Sara syok, ia benar-benar terkejut saat putri kesayangannya bercerita bahwa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tempatnya bekerja.
"Kim, kenapa? Lalu kamu mau ngapain? nganggur?" Sara begitu kecewa.
Kimi memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya ke sang mami. Sejujurnya Kimi bingung dan juga merasa bersalah.
Pertama, gadis itu bingung karena harus merogoh tabungannya beberapa bulan ke depan untuk membayar cicilan apartemen. Kimi sadar ini tidak mungkin dilakukannya setiap bulan, jadi dia harus segera mencari pekerjaan demi cicilan.
Kedua, Kimi merasa bersalah ke orangtuanya, terutama ke sang mami-Sara, tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis, Ia sadar harus menjaga kewarasannya. Menurut Kimi, dirinya sudah berada diambang batas kemampuannya untuk menjaga kesehatan mentalnya jika terus bertahan di sana.
"Nanti Kimi cari kerjaan deh Mi, untuk sementara aku mau nganggur dulu," Jawab Kimi, ia menggigit bibir bawahnya takut jika kena sembur Sara.
Faraj yang berada tak jauh dari istri dan putri tirinya itu pun menengahi ketegangan yang ada, dengan bijak pria itu berkata bahwa Kimi sudah dewasa. Dia juga pasti tahu dan sadar apa efek yang akan timbul dari keputusannya ini.
"Tapi Pi, kalau dia nganggur dia pasti ngedekem doank di apartemennya, umurnya udah dua puluh enam tahun Pi, bahkan Mina udah punya dua anak, dia pacar aja ga punya." Sara sebenarnya cemas jika putrinya akan menjadi jomlo abadi.
"Ya sudah biarin Kimi ikut kerja Papi di toko bangunan." Faraj masih dengan sabar mencoba membuat Sara tenang.
"Apa? nggak boleh, nanti Kimi digodain sama karyawan papi dan sales-sales semen."
Kimi hanya bisa meyandarkan punggungnya di sofa sambil mengembuskan napasnya panjang. Ia sadar keputusannya membuat sang mami sangat kecewa.
"Sudah-sudah! Papi sama Mami jangan berdebat lagi, aku janji, kurang dari satu bulan aku pasti akan mendapatkan pekerjaan lagi."
Kimi menyambar tasnya kemudian menyodorkan tangannya ke Faraj dan Sara bergantian untuk berpamitan.
"Mau ke mana?" Sara malah khawatir dan tidak mau melepaskan genggaman tangannya ke Kimi.
"Cari suami!" Sindir Kimi sambil berlalu pergi.
_
_
_
Kimi memilih menghabiskan waktunya di apartemen, sudah tiga hari gadis itu tidak datang ke rumah sang mami. Untuk mengisi waktu luangnya Kimi memilih membaca kembali buku-bukunya di ruang tengah. Ia sesekali melirik ponsel miliknya yang berada di atas meja. Kimi merindukan Biru dan Segara, tapi duo keponakan kembarnya itu sedang diajak jalan-jalan ke luar negeri oleh oma opanya-mertua Mina.
Menjadi pengangguran memang tidak enak, Kimi mulai bosan dan jenuh, hingga ponselnya bergetar, Ia mendapati nama sang Mami di sana. Meski ragu, Kimi tidak bisa mengabaikan begitu saja panggilan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Kimi menggeser tanda biru pada layar, dan suara Sara terdengar begitu bersemangat. Wanita itu berbicara tanpa jeda, dan membuat Kimi tertawa.
“Kim, apa kamu sudah mendapat pekerjaan? Pasti belum kan? kamu tahu T Factory kan? pabrik makanan itu sedang mencari dokter di klinik pabriknya, gajinya lumayan besar. Coba kamu buka pesan mami. Mami sudah mengirimkan informasinya ke sana tapi belum kamu buka.”
Setelah Sara mematikan panggilannya, Kimi mulai mengecek pesan yang dikirimkan oleh maminya itu. Sedikit ragu, tapi akhirnya gadis itu mulai membaca setiap informasi lowongan pekerjaan itu secara seksama.
“Sepertinya aku harus mencobanya, setidaknya suasana dan lingkungan baru,” gumam Kimi yang langsung berjalan menuju kamar dan mengambil laptopnya. Ia mulai menuliskan surat lamaran juga berkas-berkas sebagai lampirannya.
Entah kenapa Kimi merasa kurang percaya diri, meskipun ini bukan kali pertama dirinya melamar kerja. Ia merapalkan doa sebelum menekan tombol enter untuk mengirim surat lamaran itu.
“Selesai,” ucapnya lega.
-
-
-
Pagi itu wajah Kimi berseri-seri, ia membuka lemari bajunya sambil bersenandung riang. Ia memilih pakaian yang cocok untuk dikenakannya pergi test tertulis dan wawancara ke T factory. Ya, Kimi lolos seleksi adminsitrasi, dan berharap bisa mendapatkan pekerjaan itu untuk bisa mengamankan tabungannya agar tidak terpakai untuk membayar cicilan apartemen.
Kini Kimi sedang duduk di depan ruangan untuk menunggu giliran diwawancara, Kimi tidak menyangka dia akan lolos tes tertulis. Matanya melirik ke arah orang-orang yang dia tahu juga pasti sangat menginginkan pekerjaan itu. Namun, Kimi percaya diri. Pengalamannya bekerja di rumah sakit pasti akan menjadi nilai lebih.
“Kimi Zia Azzahra.”
Kimi mengangkat tangan kanannya kemudian membungkuk, Ia berdiri dan mengekor perempuan yang memanggil namanya tadi.
“Silahkan masuk!”
Kimi tersenyum, Ia duduk di depan empat orang yang pasti akan melemparkan beberapa pertanyaan kepadanya. Gadis itu sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan menjawab pertanyaan pewawancara mengikuti kata hati dan pikirannya, dan benar saja semua pertanyaan bisa Kimi jawab dengan begitu mudahnya. Ke empat orang yang mewawancarai dirinya sampai dibuat mengangguk-angguk dan tersenyum.
“Pekerjaan baru sudah di depan mata,” gumam Kimi di dalam hatinya.
Namun, sepertinya Kimi salah. Sebuah pertanyaan dilemparkan kepadanya kembali, dan pertanyaan itu membuatnya terdiam membeku.
“Kenapa anda keluar dari rumah sakit tempat anda bekerja?”
Padahal Kimi bisa berbohong dengan berkata habis kontrak atau apa pun itu, tapi dia malah terdiam dan membuat ke empat orang yang mewawancarainya terlibat adegan saling pandang.
-
-
-
Dengan langkah gontai Kimi berjalan keluar ruangan, ia mengguyar rambutnya kasar. Sepertinya pekerjaan ini tidak akan dia dapatkan. Kimi memilih untuk pergi dari sana karena saat di dalam tadi salah satu dari pewawancara berkata dia akan dihubungi jika memang mendapat pekerjaan itu.
Kimi terdiam dan menunduk di depan lift, saat pintu lift itu terbuka alih-alih menekan lantai dasar di mana mobilnya berada, Kimi malah menekan lantai tertinggi gedung itu, dan saat lift terbuka ia pun keluar dari sana. Kimi menengok ke kiri dan ke kanan, melihat sebuah anak tangga Kimi pun mendekat dan menaikinya, ia yakin tangga itu menuju rooftop gedung.
Kimi mengembuskan napasnya, ia berjalan terseok-seok sambil melepas blazernya. Terpaan angin yang kencang ia biarkan menerpa tubuhnya, hingga dia berhenti tepat di pembatas rooftop. Kimi terdiam cukup lama, ia menyesali jawabannya sendiri untuk menjawab pertanyaan saat wawancaranya tadi.
“Kenapa anda keluar dari rumah sakit tempat anda bekerja?”
“Maaf, saya tidak bisa menjelaskan alasan saya yang sebenarnya.”
“Kenapa aku tidak berbohong saja?” Kimi menjatuhkan pundaknya, ia yakin pasti tidak akan mendapatkan pekerjaan itu.
Kimi pun berbalik, tapi dia kaget setengah mati mendapati seorang pria berwajah Bule sudah berdiri tepat di hadapannya. Dengan sepatu hak tinggi, ia yang kaget pun sampai oleng dan jatuh terjengkang. Ia terdiam karena sangat malu, hingga pria berwajah tampan di hadapannya tadi mengulurkan tangannya. Kimi malah semakin heran karena pria itu bisa berbahasa Indonesia dengan lancar.
“Apa kamu tidak butuh bantuan?” Pria itu menarik tangannya tapi secepat kilat Kimi meraihnya.
“Butuh,” jawabnya.
Kimi hampir berdiri, tapi pijakan sepatunya meleset dan dia hampir terjatuh lagi, akhirnya dia harus memegang erat kedua lengan pria yang membantunya itu. Dia merasa sangat canggung dan mengucapkan terima kasih berulang kali, hingga pandangan matanya tanpa sengaja bertemu dengan mata pria itu, Kimi melotot bahkan menutup mulutnya.
“Apa kamu mengingatku?” tanya Pria itu dengan seringai nakal di bibirnya, siapa lagi kalau bukan putra bungsu Nova-Richard Tyaga.
Richie masih menatap Kimi dengan seringai nakalnya, Ia masih tak menyangka gadis seimut Kimi sudah memiliki anak. Cincin yang melingkar di jari manis gadis itu, Richie yakini sebagai cincin pernikahan. Ia sengaja mencuri kesempatan, membiarkan Kimi masih memegang erat kedua lengannya di balik kemeja biru yang dia kenakan.Masa bodoh kali ini, jika harus menjadi pebinor pun aku rela. Richie masih menatap wajah Kimi, hingga dia tersadar dan bertanya, “apa kamu mengingatku?”Kimi menggelengkan kepalanya berpura-pura. Sejujurnya dia takut karena pernah memarahi Richie secara membabi buta saat Biru menendangkan bola dan mengenai kaca jendela mobil pria itu. “Apa kamu sudah meminta ganti rugi ke orang yang kartu namanya aku berikan kepadamu?”Richie menggeleng.“Kenapa?” tanya Kimi lagi.“Bisakah kamu melepaskan cengkeramanmu dari lenganku?”Kimi seketika melepaskan pegangannya ke Richie, ia sempat oleng lagi karena ternyata heel sebelah sepatunya patah. Beruntung dia tidak terjerembab kem
Kimi berusaha menutupi rasa groginya. Ia merasa habis, berakhir, tak ada harapan. Gadis itu menangis di dalam hatinya. Mendapati pria yang dia maki, pria yang ia curhati asal-asalan di rooftop beberapa hari yang lalu ternyata pemilik perusahaan tempatnya melamar pekerjaan. Richie terlihat bersikap biasa di depan para karyawan dan pelamarnya. Ia beberapa kali melempar pertanyaan ke dua pelamar lain, dan saat giliran Kimi, Richie mengerutkan kening dan berhasil membuat gadis cantik itu menelan saliva. Kimi Zia Azzahra, Kimi-jadi namanya Kimi. Mata Richie fokus pada CV dan membaca catatan tim HRD yang mewawancarai Kimi kemarin, di sana tertulis 'tidak menjawab dengan baik alasan keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya'. Namun, Richie memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu kepada Kimi.“Jika kamu diterima bekerja di klinik rumah sakit ini, apa yang bisa kamu janjikan ke perusahaan kami?” tanya Richie sambil menekan pulpen miliknya lantas menyandarkan punggungnya ke kurs
“Ada apa?”"Pa-pak Ri-Ri-Richard."Jim tergagap-gagap melihat adik atasannya bersikap biasa saja saat Kimi sampai ke ruangannya. Gadis itu pun bingung, menatap secara bergantian Richie dan Jim yang terlihat megap-megap. “Bukankah anda tadi berkata akan berpura-pura sesak napas dan meminta saya memanggilkan dokter dari klinik?” Jim menyatukan giginya, alis matanya bergerak-gerak mencoba berkomunikasi dengan Richie yang benar-benar membuatnya malu.“Maaf jim, tapi aku merasa seperti orang bodoh saat memandangi wajahku sendiri yang berpura-pura sesak napas tadi, mukaku seperti ikan terkena kail. Tidak mungkin aku membiarkan dia melihat wajah jelekku.”“Jadi, apa anda sudah baik-baik saja?” tanya Kimi dengan wajah kebingungan.“Ya-ya aku baik-baik saja!” jawab Richie yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya ke Jim.Kini tatapan Kimi beralih ke pria bernama lengkap Jimmy Lin itu. Sorot matanya jelas menuntut sebuah jawaban. Jim benar-benar tak berkutik, hingga Richie mengalihka
“Mi!”“Apa? udah nggak usah!”Kimi yang malam itu kembali menginap di rumah maminya terheran dengan ke-gede rasaan Sara kepadanya. “Mami tahu kamu mau kasih gaji pertama kamu di T Factory buat Mami kan? udah ga usah,” ucap Sara dengan santainya. Wanita itu memeluk bantal sofa dan asyik menonton acara gosip sore di televisi. Bukan tanpa alasan Sara mengatakan hal itu, Kimi terkadang memang suka berjanji akan melaksanakan sesuatu jika tujuan yang diinginkannya tercapai, semacam nazar. “Mami GR, bukan itu!” Kimi mencebik, ia lantas bangkit dan pergi meninggalkan Sara sebentar menuju dapur.“Apa? kamu mau martabak manis?” teriak Sara setengah peduli ke putrinya itu. "Pesen aja via go back."Sara masih menatap layar televisi saat Kimi kembali dengan membawa dua cangkir teh di tangannya. Menyuguhkan teh itu ke maminya, Kimi pun bertanya,” Mi, kalau ada pria yang tanya apa kamu sudah punya pacar, Mami tahu nggak itu artinya apa?”“Suka sama kamu lah apa lagi? jangan sok polos deh Kimoci,”
“Onikim, kasih obat Eyang biar cepat sembuh!” Segara menarik-narik tangan Kimi, yang baru saja akan melepas sepatunya. Karena sang mami sakit, Kimi memutuskan untuk menginap lagi di rumah orangtuanya hari itu. Apa lagi ada dua keponakannya yang lucu di sana. Belum juga menghalau Segara, kini giliran Biru yang menarik tangannya, alhasil empat kotak makan kosong yang dia bawa jatuh ke lantai.“Biru! Segara! Kasihan onty Kiminya baru pulang.” Mina mendekat lalu membungkuk memungut kotak-kotak itu. “Banyak banget kotak makanmu, emang Mami masak apa tadi?” Mina berjalan masuk dan meletakkan kotak itu di meja makan di mana Sara dan Faraj sedang duduk mengobrol di sana.“Itu bukan koperwere Mami.” Sara menatap wadah makan yang diletakkan Mina, menyebutkan merek sebuah produk wadah makanan dan minuman yang dulunya sangat digilai Sara sampai mengoleksinya beberapa.“Hem … tadi pagi Pak Richard memberikan makanan untukku. Aku memberikannya bekal nasi uduk dari Mami dan dia menggantinya denga
“Dia sudah berada di surga.” Jawaban Kimi terus terngiang di kepala Richie. Antara senang dan sedih mendengar jawaban gadis itu atas pertanyaannya tadi. Jadi, apa mungkin sainganku adalah pria yang sudah mati? Richie membenturkan punggungnya ke sandaran jok mobil. Ia merasa mengejar Kimi jauh lebih berat dari pada mengejar Abel yang dulu menjalin kisah asmara dengan kakaknya sendiri. Pria itu mendengkus, jika pada akhirnya Abel tidak Richie dapatkan, akankah sama juga sekarang? Mungkinkah dia juga tidak akan berakhir menjalin kisah dengan Kimi? - - - Richie berubah menjadi sosok yang pendiam tiga hari ini. Ia tak lagi mendatangi klinik untuk bertemu dengan Kimi. Penyakit ‘malarindunya’ sudah berubah menjadi penyakit ‘baper’ akut. Tidak pernah Richie merasa se insecure ini di dalam hidupnya, apa lagi dengan orang yang sudah mati. Richie tiduran terlentang di pinggiran kolam. Matanya menatap ke langit di mana bintang malam itu terlihat tidak nampak sama sekali. Sepertinya sosok
Nova yang tidak tahan dan kasihan melihat kebucinan akut anaknya yang semakin menjadi-jadi, mencoba untuk mencari solusi dari teman-temannya di perkumpulan MAPAN yang dia gawangi. Wanita itu melempar pertanyaan 'Bagaimana ya cara mendekatkan seorang pria yang begitu tertarik pada seorang wanita, tapi si wanitanya tak acuh' Sara yang membaca pertanyaan wanita yang dipanggil Mamano itu di grup MAPAN pun sampai tersedak biji semangka yang siang itu dia makan. Pikirannya tertuju kepada sosok putri kesayangannya si Kimi. Mungkinkah yang dimaksud Nova adalah mendekatkan putranya yang merupakan pemilik T Factory dan putrinya? Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan, Sara mencari jawaban yang tepat agar tidak membuat Nova tersinggung. Ia mencoba mengetik balasan, lalu menghapusnya kembali. Mengetik lagi dan menghapusnya, begitu terus sampai beberapa anggota yang lain satu persatu mulai membalas pesan Nova. Hingga satu pesan balasan membuat Sara kelimpungan, bagaimana tidak pesan dari nama kontak 'Ny
“Tidak baik, perempuan dan laki-laki dewasa berada di satu ruangan seperti ini Pak.” Kimi masih mematung, sebagai gadis dewasa ada perasaan takut di dalam hatinya, jika pria yang sekarang sedang berdiri menatapnya itu melakukan hal-hal di luar nalar nantinya.Richie seketika lesu dan memilih untuk tidak mendebat Kimi. Ia meletakkan bungkusan makanan yang sedari tadi berada di tangannya ke meja dan memilih berjalan meninggalkan apartemen Kimi. Tak lupa dia berbisik saat melewati gadis itu yang kini merasa bersalah karena seperti mengusirnya dengan cara yang kurang sopan.“Makan lah! aku sudah membelikannya untukmu.”Kimi menghela napasnya, pada akhirnya dia harus berbalik dan memanggil nama pria itu,” Pak Richard, apa anda suka ayam panggang?”Richie yang hampir menekan password pintu apartemennya pun menahan senyumannya. Ia memalingkan muka dan menanyakan apakah Kimi bersedia dan tidak keberatan makan bersama.“Sesekali tidak masalah,” jawab dokter cantik itu sambil melebarkan lagi d