Bintang Kecil Di Hati Ibu

Bintang Kecil Di Hati Ibu

last updateLast Updated : 2025-03-26
By:  crystalOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
149views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Melati, anak perempuan Aira yang baru berusia 7 tahun, jatuh sakit parah. Dokter mengatakan hanya ada satu harapan yaitu perawatan mahal yang tak terjangkau oleh Aira. Dengan tabungan yang habis dan tidak ada cara untuk membayar biaya rumah sakit, Aira terjebak dalam dilema antara harapan dan kenyataan yang pahit. Dalam keputusasaan, Aira berusaha segala cara untuk mencari uang, namun waktu terus berjalan. Ketika Melati semakin lemah, Aira harus memutuskan: apakah ia akan menyerah atau terus berjuang meski tak ada lagi jalan?

View More

Chapter 1

Bab 1 Detik-Detik Terakhir

“Aira! Melati… kenapa dia nggak bangun?” suara Nina terdengar panik dari luar rumah. Aira tak menjawab. Dia hanya berdiri di samping ranjang kecil itu, memegangi tangan Melati yang semakin dingin. Rasa takut semakin menggerogoti hatinya. Tubuh kecil itu terbaring lemah, mata terpejam rapat, napasnya semakin berat, dan Aira tidak tahu harus berbuat apa lagi.

“Melati… sayang, bangun… ibu di sini.” Suara Aira bergetar, mencoba menenangkan dirinya, tapi percuma. Seolah seluruh dunia berhenti bergerak, membiarkan dia terperangkap dalam kekosongan ini.

Nina akhirnya masuk ke dalam, melihat Aira yang tampak kehilangan harapan. “Aira, kita harus bawa Melati ke rumah sakit. Kita nggak punya waktu lagi,” kata Nina dengan cemas.

Aira menatap Nina dengan mata penuh keputusasaan. “Nina, aku nggak punya uang. Dari mana lagi aku bisa cari uang? Aku sudah jual semua yang bisa dijual, mesin jahit, bahkan perhiasan warisan ibu. Apa lagi yang bisa aku lakukan?” Suaranya mulai pecah. Dia merasa terjebak dalam ruang sempit yang penuh kepedihan dan ketakutan.

Nina menggenggam tangan Aira, mencoba memberi ketenangan meskipun hatinya sendiri bergetar. “Aira, kita harus coba. Kalau kamu nggak berusaha, apa yang akan terjadi sama Melati? Kita nggak bisa diam aja.”

Aira menunduk, melihat Melati yang masih terbaring tak bergerak. “Tapi... aku nggak bisa, Nina. Aku nggak tahu apa lagi yang bisa aku lakukan. Aku nggak punya apa-apa.” Suaranya hampir tidak terdengar, tenggelam dalam rasa takut yang tak tertahankan.

Nina berbalik dan berjalan ke luar sebentar. Beberapa menit kemudian, dia kembali membawa selembar kertas. “Aku dengar ada seorang dokter yang sering membantu orang-orang nggak mampu. Aku sudah hubungi dia. Kalau kita pergi sekarang, mungkin kita masih bisa mendapatkan pertolongan.”

“Apa… apa dia mau membantu kita? Aku nggak punya apa-apa. Aku cuma punya harapan, tapi apakah itu cukup?” Aira menatap Nina dengan penuh kebingungan, masih ragu dengan apa yang baru saja didengar.

“Ini satu-satunya kesempatan kita, Aira. Kamu harus percaya, meskipun kita nggak punya banyak, kita tetap bisa berjuang. Dan aku yakin, Melati butuh kita. Kita nggak bisa menyerah.”

Aira menatap wajah Melati, yang kini terbaring dengan wajah pucat, tubuhnya semakin lemah. Aira merasakan hatinya teriris. Dia ingin melakukan lebih dari sekadar berdoa, lebih dari sekadar berharap. Melati adalah satu-satunya alasan dia masih bertahan hidup. Satu-satunya alasan dia masih bisa bernafas.

“Baiklah, Nina. Kita pergi,” kata Aira dengan suara yang tergetar, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukan sekadar mimpi buruk yang tak akan pernah berakhir.

Mereka berjalan keluar rumah, menuju jalanan yang sudah mulai gelap. Aira merasakan setiap langkahnya semakin berat. Setiap detik yang berlalu terasa seperti beban yang semakin menekan dadanya. Tapi dia tahu, dia tidak bisa berhenti. Dia harus berjuang. Untuk Melati. Untuk anaknya.

Sesampainya di rumah sakit, Aira dan Nina dibawa ke ruang perawatan. Dokter yang mereka temui adalah seorang pria paruh baya dengan wajah serius, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang memberi sedikit harapan pada Aira.

“Dokter… tolong selamatkan Melati,” Aira berkata dengan suara bergetar. “Kami nggak punya uang, tapi saya akan melakukan apapun untuk anak saya.”

Dokter itu mengangguk pelan, tapi matanya tidak menunjukkan kepastian. “Kami akan mencoba yang terbaik, Ibu. Namun, Anda harus tahu, kondisi Melati sudah sangat kritis. Perawatan ini tidak murah.”

Aira menahan napas, serasa seluruh tubuhnya menjadi kaku. “Saya… saya tahu. Saya hanya punya harapan. Tolong, saya mohon.”

Dokter itu menghela napas panjang, kemudian berbalik dan memerintahkan perawat untuk mempersiapkan ruang perawatan intensif. Aira dan Nina berdiri di luar, sementara perawat mulai bekerja dengan cepat, membawa Melati ke ruang perawatan.

“Aira, kita sudah lakukan yang terbaik. Kita tidak bisa menyerah sekarang,” Nina berkata pelan, meski terlihat jelas kegelisahan di wajahnya.

Aira menutup matanya, berusaha mengusir semua ketakutan yang menghantui dirinya. Setiap detik yang berlalu membuat dadanya semakin sesak, namun ia tahu, ia tidak boleh menyerah. Melati, anak yang sudah menjadi pusat dunianya, membutuhkan dia lebih dari apapun.

Setelah beberapa lama, dokter keluar dari ruang perawatan dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak.

“Dokter… bagaimana kondisi Melati?” tanya Aira dengan suara gemetar.

Dokter itu menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. “Kami akan terus berusaha. Tapi kondisi Melati sangat kritis. Kami memerlukan biaya untuk perawatan lanjutan. Anda harus segera membayar uang muka.”

Aira terdiam, merasa seolah seluruh tubuhnya jatuh ke tanah. “Saya… saya tidak punya uang, dokter. Apa yang harus saya lakukan? Melati butuh bantuan sekarang…”

Dokter itu menatapnya dengan pandangan serius. “Ibu, kami bisa memberikan perawatan dasar sementara, tapi untuk perawatan intensif, Anda harus menyediakan dana yang cukup. Jika tidak, kami tidak bisa melanjutkan perawatan.”

Aira merasa tercekik. Dunia terasa begitu sempit, dan dia tidak tahu harus bagaimana lagi. Uang yang dia miliki tidak cukup. Perasaan putus asa mulai menguasai dirinya, namun ada satu hal yang masih menguatkan dirinya Melati. Anak kecil yang begitu penuh harapan.

Aira mengingat apa yang dikatakan Nina sebelumnya: “Jika kamu nggak berusaha, siapa lagi yang bisa bantu Melati?”

Dengan mata penuh air mata, Aira menatap dokter itu. “Dokter, saya akan cari cara. Tolong, jangan biarkan Melati pergi.”

Ketegangan yang terbangun sejak tadi membuat Aira hampir kehilangan akal. Namun, rasa cinta yang mendalam untuk Melati membuatnya bertekad. Ia tidak akan membiarkan anaknya pergi begitu saja.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status