Share

Si Paling Tampan

Pertemuan pertama yang singkat itu masih mengena di benakku. Mengingat namanya yang terdiri dari sembilan huruf, telah menjadi kebiasaan, kala menjelang tidur. Aku suka melukis, semenjak beberapa hari belakangan. Ruangan kosong di atas loteng, kujadikan sebagai ruang pribadi dengan sejuta imajinasi.

Kesibukan yang kujalani, prioritas utamanya adalah melupakan Kay. Pria yang pertama kali menggores hati itu, tak akan pernah mendapatkan maaf dariku. Jujur, aku masih tidak ingin membuka hati, tetapi semesta seakan menunjukkan bahwa, Lucerlah obat dari segala perih itu.

"Nona Phire, ada seseorang yang menjadi benalu di perusahaan Anda. Saya dengar, dia menghabiskan banyak uang investasi, untuk biaya kuliah selingkuhannya." Nona Kim–kepala pengelola Phireec Group bagian keuangan, meletakkan buket bunga mawar hitam, di atas meja riasku.

Aku yang sibuk melukis wajah seorang pria tampan, seketika berhenti. Tak lama setelahnya, kuletakkan palet lukis, di atas meja kecil dengan ukiran batik. "Aku ingin pengkhianat itu merasakan akibat dari perbuatannya. Pinta Tuan Zelgan untuk menyelidiki orang itu."

Nona Kim mengangguk pelan.

"Siapa pengirimnya? Apakah dia menghina keluarga terpandang sepertiku? Kenapa dia mengirimkan mawar berwarna hitam seperti ini?" Aku meninggalkan lukisan setengah jadi, lalu mengambil buket itu dengan tangan kiriku.

"Maaf, Nona Phire, saya tidak sengaja menemukannya, di depan gerbang. Saya memungutnya, lantaran tidak terlihat siapa pun yang meletakkan di sana. Saya pikir itu mungkin dari penggemar Anda, yang mencintai Anda secara diam-diam," jelas wanita berusia 25 tahunan itu. Kemudian, high heelnya berjalan mengitari meja piano kuno, membersihkan bagian atasnya dengan tisu, lalu menunjukkan noda debu itu di depanku.

Aku membuang buket dari admirer secret itu. Salah sendiri tak menyampaikannya langsung. Lagian, siapa yang mau menerima hadiah, dari orang yang tak dikenal? Setelah menutup wadah sampah otomatis dengan kaki kanan, aku pun bertanya,

"Apakah ada yang salah dengan piano itu, Nona Kim? Kenapa menunjukkan bekas noda itu padaku?"

"Sebanyak apa pun noda, pasti ada banyak cara untuk membersihkannya. Bayangkan, jika ada bercak kotor di lantai, Anda akan membersihkannya dengan apa, Nona Phire?"

Aku mengernyitkan dahi. "Kain pel?"

"Selain kain pel, ada sapu dan juga beberapa alat lain, yang bisa menghapus noda. Begitu pula dengan pemberian yang dikhususkan untukmu, Nona Phire. Saya hanya mengajarkan, bagaimana caranya menghargai sesuatu dari orang lain. Selebihnya, tidak ada maksud khusus."

Aku masih belum paham dengan ucapannya. Karena tidak ingin terlihat bodoh, aku pun menimpal, "Ya, maksud Anda adalah jika seseorang ingin menyampaikan cinta, maka ada banyak cara untuk mengungkapkannya. Tidak terpaku hanya pada pemberian cincin, atau sekuntum bunga mawar saja. Benar begitu, kan?"

"Ya, seratus dengan grade A sempurna. Ternyata Anda sekarang telah memiliki banyak progresif, Nona. Mari rayakan kemajuan Anda, dengan berjalan-jalan di pasar Aluna!" tawar wanita dengan riasan natural itu.

Kebetulan hari itu adalah hari libur, makanya aku bersedia diajak berkeliling di sekitaran Kota Aluna. Di Pasar Lunafo, ada banyak masyarakat yang datang untuk sekedar berbelanja, ataupun berjualan di sana. Di antara banyaknya pedagang, ada salah satu toko pernak-pernik yang menarik perhatianku. Aku berjalan dengan anggun, mendekati penjual aksesoris itu.

"Maaf, Apakah saya boleh membeli salah satu dari gelang ini, Pak?" Aku mengambil sebuah gelang hitam, dengan mainan berbentuk seperti dua buah bulan sabit yang terbuat dari besi. Tampilannya yang simpel tapi berkesan, membuatku ingin membawanya pulang bersamaku.

Pria tua berperawakan kurus, berkulit sawo matang, bermata hijau muda, dan berambut hitam dengan beberapa uban yang mencolok itu berkata, "Ya, tapi Anda harus terdaftar sebagai pasangan kekasih abadi dulu, baru bisa memiliki gelang couple langka itu, Nona manis."

"Saya belum ketemu sama cinta sejati, Pak. Kalau beli satu mungkin tidak apa, kan?" Aku bersikeras untuk mempertahankan keinginanku. Bagaimana pun caranya, gelang itu harus menjadi milikku.

Akan tetapi, pria tua itu masih kuat dengan persyaratan awalnya. Entah apa, yang membuatnya tak kunjung menyerah. Aku mulai merasa jengkel.

Nona Kim yang bosan melihat pertengkaran kami, akhirnya turun tangan. Wanita muda itu bertanya dengan nada lemah lembut, agar tidak menyinggung perasaan pak tua di depan kami, "Kalau boleh tahu, kenapa harus terdaftar sebagai pasangan abadi, Pak?"

"Mitos di sini mengatakan bahwa, jika membelinya hanya satu gelang, maka kesialan akan menimpa orang itu. Jadi, mau tak mau, pasangan abadi Anda harus ikut membelinya. Saya tidak berbohong, kalau kalian berdua tidak percaya, coba tanyalah salah satu, atau beberapa orang pedagang lama di sini."

Aku muak dengan pernyataan konyol pria renta itu. Kuputar otak agar bisa mencari cara, untuk dapat membawa gelang itu pulang bersamaku. Sayangnya, pembeli di pasar itu tidak ada yang kukenali. Akan sulit, ketika tidak ada orang yang bisa diajak kerja sama. Apa sebaiknya aku pulang saja? pikirku, saat itu. Menyerah sajalah, lagian memaksakan diri juga tidak baik.

"Dia kekasih abadiku." Seorang pria yang lebih tinggi dariku mengambil dua buah gelang, dengan tatapan datar. Wajahnya seakan terang bak mentari, tetapi hatinya justru berbanding terbalik–dingin.

"Lucer? Ini beneran buat aku?" Mataku berbinar. Ah, dia ternyata hanya malu-malu, ketika bertemu denganku, beberapa hari yang lalu di kelas.

Tanpa menjawab perkataanku, Lucer langsung memberikan salah satu gelang itu padaku. Aku mengucapkan banyak terima kasih, meski tanpa timpalan balik darinya. Pria tampan idaman para wanita–Lucer Ford, adalah orang yang berhasil mengalahkan posisi Kay di hatiku. Ingin rasanya lebih dari menyapa, tetapi bibirku tak mampu berkata lebih dari, "Terima kasih".

"Nona Phire, apakah pria tampan itu pacarmu?" tanya Nona Kim sambil tersenyum.

Aku memegang erat gelang hitam itu. Perasaan bahagia bercampur aduk, ingin rasanya berteriak sekencangnya. "Entahlah, Lucer bukan tipe orang yang bisa dimiliki dalam waktu dekat."

Di perjalanan pulang menuju rumah bertingkat empat milikku, kami mampir ke sebuah toko kue terkenal di Kota Aluna. Menurut aplikasi rekomendasi tempat lunch, kue nastar milik Nyonya Sonya adalah yang terbaik.

"Nona, bukankah itu pria tadi?" Nona Kim berbisik pelan padaku. Dia mungkin tidak enakan, karena di samping kanan-kiri kami ada banyak pengunjung.

"Siapa?" Aku mengeluarkan beberapa lembar uang, dari dalam tas kecil milik mendiang ibuku.

"Arah jam dua belas, Nona." Nona Kim memberikan petunjuk melalui kode waktu.

Aku mencari orang yang wanita itu maksud. Setelah melihatnya, hatiku benar-benar patah. Aku tidak menyangka, Lucer juga pergi mengunjungi toko yang sedang mengadakan diskon besar-besaran itu. Hatiku rasanya mendidih, ketika menemukannya bersama dengan wanita bermata perak, berambut pirang bergaya wavy high volume, dan berwajah oval. Mereka terlihat sangat mesra.

Aku menggerutu di dalam hati, "Dasar si paling merasa tampan! Dia pikir, aku bakalan nyerah? Awas aja ntar, aku pasti bakalan balas kelakuan buaya darat itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status