Share

PDKI - 6

Author: Piki Chan
last update Last Updated: 2024-10-17 08:25:49

"Ibu mau kemana lagi sih?" Kali ini aku mendekati ibu yang berjalan keluar dengan menyeret sebuah koper besar.

"Ibu bermalam lagi di rumah teman Nil. Jangan lupa nanti kirimi Robi makan siang lho." Lalu tak lama kemudian, Pak Parman yang merupakan salah seorang tetangga kamipun datang dan gegas memasukkan semua barang-barang ke dalam bagasi mobil. Tak terkecuali koper besar yang ku lihat tadi.

"Tapi buat apa bawa barang sebanyak ini kalau cuma sehari?" Aku masih penasaran. Ibu lantas membalikkan badan untuk berhadapan denganku. Lalu ibu mencubit pucuk hidungku dengan gemas.

"Tumben sih mantu ibu ini kepo banget. Nanti ibu kasih voucher ke klinik kecantikan mau gak?" Jelas saja ku kembangkan senyum padanya. Lagian siapa yang akan menolak tawaran tersebut.

Mertuaku ini memang sangat royal bahkan sebelum aku meminta padanya.

"Tapi ibu pulang besok lho ya. Jangan nunda-nunda kayak kemarin. Kasihan Robi yang khawatir." Ibu mengangguk dan kemudian segera masuk ke dalam mobil.

Pak Parman yang masih berdiri di sebelahku selepas ibu pergi pun berniat untuk pamit tapi aku langsung menghalanginya terlebih dahulu.

"Mbak Nilna mau ngajak ngapain nih?" Aku membelalakkan mata melihat pria setengah tua itu tertawa keras.

"Wah, boleh juga nih bapak-bapak." Dia semakin mengeraskan tawanya. Kemudian duduk di kursi teras. "Kok bapak tau kalau ibu mau pergi dan ngebantuin masukin barang-barang ke mobil?"

"Ya Bu Salma kan tadi pagi ke rumah bapak, minta tolong buat bantuin gitu." Lalu Pak Parman mengeluarkan selembar uang berwarna biru dan memerkannya padaku.

"Enak nih buat ngopi di warung janda pirang depan gang?"

"Mbak Nilna tau aja. Nih bapak sudah boleh pulang belum?" Akupun mengangguk.

Setelah semua urusan rumah beres. Aku mengecek keadaan Amar terlebih dahulu untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja.

"Eh Mbak Nil, ada yang ngirim pesan ke aku ngakunya sih mas-mas kemarin." Aku mengerutkan kening mendengar Amar bercerita saat baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Nanyain kabar?" Dia menggeleng pelan.

"Malah nanyain isi jok motor. Terus nanya lagi, sebelum aku pergi ngecek jok motor dulu nggak."

"Mungkin dia cuma memastikan kalau ada barang yang penting sih Mar." Aku memberi tanggapan atas ceritanya.

"Bukan kayaknya. Orang dia kayak maksa aku buat jawab lihat isi jok gak sebelumnya." Amar menunjukkan raut kesal dan heran dalam waktu bersamaan dan membuatku ikutan bertanya tentang apa maksudnya. "Kak Nil, bude kemana?" Aku menaikkan kedua bahuku secara bersamaan.

"Tau tuh, dolan terus dari kemarin."

"Tapi semalam aku lihat bude sibuk beresin kamar Kak Bobi." Lanjutnya. Aku langsung menghentikan aktifitasku yang tengah melipat selimutnya.

"Serius?" Amar mengangguk. "Emang kamu ngintip?" Dia mengangguk lagi.

"Pas bude ngangkatin barang-barangnya kan jelas lewat sini kak." Benar juga yang dikatakan oleh Amar. Memang letak kamar Amar ini dekat dengan tangga yang menjadi akses lantai satu dan lantai dua.

Televisi masih menyala, tapi aku tak bisa fokus untuk menontonnya. Cerita Amar tentang ibu, masih terngiang jelas di kepalaku.

"Bengong terus." Robi menyenggol lenganku dengan keras dan membuatku langsung menoleh padanya. Posisi kita sekarang sedang duduk di atas ranjang kamar.

"Kamu tau engga kemana ibu pergi?" Robi menggeleng dengan pelan. Dia meletakkan ponselnya di atas meja sebelah ranjang. "Tau nggak kalau ibu pergi bawa banyak tas dan satu koper besar?" Kini Robi justru mendekatkan wajahnya tepat dihadapanku. Sangat jelas keterkejutan diwajahnya.

"Memangnya ibu mau pergi berapa lama? Cuma izin sehari aja." Sebuah pertanyaan yang membuatku semakin penasaran dan menaruh curiga kepada ibu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
amel
lanjut donkk
goodnovel comment avatar
Marvi Lena
menarik dan membuat penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 21

    "Memangnya dulu ketemu di mana?" Senyumku mengembang, sepertinya saat ini akan menjadi hari nostalgia tentang kenanganku bersama Robi. "Saya sama Robi itu satu kelas waktu kuliah Pak, makanya kenapa risih dan malu kalau harus memanggil dia dengan sebutan Mas begitu sebaliknya,karena dari dulu kita biasa ejek-ejekan dan bertengkar." Aku tertawa sendiri mengingat bagaimana dulu sangat kesal jika Robi sudah mulai mengangguku saat di kelas. "Robi itu iseng banget pak. Saya sampe kesel banget sama Robi, tapi kok mau ya dinikahin?" Pak Parman justru tertawa makin keras. Aku menengok kearah jam yang melingkar ditanganku. Sudah mendekati waktu makan siang. Setelah menyelesaikan pembayaran 2 mangkok bakso Khusus untuk pak Parman dan juga 2 gelas es teh yang langsung ditengguk habis olehnya Kemudian aku pun berpamitan untuk mengantar makan siang ke ruko. Baru saja akan membuka gerbang, seorang pria yang turun dari mobil berwana merah menyala menghampir

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 20

    Aku melirik dulu kearah pak Parman yang masih sibuk memindahkan barang-barang yang ku keluarkan tadi ke dalam api. Lalu dengan gerakan cepat mengambil flashdisk tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong. "Mbak, kenapa barang-barang bagus kok dibakar?" Aku masih terdiam karena bingung untuk menjawabnya. "Ini barang riject-an pak." Lalu pak Parman menoleh padaku, dan akupun hanya meringis kearahnya. "Pokoknya gitu deh. Pak Parman gak usah mikirin ini. Yang penting nanti saya traktir bakso di perempatan sana." Nampak senyumnya mengembang. Cukup lama berjibaku dengan panasnya api yang berkobar. Bahkan aku menyaksikan dengan mata sendiri bagaimana semua barang milik Bobi berproses menjadi abu. Sesuai janjiku, akupun mengajak pak Parman untuk makan bakso di sebuah warung yang hanya terdiri dari tenda dan gerobak biasa. "Mbak Nilna jadi pindah ke sini kan?" Aku mengangguk, mengamati pak Parman yang lahap memakan baksonya. "Kasia

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 19

    "Kamu karyawannya Ricard?" Dia mengangguk dengan ragu. Mulutku membulat untuk menunjukkan keterkejutanku. "Terus sekarang?" "Kebetulan hari ini aku bagian libur." "Bentar Cin, kamu udah lama kerja di sana?" Dia terlihat menatap ke atas, mungkin tengah mengingat sesuatu. "Baru beberapa bulan mbak, itupun dibantu sama mas Bobi." Dengan gerakan refleks langsung menggerbak meja membuatnya kaget. "Eh, maaf." Aku tertawa menyadari kebodohanku yang membuatnya terkejut. Tak menyangka bahwa hubungan mereka sangat istimewa, sampai Bobi bisa menjadi koneksi Cindy untuk bekerja disana. "Kamu ada kuliah gak?" Cindy mengangguk lagi. "Nanti sore." Kini giliranku yang mengangguk. Sebenarnya aku ingin langsung menanyainya banyak hal tapi rasanya terlalu gegabah kalau menginterogasi Cindy saat ini. "Mbak...." Dia memanggilku dengan ragu, lalu menoleh kesegala arah untuk memastikan bahwa tidak ada orang di sini. "Kenapa? Katakan saj

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 18

    Kali ini aku menemani Robi yang masih memaku di meja makan. Bahkan dia tidak menghabiskan makanan yang aku sediakan di piring seperti biasanya."Rob, mikirin apa lagi?" Aku mencoba bertanya dengan menyikut lengannya secara perlahan, lantas menoleh padaku. Dia hanya mengembangkan senyum sebentar lalu kembali untuk makan makanan yang telah kusiapkan dan dia diamkan saja sejak tadi. "Kalau memang tak nafsu makan, jangan dipaksa. Mungkin masakanku kali ini kurang enak." Aku mencoba bercanda, bukannya menjawab Robi justru kembali tersenyum dan seolah meyakinkan bahwa apapun yang aku masak pasti sangat enak untuk lidahnya.Dan benar saja setelah aku berkata demikian Robi pun menghabiskan tanpa sisa. Aku pun lantas membawa piring kotor Robi ke wastafel dan langsung mencucinya."Mau minum teh anget apa es jeruk?" tanyaku lagi berharap Robi mulai mencairkan suasana karena sejak tadi dia hanya diam saja. "Rob... Aku bertanya padamu, kamu pengen a

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 17

    Dengan gerakan refleks, kututup mulutku yang membuka lebar. "Jangan katakan kalau ibu menyembunyikan penyimpangan yang Bobi perbuat?" Robi lantas menarik lengan ibu untuk duduk di kursi yang terletak di kamar ini. Kepalanya terus menunduk seolah takut untuk menatap kami berdua. Robi lalu duduk di ranjang yang lebih dekat dengan tempat ibu kini. "Sejak kapan, bu?" Bukannya menjawab, ibu justru menangis tersedu-sedu. Kedua telapak tangannya digunakan untuk menutup wajahnya. "Tega sekali ibu mendukung kebiadapan Bobi!" Robi menekankan suaranya. "Ibu tak pernah mendukungnya, Rob. Tapi apa yang bisa ibu perbuat?" Robi masih terpaku untuk menatap pada ibunya. Sedangkan aku kini berpindah tempat untuk mendekat pada ibu. "Sudah berapa lama, bu?" "Ibu baru mengetahuinya setahun terakhir, Nil. Jangan berfikir bahwa ibu tak berusaha mengobatinya. Ibu sudah membawanya ke psikolog dan psikiater tapi nyatanya sejak dia praktikum justru s

  • Misteri Pembalut Di Kamar Iparku   PDKI - 16

    Mata Richard membulat seraya menatapku dengan tajam. Ya barusan itu adalah pertanyaan yang kulontarkan padanya. "Kami janji akan membantu menyembunyikan fakta ini. Tapi jelaskan dulu bagaimana bisa kalian menjalin hubungan yang menjijikkan tersebut?" Sekalipun Aku berbicara dengan nada menekan, tapi tetap saja tanganku masih menggenggam erat tangan Robi agar dia bisa meredakan amarahnya saat ini. "Ya, lalu apa lagi yang harus aku tutupi kalau nyatanya kalian sudah tau?" Aku menghembuskan nafas dengan kasar. Bahkan sikap tenangnya yang seolah tanpa beban tersebut membuatku cukup muak. Robi terlihat tersenyum di ujung bibirnya. Mungkin ini salah satu cara untuk menutupi apa yang tengah dirasakannya. "Anda yang menyeret Bobi masuk kelingkaran ini?" Ricard menggeleng, dia tersenyum semakin lebar. "Aku harus jujur. Sejak kuliah di luar negeri kebiasaan yang kalian anggap menjijikkan ini bukanlah hal yang aneh. Tapi kalian harus tau, kami

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status