Share

Part 5

Author: Ricny
last update Last Updated: 2025-01-05 15:06:09

Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku

Part 5

"Coklat dari mana ini? Perasaan tadi aku gak lihat coklat di dalam tas Lala, buku-bukunya juga udah dia keluarin."

Dengan rasa penasaran yang menggebu-gebu, aku kembali mengobrak-abrik tas sekolah Lala. Dan aku makin dibuat terkejut ketika aku menemukan setangkai bunga mawar di bagian tas paling dalam.

"Bunga mawar? Apa-apaan ini? Dari mana Lala mendapatkannya? Bukannya dari tadi dia gak pergi kemana-mana?" gumamku seraya membaca pesan singkat yang ditulis pada kertas kecil di tangkai bunga mawar tersebut.

[Bunga yang cantik untuk Lala yang cantik. Jangan takut lagi dong, Sayang]

Dengan rahang mengeras dan dada bergemuruh, refleks kulempar lagi benda-benda itu ke atas kasur. Lalu pergi ke luar kamar untuk mencari Lala.

"Lalaa! Lalaaa!"

"Mah ...." Anak itu muncul di belakangku.

Aku berbalik dan mendapati wajah Lala yang sembab dengan mata yang sudah bengkak.

"Mah ...." Dia tiba-tiba memelukku dengan erat.

"Kamu habis dari mana sih? Terus itu kenapa wajah kamu kayak habis nangis gitu?" tanyaku seraya melerai pelukannya.

"Gak apa-apa Mah, Lala cuma habis baca novel di kamar sebelah." Lala melirik pada kamar yang tak jauh dari kamarnya itu.

Kamar itu memang biasanya kosong, rencananya nanti akan aku pakai untuk kamar adik kalau sudah besar.

"Ngapain kamu baca novel di kamar sebelah? Kamar kamu juga 'kan ada."

"Gak apa-apa Mah, biar dapat feelnya aja kalau baca di kamar kosong, di sana 'kan gak berisik."

Aku bergeming. Meneliti gerak-geriknya yang tampak mencurigakan.

Baca novel di kamar kosong biar dapat feelnya, aku rasa gak terlalu masuk akal, karena kamar dia sendiri tak pernah berisik.

"Ayo ikut, Mamah." Aku menariknya masuk ke kamar. "Lala, kamu gak bisa ngelak lagi, cepat ngaku sekarang juga."

"Ngaku? Ngaku apa, Mah?" Dia tampak bingung.

"Lihat itu." Aku melirik pada coklat dan bunga yang ada di atas kasur. Lala mengikutinya. "Coklat dan bunga dari mana itu?"

Kening Lala terlipat alih-alih menjawab, dia tampak bingung saat melihat benda-benda yang kutunjukan tersebut.

"Emang Mamah temuin ini di mana?" tanyanya balik.

"Ya di dalam tas kamulah, makanya Mamah nanya," jawabku ketus.

"Di tas Lala? Tapi Lala gak tahu itu dari mana, Mah."

"Jangan bohong kamu, La. Kamu habis ketemuan sama siapa saat tadi Mamah pergi, hah?!"

"Nggak Mah, 'kan Mamah sendiri yang nyuruh papah supaya jagain Lala."

Aku bergeming. Sebetulnya benar juga, sejak tadi Lala di rumah dan suamiku yang menjaganya sendiri. Kalau pun lala pergi, atau ada yang datang kemari saat tadi aku pergi, suami pasti cerita.

Ah tapi pasti ada yang gak beres nih, pasti suami menyembunyikan sesuatu, dia 'kan sayang banget sama Lala, tadi pasti ada yang datang dan suami gak cerita karena takut aku marahin Lala lagi.

"Oke, karena kamu gak tahu dari mana asalnya benda-benda ini, biar Mamah buang ke tong sampah."

Aku pikir Lala akan berontak, tapi ternyata dia diam saja seolah tak perduli benda-benda itu akan kubuang.

Brak!

Aku menekan tuas tong sampah dengan kakiku dan hampir melempar benda-benda tersebut saat sesuatu membuatku terkejut.

"Astaghfirullah ... apa ini Lala? Tisu bekas apa bisa sebanyak ini?"

"Tisu?" Lala yang masih bergeming di tempatnya buru-buru bangkit. "Tisu apa?'

"Coba kamu lihat, habis nangis kejer apa kamu sampe ngabisin tisu sebanyak ini? Harga tisu emang gak seberapa Lala, tapi Mamah ngasih kamu tisu di kamar bukan buat kamu buang-buang begini. Tong sampah sampai penuh sama tisu begini, kamu pakai buat apa sih?"

"T-tapi Mah, tisu-tisu itu bukan bekas Lala kok."

Brak!

Tong sampah kembali tertutup kencang.

"Ya terus kalau bukan bekas kamu bekas siapa lagi? Bekas setan?"

Lala diam.

"Jangan kemana-mana, Mamah akan balik lagi nanti." Kesal, kuambil tong sampah itu lalu membawanya turun.

Kebetulan kudengar sedang ada truk sampah di depan rumah, jadi buru-buru kubawa sampah Lala dan sampah dari dapur keluar.

"Maaf Mas, belum sempet diplastikin yang ini." Aku menuang isi tong sampah Lala ke dalam plastik sampah dapur.

Tapi ketika aku memungut beberapa tisu bekas yang terjatuh, sesuatu yang tak asing menguar ke hidungku.

Astaghfirullah, kenapa ini baunya seperti air spe*ma? Batinku.

Aku kembali memastikan dengan mendekatkan gumpalan tisu bekas itu ke dekat hidung.

Astaghfirullah bener, ini bener-bener air spe*ma. Jadi Lala menggunakan tisu ini buat ...?

Argh, pantas saja tisu bekasnya bisa sebanyak ini. Anak itu sudah bener-bener kelewat batas.

"Jadi dibuang nggak Bu sampahnya?" Guyonan si Mas kebersihan membuatku mengerjap dan refleks memasukan tisu yang sedang kupegang ke dalam plastik.

"Jadi, Mas. Ini, maaf ya."

Si Mas kebersihan terkekeh, lalu masuk ke dalam mobil setelah berhasil melemparkan sampahku ke dalam bak belakang.

Sementara aku kembali naik ke atas dengan kepala yang kembali mendidih.

"Lala!"

Dia yang tengah mengambil handuk dari dalam lemari terperanjat. "Mah, sampe kaget Lala. Kenapa sih kok teriak-teriak gitu?"

Aku diam sebentar, mencoba mengatur napas untuk meredakan emosi. Malam ini akan kubawa Lala ke satu tempat, akan kubuktikan semuanya supaya anak itu tak bisa mengelak dan sok polos lagi.

"Cepetan mandinya, setelah itu ikut Mamah," ucapku dengan suara yang sudah melandai.

Jujur, aku ingin marah, tapi kutahan sebisanya sampai rencanaku yang ini berhasil.

"Emang kita mau kemana, Mah?"

"Nanti juga kamu tahu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 95

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 95"Sudah Maura, yang penting sekarang kamu aman di rumah Uwa."Maura mengangguk dan tiba-tiba suara teriakan menggema dari luar rumah."Maura! Aku tahu kamu ada di dalam! Keluar, Maura!"Jantungku langsung berdegup kencang. Aku menoleh ke arah Maura yang duduk di kursi dengan wajah pucat pasi. Tangannya mencengkeram ujung bajunya dengan erat, tubuhnya gemetar hebat."Wa ... tolong, Wa. Tolong Maura. Maura takut!" isaknya dengan suara bergetar.Dari luar, suara pria itu semakin menjadi. "Aku melihat sendiri kamu lari ke sini! Jangan pikir bisa sembunyi dariku! Keluar! Dasar perempuan tidak tahu diri! Berani berselingkuh di belakangku, maka harus berani menerima akibatnya!"Maura menutup telinganya sambil menangis. "Wa, dia bakal masuk nggak? Jangan biarkan dia masuk, Wa! Maura takut!"Aku menggenggam tangannya yang dingin. "Tenang, Ra. Uwa nggak akan biarkan dia menyentuh kamu."Mas Halbi yang duduk di sebelahku langsung berdiri, wajahnya meneg

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 94

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 94Mas Halbi menghela napas lagi. "Iya, mereka nggak tahu yang sebenarnya. Itu sebabnya kamu nggak perlu ambil hati. Percuma. Kita nggak akan bisa mengubah cara mereka berpikir."Aku menggeleng. "Tapi sakit, Mas. Mereka ngomong tentang Lala seakan-akan dia itu barang bekas yang nggak pantas buat siapa-siapa."Mas Halbi menatapku penuh empati. "Lala bukan barang. Lala anak kita. Dan kita tahu siapa dia sebenarnya. Kita tahu bagaimana dia berjuang. Kita tahu dia bukan seperti yang mereka katakan."Aku terdiam, mencoba mencerna kata-kata suamiku."Yang penting kita ada buat dia. Jangan biarkan mereka membuat kita kehilangan kepercayaan pada anak kita sendiri," lanjut Mas Halbi.Aku menyandarkan kepala ke bahunya, berusaha mengambil kekuatan dari kehadirannya. "Aku cuma capek, Mas. Aku udah capek dengar orang ngomongin anak kita seolah-olah anak kita itu nggak ada harganya.""Aku tahu." Mas Halbi membalas dengan suara rendah. "Makanya kita gak usah

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 93

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 93Aku menarik napas dalam-dalam. Rasanya dada ini semakin sesak mendengar obrolan-obrolan yang terus diarahkan pada Lala. Kenapa sih orang-orang ini seperti tidak bisa berhenti membahas pernikahan? Seolah-olah hidup seseorang hanya akan dianggap sempurna kalau sudah menikah."Iya Ndri, lihat tuh si Maura, anak Bibi. Dia udah nikah di usia 17 tahun, sekarang anaknya usia 7 tahun, udah kayak bestie. Siapa yang bakal nyangka kalau dia ternyata udah punya anak," kata salah satu saudaraku lagi, seolah menambahkan beban di suasana yang sudah cukup berat.Aku melirik Maura yang sedang duduk di pojok ruangan. Dia tampak asyik dengan ponselnya, sesekali tertawa kecil sambil mengetik sesuatu. Sementara anaknya yang berusia 7 tahun tampak sibuk melahap sepiring nasi di dekatnya."Maura, coba kamu ceritakan sama saudaramu ini, Nak. Mbak Lala, biar dia cepat mau nikah," Bibiku menimpali lagi, seolah sengaja ingin mempermalukan Lala di depan banyak orang.M

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 92

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 92"Maaf loh, bukannya menghina. Tapi kan ini kenyataannya, Ndri."Aku mengangguk pelan, meskipun dalam hati aku merasa muak. "Iya, Bu. Nanti coba saya bicara sama Lala."Bu Atun tersenyum puas. "Iya. Mumpung Juragan Danu juga masih belum ada yang srek tuh. Kali aja kalau sama Lala, dia mau.""Iya, Bu," jawabku seadanya.Setelah membayar belanjaan, aku segera pulang dengan hati yang berat. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, pikiranku dipenuhi dengan percakapan tadi di warung.Sesampainya di rumah, aku langsung menemui ibu yang sedang duduk di ruang tengah rumahnya, mengiris bawang untuk persiapan memasak."Kata mereka, apa lebih baik Lala dijodohin aja, Bu?" tanyaku, meletakkan belanjaan di meja.Ibu menghentikan kegiatannya dan menatapku dengan ekspresi tak percaya. "Dijodohin sama siapa?"Aku menghela napas. "Ya, sama siapa aja. Sama Juragan Danu misalnya."Ibu langsung melotot. "Husssh! Ngaco kamu, Ndri! Tua bangka begitu, masa mau

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 91

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 91Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia berbalik dan pergi dengan langkah tergesa-gesa. Warga yang menyaksikan kejadian itu langsung saling berpandangan."Astaghfirullah, kok masih aja ada orang kayak gitu?" gumam salah seorang ibu yang berdiri tak jauh dariku."Iya, ya. Bukannya introspeksi, malah makin menjadi," timpal yang lain.Aku menarik napas panjang dan menoleh ke arah ibu. Jujur, aku selalu kepikiran kalau soal anak. Aku yang punya masalah dengan Bu Een, kenapa jadi Lala yang kena sumpah serapah? Ya Allah semoga saja, Engkau jauhkan anak hamba dari segala mata jahat.Mas Halbi, yang sedari tadi memperhatikan, akhirnya ikut bersuara. "Sudah, Ndri. Lanjutkan saja pembagian sembakonya. Jangan sampai hal tadi mengganggu niat baik kita."Aku mengangguk dan kembali fokus ke apa yang sedang kulakukan. Aku tidak ingin kejadian barusan merusak suasana.Satu per satu, warga kembali maju untuk mengambil sembako."Indri, kamu benar-benar perempua

  • Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku    Part 90

    Misteri Uang di Tas Sekolah Anakku Part 90Aku terperangah dan menggeleng-gelengkan kepala. "Astagfirullah Bu Een. Jangan menuduh orang lain tanpa bukti Bu, fitnah keji itu namanya. Memangnya kapan saya pernah bicara seperti itu?" "Halah bilang aja kamu mau nyangkal.""Saya bukannya menyangkal Bu Een," sanggahku tegas. "Bahkan kalau Bu Een bersedia, ayo kita bersumpah atas nama Tuhan, siapa yang sumpahnya palsu, maka dia siap mendapatkan konsekuensinya."Bu Een menelan ludah. Sementara orang-orang yang hadir di sana makin ramai berbisik-bisik. "Kalau Bu Een berani bersumpah atas tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Een itu, maka semua orang boleh percaya pada Bu Een dan semua orang boleh mengobrak-abrik toko saya. Tapi seandainya Bu Een bohong, maka konsekuensinya adalah berupa penderitaan hidup dan nikmat yang siap dicabut oleh Tuhan. Bagaimana?" tantangku.Semua orang saling lirik. Mereka lalu setuju tampak dengan usulku. Sampai akhirnya aku pun melakukan sumpah di bawah Alquran. Ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status