Share

Part 4

Penulis: Ricny
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 15:05:40

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku

Part 4

"Bener kayaknya ini rumahnya." Aku mengedarkan pandang ke setiap sisi rumah bercat putih dengan halaman luas itu.

Rumahnya memang tak terlalu bagus tapi aku lihat ada dua mobil mewah yang terparkir di halaman rumahnya yang menandakan bahwa guru ini adalah orang yang berada.

Dan itu artinya bukan tak mungkin 'kan kalau dia yang memberikan ponsel mahal itu pada Lala?

Awalnya rumah itu tampak terlihat sepi, tapi setelah mematung sekitar tiga menit lamanya di atas motor, tiba-tiba kudengar suara gaduh dari dalam rumah tersebut.

"Ngapain kamu balik ke rumahku? Bukankah kamu udah punya perempuan lain yang bisa membahagiakanmu? Pergi! Anak-anak bisa trauma melihatmu datang!"

Kulihat seorang wanita paruh baya tengah teriak-teriak sambil mendorong guru bernama Darwin itu keluar.

Sekilas aku merasa iba ketika guru tua itu hampir tersungkur ke lantai. Tapi jika kuperhatikan lagi ucapan istrinya, Pak Darwin sepertinya sudah melakukan kesalahan yang sangat besar sampai istrinya itu berani mengusir Pak Darwin dengan sangat kasar.

Ah baik, berarti kecurigaanku ini mulai menjurus. Pak Darwin memang perlu dicurigai.

"Pergi!"

Aku ikut tersentak dan refleks menjauhkan motorku ketika kulihat Pak Darwin hendak keluar pagar dengan kuda besinya.

"Dasar gak tahu malu, masih punya muka dia datang kemari, najis." Istrinya Pak Darwin masih mengomel di teras.

Akhirnya sengaja saja aku masuk ketika Pak Darwin sudah tak terlihat lagi.

"Assalamualaikum."

Wanita yang baru saja berbalik badan untuk masuk ke dalam rumah itu kembali menoleh. "Waalaikumsalam. Siapa ya?"

"Perkenalkan Bu, saya orang tuanya murid Pak Darwin tempat di mana Pak Darwin mengajar." Aku mengulurkan tangan dan sedikit berbasa-basi agar suasana lebih cair.

"Ouh, saya kira siapa. Ada perlu apa ya?" tanyanya seraya menjabat uluran tanganku.

"Saya mau ketemu Pak Darwin, ada?"

"Gak ada, orangnya baru aja pergi. Lain kali kalau ada perlu jangan datang ke sini lagi ya Bu, datang aja ke kontrakan dia di jalan Sandal Raja."

"Loh Pak Darwin gak tinggal di sini lagi apa gimana?" Aku pura-pura tak tahu.

"Nggak."

"Oh ya sudah terimakasih ya, Bu. Kalau begitu saya permisi pamit dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku buru-buru pergi dari rumah itu karena melihat raut wajah istrinya Pak Darwin tidak bersahabat.

Dari rumah Pak Darwin aku meluncur pulang ke rumah.

"Paaah!"

Suamiku tak ada di kamar, padahal kulihat Arkan--anak keduaku sedang terbangun. Bisa-bisanya suamiku meninggalkannya sendirian, kalau bayiku nangis atau tertutup selimut bagaimana?

"Paaah!" Aku memanggilnya agak kencang. Dan baru akan pergi ke dapur saat kulihat suamiku turun dari lantai dua.

"Iya, Mah. Udah balik?" tanyanya seraya buru-buru turun menghampiriku.

"Udah." Aku membanting bobot ke atas sofa yang terletak di depan televisi, dia juga ikut duduk di sampingku.

"Gimana?" tanyanya tak sabar.

Aku menarik napas berat. "Bener dugaan Mamah, Pah. Lala kayaknya emang kena iming-iming gurunya."

"Hah? Serius? Kok Mamah bisa yakin gitu?"

"Mamah udah punya buktinya, tadi Sisi cerita kalau akhir-akhir ini Lala emang sering kelihatan sama gurunya yang bernama Darwin itu. Nah dari sana Mamah langsung ke rumahnya dan ternyata benar, hubungan guru itu memang lagi gak baik sama keluarganya, Pah. Mamah sih curiga, mungkin Lala dijadikan pelampiasan sama si oknum itu."

Suami mengusap wajah. "Astaga. Terus gimana selanjutnya, Mah?"

"Kayaknya kita perlu jauhkanlah Lala dari guru itu, Pah."

"Maksudnya pindah sekolah?"

"Ya bila perlu, gimana lagi?"

"Pindah ke mana?"

"Yang jelas Lala harus pindah ke sekolah yang jauh dan pastinya kita harus masukkan dia ke asrama."

"Asrama? Nggak."

"Kok nggak?"

"Ya ... emm ... karena sebentar lagi Lala 'kan keluar sekolah Mah, tanggung, tinggal 3 bulan lagi 'kan? Lagi pula emang ada sekolah yang mau nerima pindahan pas akhir-akhir gini?"

Aku bergeming. Benar juga apa kata suamiku, kenapa aku bisa gak kepikiran ya?

Duh, padahal aku sudah mantap akan memindahkan Lala dari sekolah itu dan memasukkannya ke asrama agar dia bisa belajar agama. Tapi kalau seperti ini kondisinya, ya susah juga, karena sebentar lagi Lala memang tinggal melaksanakan ujian akhir.

"Terus gimana dong, Pah? Apa yang harus kita lakuin supaya si Lala gak deket-deket sama guru itu lagi?"

Suami menggigit bibir, "emm ya udah gini aja, Mamah nyuruh temen Lala aja buat jadi mata-mata, kalau Lala lagi kelihatan sama guru itu, cepet deh tuh temennya samperin, gimana?"

"Yah kalau itu sih udah Pah, Mamah udah duluan nyuruh Sisi tadi buat jadi mata-mata Lala."

"Oh ya udah berarti Mamah tenang aja. Habis ditegur ini Lala juga pasti bakal kapok."

"Semoga." Aku bangkit.

"Mau kemana, Mah?"

"Ke atas, Mamah mau lihat Lala."

"Ngapain? Nanti Mamah ribut lagi sama Lala. Udah Mamah nemenin adek aja sana, kasihan dia dari tadi ditinggalin terus sama mamahnya."

"Tapi Mamah perlu bicara sebentar sama Lala, Pah."

"Ah nanti aja, udah ayo." Suami memaksaku masuk ke kamar.

Akhirnya aku tak bisa memaksa lagi. Lagipula, sudah sore, sudah waktunya aku mandi.

"Mamah mau mandi dulu Pah, jagain adek, awas jangan ditinggal lagi."

"Iya." Suami hanya membalas pendek sambil berbaring memeluk Arkan.

Selesai mandi, ternyata omongan suami tak bisa dipercaya. Dia malah sudah merem sambil ngorok kenceng. Untung si adek juga ikutan tidur, jadi amanlah ya.

Selesai berpakaian rapih, aku naik ke atas.

"Lala."

Kamar anak itu kosong.

"Loh kemana dia?"

Aku yang panik langsung mencarinya ke dalam toilet, tapi nihil. Aku hanya melihat tas sekolahnya yang tergeletak di atas tempat tidur.

"Jangan-jangan itu anak kelayaban lagi."

Iseng, kuraih tas sekolah yang tadi siang sempat kubuka untuk melihat isinya itu.

"Hah, coklat?" Kaget bukan main, aku menemukan dua batang coklat dari dalam tas sekolah Lala yang sudah kosong itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jangan2 suamimu sendiri pelakunya.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 95

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 95"Sudah Maura, yang penting sekarang kamu aman di rumah Uwa."Maura mengangguk dan tiba-tiba suara teriakan menggema dari luar rumah."Maura! Aku tahu kamu ada di dalam! Keluar, Maura!"Jantungku langsung berdegup kencang. Aku menoleh ke arah Maura yang duduk di kursi dengan wajah pucat pasi. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan erat, tubuhnya gemetar hebat."Wa ... tolong, Wa. Tolong Maura. Maura takut!" isaknya dengan suara bergetar.Dari luar, suara pria itu semakin menjadi. "Aku melihat sendiri kamu lari ke sini! Jangan pikir bisa sembunyi dariku! Keluar! Dasar perempuan tidak tahu diri! Berani berselingkuh di belakangku, maka harus berani menerima akibatnya!"Maura menutup telinganya sambil menangis. "Wa, dia bakal masuk nggak? Jangan biarkan dia masuk, Wa! Maura takut!"Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tenang, Ra. Uwa nggak akan biarkan dia menyentuh kamu."Mas Halbi yang duduk di sebelahku langsung berdiri, wajahnya meneg

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 94

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 94Mas Halbi menghela napas lagi. "Iya, mereka nggak tahu yang sebenarnya. Itu sebabnya kamu nggak perlu ambil hati. Percuma. Kita nggak akan bisa mengubah cara mereka berpikir."Aku menggeleng. "Tapi sakit, Mas. Mereka ngomong tentang Lala seakan-akan dia itu barang bekas yang nggak pantas buat siapa-siapa."Mas Halbi menatapku penuh empati. "Lala bukan barang. Lala anak kita. Dan kita tahu siapa dia sebenarnya. Kita tahu bagaimana dia berjuang. Kita tahu dia bukan seperti yang mereka katakan."Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata suamiku."Yang penting kita ada buat dia. Jangan biarkan mereka membuat kita kehilangan kepercayaan pada anak kita sendiri," lanjut Mas Halbi.Aku menyandarkan kepala ke bahunya, berusaha mengambil kekuatan dari kehadirannya. "Aku cuma capek, Mas. Aku udah capek dengar orang ngomongin anak kita seolah-olah anak kita itu nggak ada harganya.""Aku tahu." Mas Halbi membalas dengan suara rendah. "Makanya kita gak usah

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 93

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 93Aku menarik napas dalam-dalam. Rasanya dada ini semakin sesak mendengar obrolan-obrolan yang terus diarahkan pada Lala. Kenapa sih orang-orang ini seperti tidak bisa berhenti membahas pernikahan? Seolah-olah hidup seseorang hanya akan dianggap sempurna kalau sudah menikah."Iya Ndri, lihat tuh si Maura, anak Bibi. Dia udah nikah di usia 17 tahun, sekarang anaknya usia 7 tahun, udah kayak bestie. Siapa yang bakal nyangka kalau dia ternyata udah punya anak," kata salah satu saudaraku lagi, seolah menambahkan beban di suasana yang sudah cukup berat.Aku melirik Maura yang sedang duduk di pojok ruangan. Dia tampak asyik dengan ponselnya, sesekali tertawa kecil sambil mengetik sesuatu. Sementara anaknya yang berusia 7 tahun tampak sibuk melahap sepiring nasi di dekatnya."Maura, coba kamu ceritakan sama saudaramu ini, Nak. Mbak Lala, biar dia cepat mau nikah," Bibiku menimpali lagi, seolah sengaja ingin mempermalukan Lala di depan banyak orang.M

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 92

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 92"Maaf loh, bukannya menghina. Tapi kan ini kenyataannya, Ndri."Aku mengangguk pelan, meskipun dalam hati aku merasa muak. "Iya, Bu. Nanti coba saya bicara sama Lala."Bu Atun tersenyum puas. "Iya. Mumpung Juragan Danu juga masih belum ada yang srek tuh. Kali aja kalau sama Lala, dia mau.""Iya, Bu," jawabku seadanya.Setelah membayar belanjaan, aku segera pulang dengan hati yang berat. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, pikiranku dipenuhi dengan percakapan tadi di warung.Sesampainya di rumah, aku langsung menemui ibu yang sedang duduk di ruang tengah rumahnya, mengiris bawang untuk persiapan memasak."Kata mereka, apa lebih baik Lala dijodohin aja, Bu?" tanyaku, meletakkan belanjaan di meja.Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Dijodohin sama siapa?"Aku menghela napas. "Ya, sama siapa aja. Sama Juragan Danu misalnya."Ibu langsung melotot. "Husssh! Ngaco kamu, Ndri! Tua bangka begitu, masa mau

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 91

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 91Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung saling berpandangan."Astaghfirullah, kok masih aja ada orang kayak gitu?" gumam salah seorang ibu yang berdiri tak jauh dariku."Iya, ya. Bukannya introspeksi, malah makin menjadi," timpal yang lain.Aku menarik napas panjang dan menoleh ke arah ibu. Jujur, aku selalu kepikiran kalau soal anak. Aku yang punya masalah dengan Bu Een, kenapa jadi Lala yang kena sumpah serapah? Ya Allah semoga saja, Engkau jauhkan anak hamba dari segala mata jahat.Mas Halbi, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya ikut bersuara. "Sudah, Ndri. Lanjutkan saja pembagian sembakonya. Jangan sampai hal tadi mengganggu niat baik kita."Aku mengangguk dan kembali fokus ke apa yang sedang kulakukan. Aku tidak ingin kejadian barusan merusak suasana.Satu per satu, warga kembali maju untuk mengambil sembako."Indri, kamu benar-benar perempua

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 90

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 89

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 89Pagi itu, aku duduk di depan toko bersama Mas Halbi. Matahari masih rendah, tapi udara sudah terasa hangat. Toko kami masih sepi. Tak ada satu pun pelanggan yang datang sejak kemarin. Semalam aku sudah cerita pada ibu, soal ini, aku pikir ibu tahu kira-kira kenapa penyebab toko kami bisa sepi seperti ini, tapi ibu bilang namanya jualan pasti ada masa rame dan sepinya. Tapi entah kenapa aku tetap merasa ada yang tak beres dengan tokoku ini.“Mas, aku kepikiran sesuatu."Mas Halbi menoleh. “Apa?”“Gimana kalau hari ini kita bagi-bagi sembako gratis lagi seperti awal kita buka?”Kening Mas Halbi berkerut. "Ya, anggap aja ini sedekah. Selain itu, ini bisa jadi cara buat narik orang-orang supaya mereka kembali belanja di toko kita.”Mas Halbi terdiam sebentar, lalu tersenyum kecil. “Boleh juga idenya. Ya udah, ayo kita siapin sekarang.”Tanpa menunda lagi, kami mulai mengemas sembako. Aku dan Mas Halbi bekerja dengan penuh semangat, berharap u

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 88

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 88Ah aku tidak peduli. Yang penting aku ingin yang terbaik untuk anakku.***Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap untuk pergi ke rumah Asep. Mas Halbi menyarankan agar aku tak pergi sendirian, tapi aku yakin ini adalah urusanku sebagai ibu. Aku ingin menyampaikan keputusan Lala dengan baik-baik. Bagaimanapun juga, hubungan baik harus tetap dijaga, meski harus membawa kabar yang mungkin mengecewakan mereka.Saat tiba di rumah Asep, aku melihat Asep sedang duduk di teras rumah, sepertinya baru saja selesai sarapan. Ia tersenyum sopan saat melihatku."Bibi. Silakan masuk, Bi," katanya ramah.Aku mengangguk dan melangkah masuk. Di ruang keluarga, Bu Een duduk di kursi roda dengan wajah yang jauh lebih segar dibandingkan terakhir kali aku melihatnya. Ia sudah bisa berbicara meskipun pelan, dan nenek Asep juga ada di sana, duduk bersisian sambil merajut sesuatu.Setelah berbasa-basi sebentar dan menanyakan kondisi Bu Een, aku pun menghela napas. Aku

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 87

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 87Aku menarik napas dalam, "Bu Een sakit, La. Dia kena stroke sekarang, setelah mengalami stres berat akibat luka bakar yang dilakukan oleh majikannya di Arab. Sekarang dia cuma bisa duduk di kursi roda, dan Asep yang merawatnya."Mata Lala membulat. "Serius, Mah? Ya ampun ... Lala baru tahu. Kasihan banget. Lala harus jenguk Bu Een. Bisa antar Lala ke sana sekarang, Mah?"Aku mengangguk. "Tentu. Yuk, kita pergi sekarang."Kami segera berangkat ke rumah Bu Een. Saat sampai, aku melihat Bu Een duduk di kursi roda di halaman rumahnya, ditemani Asep. Dia tampak jauh lebih kurus dari sebelumnya, dan wajahnya penuh dengan kesedihan yang mendalam. Asep yang berdiri di sampingnya terlihat lebih dewasa dari terakhir kali aku melihatnya.Lala melangkah mendekat dengan hati-hati. "Assalamualaikum."Asep menoleh dan langsung tersenyum kecil. "Waalaikumsalam, La."Bu Een hanya menatap kami dengan mata yang tampak lelah. Aku bisa melihat ekspresi di wajahn

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status