Velvet Bloodline

Velvet Bloodline

last updateLast Updated : 2025-12-29
By:  CloudberryUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
25Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Mata pria asing bernama Thom itu membulat membeliak kaget saat melihat seorang gadis muda yang ia perkirakan berusia 18 tahun, setinggi 160 cm naik ke atas arena tanding. Melangkahkan kakinya ke lingkaran merah mantap. Ayunan kakinya anggun dan tegas. Menapak di atas arena pertandingan. Tak sedikit pun mimik cemas atau takut muncul di wajahnya. Yang ada hanya ketenangan berhias raut wajah datar dan sunyi. Rambut panjang lurus hitam pekat yang diikat kucir kuda menambah kesan tegas dan dinginnya. Baru pertama kalinya Thom melihat perempuan seberani itu. Naik keatas arena pertandingan menantang sang juara bertahan makau yang tak terkalahkan. Di club petarung Jakarta pun Thom dan Theo belum pernah melihat seorang gadis muda menantang petarung pria. Ini adalah kali pertama keduanya menonton pertandingan seorang gadis muda dengan petarung hebat seperti Lee. "Huuuuuuuuuuuuuuu............." Seruan para pengunjung menggema di langit-langit ruangan. Menyoraki pertandingan yang berlangsung tidak lebih dari tiga puluh detik. Sungguh pertarungan paling mengejutkan sepanjang masa. Belum sempat Thom dan Theo duduk di sofa yang disediakan oleh ketua inspketur. Gadis muda itu telah kembali turun dari atas arena. Mengayunkan kakinya santai menembus kerumunan pengunjung. Meninggalkan Lee sih monster terkapar di dalam lingkaran merah tanpa menoleh sedikit pun. Pandangannya lurus ke depan menembus kerumunan pengunjung yang terpesona oleh ketangkasan dan kebengisannya dalam bertarung. ****** Kesia Dubicki penerjamah lisan (interperter) asal indonesia. Dengan kemampuan 50 bahasa berhasil menduduki peringkat pertama interpreter paling dicari sepanjang sejarah.Di usianya yang terbilang masih cukup muda untuk semua pencapaiannya, yaitu 28 tahun. Bukan cuma karena kecantikkan dan ketangkasannya dalam menerjamahkan dua atau tiga bahasa sekaligus. Melainkan karena kemampuan bertarung Kesia yang diatas rata-rata kebanyakan petarung muda lainnya. Tiga bulan yang lalu Kesia diculik oleh komplotan mafia paling berbahaya italia. Ia berhasil selamat setelah ayah angkatnya pemimpin negeri beruang merah menyelamatkannya. Dan malam ini secara khusus sang ayah mengirimnya ke club petarung makau!

View More

Chapter 1

Part 01 : Prolog

Ruangan besar yang disulap menjadi arena pertarungan terlihat ramai. Seruan tertahan, suara mengaduh, suara tepisan, bunyi berdebuk, terbanting, terpental, suara merintih, teriakan menyemangati, hingga teriakan bersahut-sahutan memenuhi langit-langit ruangan.

Satu-dua berseru dalam bahasa yang tidak dipahami bahkan oleg orang yang berdiri di sebelahnya. Wajah-wajah dan perawakan antarbangsa, wajah-wajah manusia bercampur tegang.

Udara terasa pengap meski pendingin ruangan bekerja maksimal. Sebab kapasitas ruangan tersebut sudah melebihi standarnya.

Orang-orang tampak antusias berkerumun menonton pertarungan sengit malam ini. Menanti kehadiran seorang penantang spesial di club tarung malam ini.

Dua petarung sedang jual-beli pukulan di tengah ruangan tinju. Arena pertandingan tanpa ring pemisah apalagi kerangkeng tertutup. Hanya lingkaran merah di atas lantai, berdiameter dua depa.

Percik keringat petarung, dengus napas, suara bogem mentah menghantam badan, semuanya terdengar langsung, tanpa jarak. Penonton di sekitar lingkaran, berdesak-desakan. Tangan mereka terangkat menyemangati.

Sebuah jenis pertunjukan yang mengesankan setiap mata pengunjung.

Satu tinju lagi menghantam cepat rahang salah seorang petarung. Membuat penonton berseru tertahan, sebagian besar berseru girang, "Yes!". Sebagian mengeluh, "Oh,no!" Disusul tinju lainnya mengenai dagu, kali ini lebih telak.

Sepersekian detik berlalu, penantang yang beberapa menit lalu masih terlihat segar bugar segera tumbang ke lantai. Knockout alias KO.

Pengunjung serentak berteriak kegirangan, melontarkan kebisingan.

Napas petarung satunya, yang masih berdiri kokoh di tengah arena, bahkan tidak terlihat tersengal sedikitpun. Hanya kausnya yang tampak sedikit basah oleh keringat.

"Fantastico!"

"Bravo!"

Thom menelan ludah, melirik jam besar di tiang ruangan. Hanya dua menit lima belas detik lawan pertamanya dibuat tersungkur.

"Kau tidak akan berubah pikiran, bukan?!" Sebuah tangan menyingkut lengan Thom, berkata kencang, berusaha mengalahkan bising.

Yang dipanggil Thom menoleh, menatap wajah menyebalkan disebelahnya.

"Maksudku, jika kau mau, aku masih bisa membatalkan pertarungan. Aku bisa pergi ke mereka, mengarang-ngarang alasan. Kau sakit perut misalnya. Atau asmamu kambuh, mag kronis." Theo mengangkat bahu, menunjuk salah satu sudut kerumunan, tempat beberapa anggota klub petarung yang bertindak sebagai inspektur pertandingan malam ini. "Atau kita bisa mengarang cerita, tiba-tiba bisulmu pecah hahaha...." celetuknya di akhir.

"Aku tidak akan membatalkan pertarungan" Thom menyergah Theo, memotong kalimatnya, "simpan omong kosongmu!" Tegas Thom di akhir kalimatnya.

Theo tertawa ringan, menyeka peluh di pelipis.

Salah satu inspektur pertandingan meraih pengeras suara. Dia mengenakan pakaian kerja seperti kebanyakan pengunjung lain, hanya kemejanya terlihat berantakan, keluar dari celana, lengan dilipat, dan dasi entah tersumpal di mana. Dengan bahasa inggris bercampur Portugis yang sama fasihnya, dia berseru tentang pertarungan yang baru saja selesai.

"Luar biasa. Pertarungan yang luar biasa, ladies and gentlemen. Well, simpan teriakkan kalian. Pertarungan kedua akan segera dimulai. Kami sudah menyiapkan sang penantang lokal yang telah menunggu giliran bertaruk sejak setahun yang lalu." Inspektur berseru meneriakkan penantang berikutnya, wajahnya antusias menanti pertandingan berikutnya. Begitu pula dengan keramaian penonton di arena. Berseru berteriak penuh semangat seolah pertandingan ini adalah hiburan yang mengasyikkan.

"Jangan lupa, seperti yang kami sebutkan pada pertemuan malam ini, kami telah menyiapkan kejutan besar di pertarungan terakhir, ladies and gentlemen. Ini sungguh kejutan hebat. Kalian pasti suka." Janji inspektur penuh semangat. Disambut dengan sorak-sorakkan pengunjung yang semakin menggema, mengudara dilangit-langit ruangan.

Petarung yang masih bertahan di tengah lingkaran merah menolak duduk di kursi yang disediakan. Dia memilih berdiri, melemaskan bahunya.

Sorot matanya tajam membekukan udara, mimik wajahnya datar tanpa ekspresi. Postur nya tegap, dan gerak-gerik tubuhnya stabil. Menunjukkan bahwa ia tidak sedikitpun terpengaruh oleh situasi sekitar.

Sedangkan, penantang keduanya bersiap di tepi lingkaran. Dia memasang sarung tinju tipis dan pelindung kepala. Beberapa orang berseru menyemangati, menepuk-nepuk bahu. Detik-detik pertarungan semakin dekat. Suasana semakin panas.

"Lee! Lee!"

Nama sang juara bertahan diteriakkan beramai-ramai.

"Ladies and gentlemen, inilah pertarungan kedua malam ini. Sang juara bertahan, Lee si monster, menghadapi penantang kedua, Chow."

Glekkk.......

Thom menelan salivanya kasar. Enam tahun mengikuti klub petarung di Jakarta, belum pernah ia menyaksikan seorang petarung begitu terkendali di depan matanya.

Bukan postur badannya yang gagah meyakinkan atau gerakan tangan dan kakinya yang gesit mematikan di pertarungan sebelumnya. Sikap dan kehormatanlah yang membedakan seorang petarung sejati dengan petarung lainnya.

Tidak ada yang tahu seberapa terhormat juara bertahan yang berdiri gagah di dalam lingkaran merah tersebut. Aku baru mengenalnya malam ini. Namun, menilik wajah dan tububnya, Lee memiliki sikap yang menakjubkan.

"Lee! Lee! Monster! Monster!"

Nama sang juara bertahan semakin keras diteriakkan. Lawan kedua Lee memasuki lingkaran merah arena tanding. Kedua petarung saling menempelkan tinju. Inspektur pertandingan berseru singkat tentang peraturan, mengangkat tangannya, dan memberikan tanda.

Ketika kakinya melangkah kebelakang, pertandingan kedua malam ini telah resmi dimulai.

Petarung kedua mengambil inisiatif melayang kan pukulannya terlebih dulu. Berputar-putar di tepi lingkaran merah. Gerakan tangannya cukup cepat. Dua, tiga, empat, lima, enam pukulan terkirim.

Sang juara menghindari empat tinju sekaligus, tenang menangkis dua tinju lainnya. Lantas tanpa perlu mengambil kuda-kuda, dia bergerak maju, menyelinap di antara pukulan lawan, dan menghujamkan tinju kanannya, sepersekian detik.

Sebelum penantangnya menyadari betapa terbuka pertahanannya, tinju itu telah menghantam dagunya.

Ruangan terdiam, penonton menahan napas.

Sang penantang terduduk di lantai, kemudian jatuh ke belakang mengaduh kesakitan.

Selesai sudah. KO.

"Yes!"

"Bravo! Sensacional!" Seruan penonton bergema di langit-langit ruangan.

Thom mengusap rambutnya.

"Dia benar-benar monster." Theo untuk kesekian kalinya menyikut lengan Thom, kali ini suaranya terdengar cemas. Sepertinya tombol panik mulai aktif di kepalanya.

Thom menggeleng pelan. Dia petarung sejati. Monster tidak bertarung dengan ketenangan luar biasa dan kalkulasi matang seperti itu. Dia bahkan bisa melihat pukulan-pukulan lawannya datang, lantas memilih pukulan balasan paling masuk akal untuk menganvaskan musuhnya dalam sebuah gerakan yang amat efisien.

Tidak ada monster seperti itu, pastinya julukan monster tidak cocok dengan wajahnya yang bersih dan bersahabat. Dia lebih mirip aktor tampan china ketimbang dengan para ahli gulat dengan gelar monster. Sebutan itu hanya cocok dengan betapa dinginnya dia menghabisi lawan-lawannya.

"Astaga, hanya tiga puluh detik. Itu rekor KO tercepat, jangan-jangan." Theo menatap jeri ke dalam lingkaran merah. Tempat sang penantang terkapar beberapa detik.

Sang juara bertahan berjongkok, bersama inspektur pertandingan dan anggota klub petarung yang bertugas sebagai tim medis, membantu memeriksa apakah sang penantang baik-baik saja. Seruan-seruan semakin ramai di sekitar. Beberapa tertawa lebar karena menang bertaruh kedua kalinya malam ini.

"Kamu harus berhati-hati, Thom." Theo menepuk pundak Thom sekali.

Thom menolehkan kepalanya kekanan. "Sejak kapan kamu mencemaskanku?" Menatap Theo tak percaya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
25 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status