Share

MBF-11

Sudah lebih dari sepuluh menit, tapi Bisma belum juga kembali. Rasa kantuk mulai menyelemutiku. Aku bangkit dan menuju toilet untuk mencuci tangan. Aku menatap pantulan diriku di cermin. Ternyata warna lipstickku sangat cocok ku pakai. Apalagi dengan dress yang ku kenakan kini. Tampak alami dan pas dengan umurku.

Kemudian aku melangkah keluar dari toilet. Langkahku terhenti tepat di depan toilet saat seseorang menahan lenganku.

"Kak Reza?" kagetku.

Aku terkejut mendapati teman Bisma itu kini tengah menagan lenganku.

"Hay Mawar!" sapanya.

Aku hanya tersenyum tipis menyahutinya.

"Ada apa ya, Kak?" tanyaku kikuk.

"Tadi kita belum sempat kenalan yang resmi." ujarnya.

"Bukankah tadi sudah? Aku sudah tahu nama Kakak kok. Kak Reza kan? "bingungku.

Kak Reza tersenyum tipis. Ekspresinya sungguh aneh. Perasaanku jadi tidak enak. Aku memelototkan mataku saat tiba-tiba Kak Reza melangkah maju dan menggenggam tanganku. Aku berusaha melepaskannya, tapi susah.

"Apaan sih kak? Lepasin!" kesalku.

"Ayolah. Aku cuma mau kenalan sama kamu. Bisa minta pin kamu? Oh iya, kamu tinggal dimana? Jakarta?" Kak Reza.

Rasanya sangat malas menyahuti Kak Reza. Yang ku lakukan hanya terus berusaha melepaskan tangan Kak Reza dariku.

"Berikan aku pin atau nomor handphonemu, baru akan ku lepaskan tanganmu." kak Reza.

"Lepaskan dia sebelum tanganmu yang ku lepas dari tempat asalnya!" suara dingin seakan itu menggema di telingaku.

Tangan kak Rezapun terlepas dan kini ia melangkah mundur beberapa langkah dariku. Kak Reza tersenyum miring.

Napasku tercekat ketika merasakan sebuah tangan yang menarikku mundur dan sesaat kemudian sebuah tangan melingkar di pinggangku. Aku menolehkan kepalaku ke kanan, ke arah pemilik tangan yang memeluk erat pinggangku.

"Bisma?" kagetku. Bukan karena kehadirannya, tapi ekspresi mengerikan yang ia tunjukan.

Tatapan matanya sangat tajam seperti pisau yang dapat membunuh siapa saja yang di tatapnya. Kak Reza. Ya. Tatapan mematikan itu ia lemparkan pada temannya itu.

"Gue cuma mau kenalan aja sama cewek lo, Bis. Nggak usah negative thinking dulu deh!" Kak Reza dengan seringaiannya.

"Yang harus lo inget adalah, dia milik gue." balas Bisma penuh penekanan.

Hatiku menghangat mendengar ucapan Bisma. Meski dengan nada yang begitu mengerikan.

Kak Reza tersenyum sinis sembari sesekali mencuri pandang ke arahku. Akupun merasa risih. Kemudian aku menundukkan kepalaku untuk menghindari tatapannya.

Ku rasakan tangan Bisma di pinggangku semakin erat. Sesaat kemudian tangan itu memaksaku berjalan cepat untuk pergi bersama pemiliknya. Hatiku kembali diselimuti perasaan aneh. Entah apa, tapi rasanya aku sangat takut. Mungkinkah karena sikap Bisma pada Kak Reza tadi?

Hari ini aku kembali menemukan sisi baru dari seorang Bisma. Dingin. Mematikan.

Bisma menghentikan langkahnya tepat di depan mobilnya yang masih terparkir rapi kemudian melepaskan tangannya dari pinggangku. Aku dengan otomatisnya segera masuk ke sebelah kiri bangku kemudi dan segera mengenakan seatbeltku.

Bisma mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, meski cenderung lebih cepat daripada saat kami berangkat tadi. Sesekali ia juga menginjak pedal rem mendadak karena kendaraan lain atau belokan yang cukup tajam. Tak seperti Bisma yang biasanya. Aku memilih diam, tak bersuara. Karena aku sendiri tak mengerti apa yang aku rasakan kini. Selain rasa takut, yang entah apa alasannya.

*

Aku dan Bisma sampai tepat di depan kamar kami masing-masing.

'Brakk'

Lagi. Pria itu mengagetkanku. Bisma membanting tubuhku ke pintu dan kedua tangannya menggenggam erat pundakku. Aku sempat merintih namun ia mengabaikannya. Ia menatapku dengan tatapan yang seakan menusuk, hingga aku tak sanggup lebih lama melihatnya.

"Lihat aku!" suruhnya dengan suara dingin.

Aku mengangkat kepalaku kemudian melihat tepat ke arah bola matanya. Aku sedikit merinding. Rasa takut itu kembali hadir, bahkan lebih besar dari sebelumnya.

"Ja..jangan melihat..ku sep..perti i..tu!"ujarku terbata-bata.

Terdengar Bisma menghela napasnya kasar. Raut wajahnya mulai berubah, setidaknya tak semengerikan seperti tadi.

"Jangan biarkan orang lain memperlakukanmu seperti tadi!" ujarnya masih dengan nada dingin.

Aku mengangguk mengerti. Meskipun sebenarnya aku tak mengerti. Aku hanya ingin Bisma segera melepaskan tangannya dan membiarkanku istirahat.

Tapi..ternyata semua tak seperti yang ku inginkan. Bisma masih diam di posisinya. Menatapku, dengan tatapan yang sulit ku artikan.

"Bis!" panggilku untuk membuyarkan lamunannya.

Sesaat kemudian ia melepaskan bahuku. Aku menghela napas lega kemudian kembali menatapnya.

"Aku sangat capek. Aku istirahat dulu ya?" pamitku. Bisma tak menyahutiku. Ia masih menatapku intens.

"Bis!" panggilku lagi.

"Hah? Iya." jawabnya.

Aku segera memutar tubuhku dan membuka pintu kamarku. Aku melangkahkan kakiku memasuki kamar dan langsung mengunci pintunya. Aku berjalan cepat ke arah tempat tidurku kemudian....

'Brakk!!'

Aku membanting tubuhku yang masih terbalut dress di atas tempat tidur.

Mataku menatap langit-langit kamar berwarna putih polos itu. Kedua tanganku terangkat kemudian mendarat tepat di dadaku. Terasa getaran aneh disana. Detak jantungku terasa lebih cepat dari yang biasa ku rasakan.

'Ada yang aneh pada diriku.' Pikirku.

❤❤❤

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status