Setelah Septian pergi keluar kota. Jihan dan Nindya pun tidur di kamar yang sama. Baru saja satu hari ditinggalkan Septian sehari. Jihan sudah sangat merindukan Suaminya itu. Terlebih belum ada kabar dari sang suami, mungkin Septian belum sampai ke Jogjakarta.
"Ma, papa udah telepon belum?" Tanya Nindya.
"Belum sayang, mungkin papa belum Sampai Jogja," Jawab Jihan.
Rupanya putrinya pun sangat merindukan papanya. Jihan hanya bisa berdoa semoga suaminya selamat sampai ke tujuannya.
Malam harinya Jihan dan Septian tengah asyik Video call. Tentu saja sang putri merecoki dengan berbagai pertanyaan dan dia merengek minta sang ayah cepat pulang. Dengan segala bujukan akhirnya Nindya pun setuju menunggu sang ayah pulang dua hari lagi
"Nanti jangan lupa bawain kakak boneka Balbie yang ada lumah-lumahan nya ya Pa. Kakak mau oleh-oleh itu dali Jogja," celoteh Nindya.
"Disini juga ada
Setelah diruang keluarga menerima telepon itu, dan dari seberang sana terdengar seorang pria yang mengabarkan sesuatu dan itu membuat Jihan syok hingga jatuh tak sadarkan diri membuat bi Isah terkejut dan segera memanggil Aleta dan Kiara. Entah apa yang terjadi yang pasti kabar yang Jihan terima mungkin saja kabar buruk."Ada apa Bi?" Tanya Aleta. Saat melihat asistennya kembali lagi. Namun, kali ini dengan raut wajah khawatir."Itu Nyonya. Nyonya Jihan pingsan setelah menerima telepon," Jawab bi Isah dengan nafas yang masih terengah-engah karena tadi sedikit berlari ke ruang keluarga."Apa! Pingsan? Kok bisa, emang ada apa Bi kok, Jihan sampai pingsan?" Tanya Aleta. Dengan penuh kekhawatiran, lalu dia pun beranjak dari duduknya dan menuju ruang tamu. Diikuti oleh Kiara sambil memangku Nindya. Gadis itu pun merasa khawatir dengan keadaan kakak iparnya."Ya Tuhan, Jihan...!" Teriak Aleta. Yang melihat
Tiba-tiba suara ponsel Aleta berbunyi, saat melihat siapa yang memanggilnya. Aleta pun langsung mengangkatnya dan dia terkejut saat mendengar Kiara memberi tahu kalau Jihan mengamuk histeris, saat dia kembali teringat dengan suaminya yang mengalami kecelakaan. Dia memaksa untuk menemui suaminya itu, karena kondisinya yang memang tidak memungkinkan. Karena Jihan dan kandungannya yang memang dalam keadaan lemah, dan belum boleh terlalu banyak bergerak.Kedua orang tua Jihan dan juga sang nenek terlihat begitu khawatir dengan keadaan Jihan, meski sudah kembali tenang karena melihat sang putri yang juga menangis histeris saat melihat ibunya histeris seperti tadi. Namun, saat Kiara membawa Nindya kehadapan Jihan. Akhirnya wanita itu pun berhenti menangis dan mulai menenangkan putrinya yang tengah menangis tak kalah histeris darinya saat melihat ibunya menangis, agar tidak lagi Menangis.Sesampainya di ruang rawat Jihan. Keadaan kini sudah memba
Jihan baru saja sampai dirumah orang tuanya, namun saat akan masuk, dia sudah mendengar suara tangisan dari putri kecilnya. Dia tengah menangis minta untuk dipanggilkan mamanya."Gak mau, Kakak maunya mama pulang."Tangis Nindya makin menjadi saat sang nenek malah menggendong dan menenangkannya, dan itu membuat Sabrina kewalahan karena cucunya itu sangat susah untuk di bohongi."Ya ampun Nindy. Kamu gak boleh nakal dong sayang kalau Mama tinggal sama Oma," Ucap Jihan. Lalu menghampiri putrinya yang masih menangis, namun tangisannya terhenti saat mendengar suara Jihan."Mama." Nindya pun meronta minta diturunkan oleh sang nenek, dia berlari dan langsung memeluk perut sang mama yang memang sudah membesar. Sabrina hanya menggelengkan kepalanya, dia jadi teringat saat Jihan masih seusia Nindya, seperti itu lah dia tidak mau jauh darinya. Dan akan marah jika dia ditinggalkan dalam keadaan tidur dan Sabrina perg
Setelah keluar dari ruangan dokter yang menangani Septian. Jihan pun pamit pada ayah dan ibu mertuanya untuk pulang saja. Dan nanti dia akan menceritakan semuanya pada ibu dan ayahnya. Juga dia akan memikirkan alasan untuk Nindya saat putrinya itu bertanya tentang ayahnya.Dengan berat hati, Aleta pun mengizinkan menantunya itu tinggal bersama kedua orang tuanya. Itu semua dia lakukan agar Jihan tidak sedih karena mungkin Septian akan menolak kenyataan yang akan dijelaskan kedua orang tuanya itu. Jadi demi kesehatan dan juga keselamatan Septian. Mereka memutuskan untuk merahasiakan Pernikahannya lebih dulu untuk sementara waktu.Aleta dan Reno kembali memasuki ruang rawat Septian. Namun kali ini mereka hanya berdua tanpa Jihan yang memang sudah pulang bersama kedua orang tuanya juga Nindya. Didalam ruangan itu Septian hanya sendirian karena Kiara belum kembali setelah meminta izin ke kantin saat kedua orang tuanya pergi ke ruang dokter yang menangani kakaknya."
Jihan baru saja selesai memakaikan baju pada putrinya. Hari ini Jihan akan mengajak putrinya itu jalan-jalan ke taman, dia akan menemui Gilang yang mengajaknya bertemu di taman tidak jauh dari rumah orang tua Jihan."Mama, kita mau jalan-jalan kemana?" Tanya Nindya. Dia terlihat senang saat ibunya bilang akan mengajaknya jalan-jalan keluar. Namun, hanya berdua saja."Ke taman sayang, nanti kakak boleh makan ice cream rasa apa saja yang kakak inginkan.""Hole, benarkah Ma? Asyik Kakak seneng banget." Gadis kecil itu terlihat sangat senang dan antusias."Iya sayang, itu hadiah karena Putri Mama ini sudah mau belajar bersabar, ya sudah ayo kita berangkat udah sore ini," Ajak Jihan. Nindya pun mengangguk dengan antusias dan dia pun menggandeng tangan Mama dengan sesekali mengayunkan tangan yang sang ibu genggam."Mau kemana?" Tanya Sabrina. Saat melihat Cucunya sudah tampil cantik.
sudah menghabiskan dua cup ice Creamnya. Dia pun pergi ke tempat permainan perosotan berada. Dia pun memulai bermain bersama teman-temannya sebayanya yang juga sedang asyik bermain perosotan."Bagaimana keadaan kamu, Han?" Tanya Gilang setelah mereka kini duduk hanya berdua saja sambil memperhatikan Nindya yang tengah bermain perosotan."Baik. Kamu sendiri, gimana hasil seminarnya?" Jihan balik bertanya. Sambil sesekali menyuapkan ice cream ke mulutnya."Memuaskan. Banyak sekali pelajaran yang aku petik saat berada di desa terpencil.""Gimana keadaan suamimu?" Lanjutnya dengan memberikan pertanyaan pada Jihan.Mendengar pertanyaan Gilang. Jihan hanya tersenyum tipis. Dia bingung harus mengatakan apa pada Gilang, karena dia belum siap menceritakan semua yang terjadi sekarang dalam rumah tangganya. Terlebih prihal Septian yang tidak mengingatnya maupun putrinya karena Septian amnesia.****"Kenapa diam?" Tanya Gilang saat melihat Jihan
18 Tahun Kemudian Sore ini. sepasang sahabat tengah pergi ke sebuah tanah lapangan.Rencananya Gara akan bertanding sepak bola bersama clubnya. "Kak Gara tunggu...!" panggil gadis yang sedari dari tadi asik memutar mutar tutup botol minuman yang kini berada di tangannya. "Hm!" Gara tidak menoleh sedikitpun. dirinya masih sibuk dengan tali sepatunya. "Ini gimana sih? Kayaknya ribet amat dari tadi nggak bisa-bisa juga." Gara kini terlihat mulai kesal. Pemuda itu mengacak rambutnya dengan sedikit prustasi. Melihat itu gadis yang kini ada dihadapannya hanya diam, pura-pura tak melihat, dalam hati gadis itu tertawa. Karena sudah sebesar itu sahabatnya itu masih belum bisa mengikat tali sepatu, dan masih saja membutuhkan bantuan orang lain. "Naira, sayang. cantiknya Kak Gara." Mendengar ucapan Gara. Gadis yang adalah Naira menatap Gara yang duduk disebe
Naira terlihat gelisah dalam tidurnya, dia masih mengingat senyuman Gara. Bayangan wajah tampan dan senyuman Gara, mendadak muncul bahkan terlihat nyata bukan seperti bayangannya saja.Gadis itu terbangun dari tidurnya. Lalu dia tiba-tiba tersenyum, saat mengingat senyuman manis sahabat kecilnya itu.Naira mengambil ponselnya dan dia langsung menekan tombol untuk menghubungi Gara. Tidak lama panggilan teleponnya pun diterima."Ada apa cantik?" Tanya Gara. Dari sebrang sana."Gak bisa tidur kak." Naira menjawab sambil terlentang diatas ranjang dengan menatap langit-langit kamarnya."Ya ampun kasihan, mau aku nyaiin gak?" Gara bertanya lagi."Mau, tapi nyanyiin sampai Naira tidur ya kak," Jawab Naira dengan semangat.Setelah mendengar jawaban Naira. Gara pun mulai bernyanyi. Sesekali Gadis itu ikut bernyanyi, namun tak butuh waktu lama. Suara Naira pun sudah