perusakan properti.Lalu ia dan Albert berusaha membuka pintu yang ternyata tak terkunci itu, terasa sedikit berat saat digeser. Rumah itu sepi, tak terdengar ada suara apapun dari dalam. Dari lantai yang tampak berdebu dan sarang laba-laba banyak, sepertinya cottage ini sudah ditinggal lama oleh pemiliknya.Albert meneliti tempat sampah yang penuh dengan bungkus makanan instan, meneliti labelnya yang bertanggal tak terlalu lama. Ia lalu mengirim kode pada temannya dan mereka bersama-sama mengeluarkan senjata. Mataku membulat melihat aksi mereka, jantung berdegup kencang menunggu apa yang akan terjadi. Ketiga pria itu lalu meneliti setiap bagian rumah satu persatu namun tak nampak tanda-tanda kehidupan.Pelan aku berjalan ke arah kamar mandi yang terletak paling dekat denganku, saat itulah aku mencium samar bau yang familiar di udara, aftersh
“Meha, kau berurusan dengan orang yang salah jika mencari tahu tentang Nina. Sebaiknya kau tak usah ikut campur jika masih ingin selamat. Menjauhlah Meha, tolonglah.” David memohon sembari menggenggam tanganku yang langsung kutarik jengah. Kebencianku pada David menjadi berkali-kali lipat, rasa iba yang tadi muncul karena melihat kondisinya yang berantakan kini sudah hilang. Jadi selama ini dia menghilang karena, dia sibuk menghindar?! Bukannya menuntut balas atas kematian sang kekasih?! Sibuk menyelamatkan b*kongnya sendiri! “Kau menjijikkan David. Mendengarmu mengatakan ini semakin membuatku menyesali kematian Nina yang sia-sia.” Raut wajah David terkejut dan matanya berkaca-kaca, tangannya dengan segera meraup muka untuk menyembunyikan rasa sedihnya, tampak punggungnya yang bergetar karena tangis tertahan. Aku sudah tak peduli, apa yang kukatakan itulah kenyataannya, dia tak layak mendapat simpati. Di sini dia berlindung sementara kekasihnya – sahabatku, mati dalam kondisi menge
“David, diam.” Perintahku pada David yang masih sibuk mondar mandir menggumamkan kata-kata penyesalan yang berulang-ulang.“David, DIAM!” Kini aku mengatakannya dengan lebih keras yang membuatnya terpaku di tempat.“Ada apa, Meha? Kau membuatku terkejut.”“Apakah tadi ada orang yang datang sebelum kami?”David mengedikkan bahunya tanda tak tahu, “Aku tadi tidur dan terbangun karena teriakanmu.”Aku menuju kamar mandi sekali lagi untuk memastikan, wangi itu masih lekat di sana jadi tadi bukanlah imajinasiku saja. Selanjutnya aku membuka lemari obat di atas wastafel meneliti isi di dalamnya satu persatu. David tak memakai produk perawatan badan dengan bau vetiver itu, yang artinya hanya satu. Ini adalah wangi dari orang yang tak ingin diketahui identitasnya.“Ayolah David, katakan siapa yang meneror kalian?!”“Kau kenapa sih?! Aku kan sudah bilang kalau tidak akan memberitahumu.”“RAY!! CARI DENGAN SEKSAMA, ADA ORANG YANG DATANG SEBELUM KITA!!” Aku berteriak pada Ray berharap kedua petu
“Jadi, diantara kalian berdua siapa yang mau memberi tahuku pembunuh Nina?!” Aku berdiri dengan berkacak pinggang memperhatikan keduanya dengan tatapan tajam berganti-ganti.“....”Tak ada yang langsung menjawab pertanyaanku, “Astagaaa...” Aku memijat pangkal hidung frustasi. Memperhatikan mereka berdua yang sibuk melempar pandang melemparkan tanggungjawab. Aku tak mengerti mengapa begitu susahnya mereka menyerahkan nama si pembunuh itu. Memutus komunikasi mereka, aku berdiri menghalangi dan kini menatap Cam tajam, sepertinya dia lebih gampang dikorek informasi.“Jadi, Cam?! Ini bukan permainan, sudah ada banyak nyawa yang melayang. Aku tahu di usiamu yang masih muda...”“... Pfft!” Ray menahan tawa yang membuatku mengernyit menanyakan alasannya menertawakan ucapanku, benarkan Cam masih muda? Dia tampak seperti baru memulai masa puber.“Oh, sorry Meha. Hanya saja, bocah ini walau tampak seperti remaja, namun sebenarnya dia sudah semester pertama di Elephas.”“Oh... Well, intinya situa
“Hah? Tapi aku tak pernah merasa menerima?” “Karena Nina bilang kau sedang banyak proyek.” Bahuku merosot lemas, entah harus bersyukur atau bersedih. “Apakah karena ketidak hadiranku justru yang menjadi pemicu kalian diburu?” “Ya, itulah mengapa Nina tak ingin kau tahu. Meha, dia tak ingin kau merasa bersalah dan ikut-ikutan diteror psikopat gila ini. Lagipula, psikopat ini, kuturuti atau tidak sepertinya akan tetap menjadikan kita hewan buruan, ia senang sekali melihat kepanikan kita.” “Bagaimana kau tahu?” “Iya menghubungiku lagi, bilang jika permainan telah dimulai sembari tertawa terbahak-bahak. Menuduhku jika kematian-kematian selanjutnya adalah karena kesalahanku, membebankan ketidakstabilan mentalnya padaku! Dasar gila! Setelah itu, dengan mata kepala sendiri kami menyaksikan Alice meledak di kamar mandi. Itulah awal teror di mulai.” “Bagaimana kau bisa meninggalkan Nina setelah itu?! Dan bagaimana ceritanya Alice bisa meledak? Apakah kau juga membeli bahan peledak?” “TID
“Saudara David, kau harus ikut kami kembali ke kota.” Albert buka suara memecah keheningan yang ditimbulkan oleh diamku. David tampak ragu, lalu ia seperti mengingat sesuatu ketika matanya memicing menatap kami satu persatu.“Bagaimana kalian tahu aku ada di sini?! Rumah ini adalah peninggalan bibiku dari jalur paman, kepemilikannya tak mungkin terlacak oleh kepolisian. Ini dihadiahkan bibi untukku saat usiaku menginjak 18 tahun. Apakah kalian memata-mataiku?! Well, sekarang menyingkir dari rumah ini! Aku tak ingin mengikuti kalian kembali ke kota lagi, bisa-bisa nyawaku melayang.”David sekali lagi membangun tembok tinggi pertahanan diri, aku berdecak kesal karena Albert yang tak sabaran.“Lalu bagaimana Cam bisa menemukanmu?!” Aku mencoba menggali informasi lebih banyak lagi. “Kalau aku, karena Nina pernah bercerita tentang cottage ini padaku setelah kalian menghabiskan liburan bersama. Apakah cottage yang kau anggap rahasia ini sama “rahasianya” dengan akses masuk ke apartemenmu?”
Rasa sakit di seluruh tubuh akibat benturan tak menghalangiku untuk mendorong pintu sekuat tenaga menggunakan kaki, akibat ledakan besar barusan membuat kondisi mobil Ray rusak, aku ingin segera mengetahui kondisi David. Namun harapanku langsung pupus saat melihat kondisi mobil mereka tinggal kerangka saja, api telah melahap habis material yang gampang terbakar, asap hitam tebal membumbung tinggi di udara.Ray dan Cam yang keluar di sisi berlawanan sama-sama menganga tak percaya. Lebih-lebih Cam yang kini nyata-nyata menunjukkan rasa takutnya. Matanya nyalang ke sana kemari, saat ia hendak melangkahkan kaki, tubuhnya ditahan oleh Ray.“Kau mau kemana?!”“Aku harus bersembunyi! Psikopat itu bahkan bisa mengikuti sampai ke sini. Aku tak mau mati!! Lepaskan aku!!” Cam mendorong tubuh Ray yang mendekapnya erat, tangan Cam menolak pelukan Ray pada tubuhnya, ia seperti kehilangan akal sehat.“Diam!! Kau pikir bisa kemana?! Kini sudah ada aku yang bisa melindungimu Cam!! Tenanglah, kita cari