"Bucin aja terus. Heran gue gak di rumah sendiri, gak di rumah mertua kerjaannya bucin mulu. Gak bosen apa?" sindir Aaron melihat Bagas dan Arin yang sedaritadi mengobrol sembari berpegangan tangan, seolah tak ingin saling melepas satu sama lain."Biarin! Sirik aja lo. Makanya punya cewek.""Kan cewek yang dia suka nolak dia, kak." Safira menimpali membuat Arin tersenyum miring menatap Aaron."Oh iya, ya, lupa gue."Aaron melirik sinis Safira. "Lo tuh gak diajak. Gak usah nyahut.""Yang ada juga lo yang gak diajak. Kerjaan lo tuh cuma gangguin gue sama Bagas tahu gak.""Parah banget lo, kak."Safira menepuk-nepuk pelan pundak Aaron. "Sabar, Ron. Aku yakin kamu pasti bakal dapat cewek yang jauh lebih baik.""Tapi dalam mimpi," sahut Arin lalu tertawa diikuti Safira.Aaron berdecak lalu bangkit berdiri. Ekspresinya terlihat kesal, tapi dia sudah malas untuk menanggapi sang kakak. Ujung-ujungnya dia pasti akan di-roasting lagi."Mau ke mana, Ron?" tanya Bagas."Mau balik. Males gue lama-
"Gas." Arin yang baru bangun tidur menghampiri Bagas yang sedang sarapan."Morning, Rin." Bagas menyapa sembari tersenyum lebar."Kok kamu gak bangunin aku? Kan semalam aku udah bilang bangunin agak pagian biar aku buatin sarapan.""Tadinya mau aku bangunin, tapi aku liat kamu tidurnya pulas banget. Makanya aku gak enak buat banguninnya. Lagian aku juga lagi sarapan.""Kamu sarapan apa emang?""Ketoprak."Arin mengernyitkan keningnya. Terkejut sekaligus heran. "Bentar, aku gak salah dengar?" "Emang iya kok. Aku juga beliin buat kamu. Ayo makan dulu," suruh Bagas.Meskipun masih bingung, Arin tetap menurut. Dia menarik kursi lalu mendudukkan bokongnya. "Kok tiba-tiba banget ketoprak? Emang kamu suka makan ketoprak?""Tadinya mau order bubur ayam, terus karena muncul ketoprak di aplikasi aku jadi penasaran pengin nyobain. Dan ternyata enak juga.""Jadi kamu pesan karena belum pernah cobain?"Bagas mengangguk. "Kamu udah pernah makan?""Udah sering."Bagas manggut-manggut. "Syukurlah ka
"Ekhem! Guys! Sorry, ya, kalau ganggu sebelumnya, tapi gue sama Juan ada di sini, loh. Bisa gak hargain kita," ujar Ela karena sedaritadi Bagas dan Arin asyik bermesra-mesraan."Tahu nih. Serasa dunia milik berdua yang lain cuma ngontrak," timpal Juan."Makanya jangan jomblo!" ejek Bagas. Seketika Juan melempar tisu bekasnya pada Bagas."Jangan dilempar dong, Juan. Itu kan tisu bekas lo." Arin segera menyeka pipi Bagas yang terkena lemparan tisu bekas Juan."Gue udah nyerah sama mereka. Gue gak kuat," ucap Ela sembari mengangkat kedua tangan. "Sama, gue juga gak kuat.""Gini deh, daripada lo berdua iri sama kita mendingan lo berdua cari jodoh aja." Arin memberi usul."Nikah aja lo berdua." Bagas menimpali."Nah, setuju tuh."Juan dan Ela saling menatap beberapa detik, lalu membuang muka. "Ogah!" "Cie! Kompak banget jawabnya. Fix, kalian berdua jodoh.""Gue tahu lo berdua emang lagi bucin-bucinnya, tapi jangan jadi orang bego lah. Mana mungkin gue mau sama cewek kayak dia."Ela menat
"Hmm, enak juga ya ternyata nasi gorengnya.""Iya lah. Kamu ke mana aja baru nyobain." Bagas dan Arin sedang menikmati makan malam mereka di sebuah warung nasi goreng yang tak jauh dari rumah. Karena sedang malas untuk memasak Arin mengajak Bagas makan di warung. Karena Arin sudah pernah membeli nasi goreng tersebut yang ternyata rasanya enak, jadilah dia mengajak Bagas. "Kamu kan tahu aku jarang makan di warung.""Iya sih. Kamu kan makan di cafe sama resto mulu, ya.""Kamu tahu sendiri bunda gimana. Dari kecil selalu ngelarang makan makanan warung sama jajanan kaki lima. Padahal aku pengin banget cobain. Ternyata pas nikah sama kamu aku bisa nyobain makanan yang aku pengin cobain.""Emang kenapa bunda sampe ngelarang?""Dulunya sih enggak, tapi semenjak Fira keracunan karena makan jajanan kaki lima bunda jadi suka parno dan ngontrol banget makanan kita. Bahkan sempat dilarang jajan di kantin sekolah disuruh bawa bekal."Arin manggut-manggut. "Pantesan aku pernah liat Fira makan sio
"Good morning." Arin yang baru membuka mata langsung tersenyum saat mendapat sapaan bangun tidur yang begitu hangat.Bagas mengecup kening Arin. "Morning kiss.""Morning kiss." Arin mengecup kedua pipi Bagas secara bergantian.Bagas menunjuk bibirnya. "Di sini enggak?"Arin tersenyum malu sembari menggeleng. "Gak.""Ya udah, kalau kamu gak mau aku aja.""Gak!" Arin segera beranjak dari kasur sebelum Bagas memaksanya. Arin membuka gorden kamar mereka membiarkan cahaya pagi matahari memasuki ruangan kamar mereka."Kamu gak ke kantor, kan?" tanya Arin memastikan. Walaupun memang dia tahu kalau hari ini libur, tapi Arin ingin memastikan. Karena terkadang walaupun libur, Bagas tetap ke kantor. "Gak, kan libur. Ngapain aku ke kantor.""Aku cuma nanya doang. Soalnya kan beberapa kali kamu pernah ke kantor, padahal lagi libur.""Ya itu karena mau selesaiin kerjaan aku yang belum beres." Tidak mungkin Bagas menjawab jujur. Karena waktu itu dia berasalan pergi ke kantor, tapi dia pergi ke rum
"Gimana bang? Masih ada yang kurang?" tanya Aaron.Saat ini Aaron sedang berada di rumah Bagas dan Arin. Tadi Bagas menghubungi Aaron meminta bantuannya untuk mempersiapkan makan malam bersama Arin. Bagas menyuruh Arin untuk jangan terburu-buru pulang ke rumah dengan alasan dia masih ada urusan di kantor. Padahal dia berbohong agar bisa mempersiapkan makan malam mereka. Karena kemarin Arin yang mempersiapkan, jadi sekarang gilirannya. Walaupun dia tidak bisa memasak, setidaknya ada Aaron yang membantunya. Bagas menggeleng. "Udah pas kok. Gue gak nyangka ternyata lo jago masak juga, ya."Aaron tersenyum bangga. "Jelas dong. Walaupun gue keliatan malas dan gak bisa diandelin, gue punya keahlian masak. Gak cuma kak Arin doang. Apalagi dari kecil kita udah diajarin masak sama mama."Bagas manggut-manggut. "Gue juga pengin bisa masakin Arin, bukan cuma dia yang masakin gue terus. Kalau gue bisa masak pasti Arin bakal senang."Aaron menepuk-nepuk pundak Bagas. "Bang, lo gak perlu maksain