Share

Kekasih Palsu

Kaila tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti dosennya. Dia berhenti tak jauh dari rumah Darel. Rumah dosen galaknya itu sangat mewah sampai membuat dia melongo sejenak.

"Mbak? Bayar taksi dulu Mbak," ucap supir taksi yang tadi mengantarkan Kaila. 

"Eh? Iya Pak maaf lupa." Kaila tersenyum kecil lalu membayarkan taksinya. Dia melangkah perlahan ke rumah dosennya. Rupanya pagarnya masih belum ditututup kembali. Diam-diam Kaila menyelinap masuk. 

"Kaila?" ucap Darel. Dia melihat dari kejauhan muridnya masuk rumahnya. Dia segera turun dan mendekati Kaila. Gadis itu sedang duduk di depan halaman rumahnya.

"Astaga, apa yang kamu lakukan di sini?" ucap Darel menatap tajam Kaila. 

"Pak, saya mohon Pak ..., Saya mohon izinkan saya untuk ...," ucap Kaila terpotong karena perhatian mereka tertuju pada mobil putih yang datang. Darel terlihat nampak tegang melihat mobil itu, dia lalu menggandeng Kaila dan mengajaknya masuk.

"Kaila, dengarkan aku, ikuti apa yang aku katakan. Jadilah kekasih aku, hanya malam ini."

Kaila terkejut dengan ucapan dosennya, dia hanya bisa mengangguk lemah karena tatapan Darel begitu tajam, seolah membius semua syarafnya untuk berhenti. Tangan Kaila digenggam erat oleh Darel. Perempuan yang ada di dalam mobil putih itu lalu turun dan mengetuk pintu. Darel melirik Kaila, dia setengah gugup membuka pintunya. Samar-samar Kaila bisa melihat perempuan dibalik pintu kaca, perempuan cantik yang menawan, dari pakaiannya sudah terlihat dia bukan perempuan sembarangan.

"Hai sayang," ucap perempuan itu lalu memeluk Darel. Kaila berdehem, dia memainkan perannya sebagai 'kekasih palsu' Darel.

"HEI! Kenapa kamu memanggil pacar aku?" ucap Kaila ganas, dia menatap perempuan yang entah siapa namanya dia tak tau.

"Pacar? Kamu siapa?" tanya perempuan yang sebagai tamu tak diundang itu.

Darel lalu merangkul Kaila, mengecup keningnya, kecupan kecil di pelipisnya mampu membuat darahnya berdesir. Sepertinya Tuhan memang menciptakan Darel sangat sempurna, mata, hidung, alis, rahang, bibir bahkan dada bidangnya sangat sempurna. Pesona Darel Elvando mampu membuat Kaila terpaku, terhipnotis dengan setiap tingkah lakuknya.

"Kaila adalah pacarku," ucap Darel menatap Jesline, mantan tunangannya. 

"What? Serius? Kamu memiliki pacar baru? Lalu kamu anggap aku ini apa?" teriak Jesline tidak terima. Dia menatap Kaila tidak suka, memperhatikan setiap inchi tubuh Kaila, dia merasa Kaila tidak cocok bersanding dengan Darel yang sangat tampan.

"Iya, dia memang pacar aku, kenapa?" ucap Darel memberi tatapan menantang pada Jesline. Sudah hampir setahun ini Jesline selalu kembali datang kepada Darel. Padahal Jesline pernah berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

"Aku tidak percaya, gadis yang berwajah pengemis ini adalah kekasihmu," ucap Jesline. Darel tersenyum kecil menatap Jesline. Dia menaikkan satu alisnyaa, menatap Jesline tidak suka. 

"Baiklah aku buktikan, kuharap matamu tidak sakit melihat ini," ucap Darel. Dia lalu menarik pinggang Kaila, membuatnya semakin dekat, nafas Darel menerpa wajah Kaila, membuat gadis itu merona, matanya menatap Darel begitu dalam. Tatapan Darel jatuh pada bibir merah muda Kaila, Darel meneguk salivanya, dia memejamkan mata, menempelkan bibirnya pada bibir Kaila. Dia melumatnya pelan, menikmati rasa manis yang melekat di bibir Kaila, tanpa sadar Kaila melenguh pelan, tangan Darel memeluk pinggang Kaila lebih erat, Kaila juga melakukan hal yang sama, dia mengalungkan tangannya pada leher Darel, jemarinya meremas lembut rambut hitam Darel. Lama, keduanya saling menikmati hingga lupa bahwa ciuman ini hanyalah skenario yang dirancang. 

Jesline membulatkan matanya melihat Darel yang berani mencium Kaila di depannya, dia menghentakkan kakinya dan menggeram kesal lalu pergi meninggalkan rumah Darel. Mendengar mobil Jesline yang menjauh, Darel melepaskan ciumannya, sedangkan Kaila merasa kehilangan saat bibir Darel tidak lagi menciumnya. 

"Well, sorry. Ciuman itu hanyalah pembuktian kepada mantan tunanganku." Darel mengatakan hal itu dengan menatap Kaila. Gadis itu masih mencoba menarik nafas, menghirup oksigen untuk menyadarkan kembali bahwa ini hanyalah pura-pura.

"Ah, i-iya Pak. Ja-jadi ... saya kekasih bapak?" tanya Kaila dengan gugup. 

Darel mengangguk, dia menarik tangan Kaila menyuruh mahasiswinya duduk di sofa. Sedangkan dia menuju ruang kerja mencari kertas dan bolpoin. Kaila masih tidak menyangka dia berciuman dengan dosennya yang paling galak. Dia memegang bibirnya sendiri, masih sangat jelas teringat bagaimana ciuman Darel yang memabukkan.

Kertas putih kini berada di meja, Darel menuliskan sesuatu di sana, tertera jelas tulisan 'Kontrak Hubungan'. Kaila menyerngitkan dahinya, membaca setiap poin yang ditulis oleh Darel. Pertama Kaila Aurelia bersedia menjadi kekasih palsu Darel Elvando. Kedua Kaila tidak perlu mengerjakan hukuman atas keterlambatan tugas. 

"Bagaimana?" tanya Darel. Dia menyerahkan bolpoin kepada Kaila untuk tanda tangan. Nama Kaila sudah tertera di samping tanda tangan Darel. Gadis itu tersenyum, bernafas lega, setidaknya dia tidak perlu mengulang mata kuliah Etika Bisnis.

Dengan tanpa ragu, Kaila mengangguk dan menanda tangani kertas itu. Baginya ini hal yang menguntungkan, dia tidak perlu lagi mengerjakan makalah dan jurnal penelitian. Dia tidak perlu lagi menjalani hukuman berat.

"Bagus, karena kita sudah sepakat, kamu harus mau membantu saya jika ada Jesline lagi." 

Kaila tersenyum dan mengangguk, ini hal yang menyenangakan bagi Kaila.

"Tapi Pak, bagaimana kalau kita di kampus?" tanya Kaila bingung.

"Tergantung situasi, kalau ada Jesline datang, kamu harus mau berpura-pura menjadi kekasihku. Tapi aku minta rahasiakan ini dengan mahasiswa lainnya. Aku benci gosip."

Kaila tertawa kecil dan mengangguk, "Iya, bapak tidak perlu khawatir, terima kasih Pak karena sudah meringankan beban saya."

"Ya, sama-sama. Kalau begini kita saling menguntungkan."

Kaila tersenyum senang, dia lalu melirik jam di tangannya dan membulatkan matanya.

"Astaga, Pak saya lupa saya harus bekerja. Kalau begitu saya pamit dulu." Kaila bangkit untuk pamit pergi. Darel melihat jam di handphone, sudah jam tujuh malam. 

"Baiklah, silahkan."

Kaila menunduk berpamitan, dia keluar dari rumah Darel. Langkahnya terhenti ketika melihat mobil putih Jesline ternyata masih ada terparkir tak jauh dari rumah Darel. Kaila lalu kembali masuk memanggil Darel.

"Pak, sepertinya mantan tunangan bapak masih ada di luar, mobilnya masih ada. Bagaimana ini Pak? Saya hanya takut dia curiga dan menginterograsi saya," ucap Kaila. Darel menghembuskan nafasnya kasar, mengusap rambutnya gemas.

"Kalau begitu, mulai sekarang jangan bekerja di restoran." 

"Loh, tapi bagaimana saya membayar kuliah saya Pak? Saya juga harus membayar uang kos," ucap Kaila bingung. 

Darel duduk sejenak lalu berpikir, dia yakin Jesline pasti menyelidiki Kaila, bahkan mungkin akan mengikuti Kaila kemanapun gadis itu pergi sampai menemukan bukti siapa Kaila dan bagaimana bisa menjadi pacar Darel. 

"Yasudah, sementara waktu sampai Jesline benar-benar percaya, tinggallah di sini, soal uang kuliah atau kebutuhan apapun itu, biar aku yang menanggung."

Kaila hampir tak bisa berkata-kata mendengar ucapan Darel. 

"Hah? Saya harus tinggal bersama bapak?" tanya Kaila bingung. Darel mengangguk dan menatap Kaila dengan tatapan tegas dan dingin. Tatapan yang membuat Kaila terpaksa menurut, dia melakukan hal ini demi terlepas dari hukuman tugasnya.

"Tapi ... aduh bagaimana ya Pak? Yasudah kalau begitu, tapi bapak janji ya jangan hukum saya kalau terlambat mengerjakan tugas."

Darel tersenyum miring dan mengangguk.

"Ayo kita ke kos kamu, bawa semua barang kamu, malam ini juga kamu pindah ke rumah ini." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status