Langit malam tampak cerah, dihiasi oleh jutaan bintang serta cahaya bulan yang meneranginya begitu indah kala memandangnya. Lukas bersama Gerald duduk di bawah sorot lampu balkon ruang kerja milik Lukas, keduanya menikmati malam ini dengan sedikit minum anggur. Selagi para wanita bersama anak-anak bersama mereka berdua pun tak ingin kalah.
“Bagaimana dengan hubungan Kalian? Apakah ada keinginan untuk menikah di antara Kalian berdua?” Lukas kembali menyesap kembali anggur yang ada di gelasnya.
Gerald menatap langit malam sejenak lalu menundukkan kembali kepalanya, lalu berkata. “Entahlah, aku pun belum tahu. Aku takut jika nanti aku belum bisa melupakan mendiang Istriku.”
“Aku juga tidak ingin menyakitinya bahwa aku masih mencintai mendiang Istriku.” Gerald tersenyum pahit, sembari menggoyang-goyang gelas di tangannya.
Lukas bukanlah tipe orang yang bisa menghibur, maka dari itu ia tidak bisa berkata lebih banyak di depan Gerald. Dia hanya akan
Sebuah mobil membelah gelapnya jalanan di malam hari. Gerald memberhentikan mobilnya di sebuah vila yang berada di pesisir pantai. Ia keluar dari mobil, berjalan pelan menyusuri pantai panjang dengan pasir putih. Debur ombak pantai terdengar berirama Gerald berdiri di tempatnya pandangannya tertuju ke arah laut. Dalam bayangannya tampak seorang wanita dan seorang anak perempuan sedang berlari di kejar oleh seorang pria, itu adalah bayangan Gerald sendiri beberapa waktu silam kenangan manis itu masih membekas dalam ingatannya. Gerald duduk di atas pasir, tangannya meraih pasir lalu menjatuhkannya kembali, sekilas ia teringat akan senyuman hangat dari Joana, akan tetapi sedetik kemudian ia tidak bisa melepaskan kesedihannya. Ia seakan terjerat masa lalunya, dadanya sesak membayangkan kepergian mendiang Istrinya. Ia menjatuhkan tubuhnya menatap langit yang dipenuhi oleh banyak bintang, malam yang sunyi itu diterangi oleh sinar bulan yang sangat indah dan menakjubka
Jiwa Yo Han masih terguncang atas pernyataan yang dilontarkan oleh Nari, bahwa dia kehilangan hak istimewanya untuk menjadi seorang ibu itu kandas bersama dengan calon anak miliknya. Rasa bersalah semakin besar di hatinya, dadanya terasa sesak saat memikirkannya, ia memukul-mukul dadanya berusaha untuk menyadarkan dirinya sendiri. Namun hatinya merasakan sakit yang teramat pedih setelah kehilangan anak, dia juga kehilangan wanita yang sangat dicintainya. Yo han menampar dirinya sendiri.“Yo Han sadarkan dirimu! Jika kau mencintainya dengan tulus kau tidak akan keberatan tentang ia tidak bisa memiliki anak. Kamu seharusnya mengejarnya.” Yo Han seakan mendengar bisikan di telinganya. Seketika Yo Han bangkit dari duduknya. Berusaha mengejar Nari yang sudah pergi sedari tadi. Marvel mengantarkan Nari kembali ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan Nari tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Nari memejamkan kedua matanya sesekal
Di dalam perjalanan, Yo Han mengemudi dengan kecepatan yang cukup tinggi ia berusaha untuk mengejar wanitanya. Berharap ia mau menghabiskan hidupnya bersamanya, ia yang sudah membulatkan tekadnya untuk menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Walau awalnya dia terkejut namun Yo Han tak ingin menyerah begitu saja. Pikirannya sudah melayang ke mana-mana, ia takut jika dirinya akan kehilangan lagi wanita yang sangat berarti untuknya. Saat Yo Han melewati persimpangan, tiba-tiba sebuah truk melintas menerobos lampu merah, Yo Han yang berada di dalam mobil menatap ke arah truk yang datang. Lalu mengalihkan pandangannya pada sisi Kanannya, siswa-siswi taman kanak itu tengah berada di dalam mini bus, jika ia menghindar otomatis akan banyak korban berjatuhan. Yo Han menguatkan hatinya dia mengerem di tengah jalan bersiap menerima hantaman yang akan mengguncang dirinya. Di dalam pikirannya hanya ada Seo Nari. “Nari, maafkan aku.” “
Di sudut ruangan tampak seorang wanita muda tengah menatap ke arah luar jendela. tatapannya yang terlihat kosong justru tengah berdialog dengan rintik hujan yang mulai menderas. Sesekali bibirnya tersenyum pahit. Entah apa yang coba dia kisahkan pada ribuan rintik itu. Yang pasti, dia tidak dalam kondisi hati yang baik. “Nari,” seketika wanita yang berdiri di sudut itu berbalik menatap pada seorang pria yang memanggilnya dari arah belakang. Nari tampak sangat rapuh, tatapannya begitu pilu, manik yang indah itu tenggelam dalam air mata tanpa bisa mengeluarkannya. “Ada apa?” Nari menjawabnya dengan nada suara yang terdengar dingin. Seo Joon menghela napasnya dengan berat hati ia berkata. “Nari, apa kau ingin pergi ke rumah sakit?” mendengar suara Seo Joon Nari menatap ke arahnya. Nari segera beranjak dari tempatnya, ia memegang tangan Seo Joon dengan penuh harap mendapat kabar baik tentang Yo Han. Namun Seo Joon menggelengkan kepalanya.
“Aku akan pulang lebih dulu, jika terjadi sesuatu aku harap kalian menghubungiku.” Setelah berpamitan Lukas beranjak pergi dari rumah sakit. Hari yang cerah telah berganti dengan gelapnya malam. Lukas yang berada di dalam mobil berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Seo Joon dan juga Nari, mobil yang dikendarai mereka menuju ke arah rumah sakit. Sedangkan mobil yang membawa Lukas menuju ke mansion nya. Saat melewati sebuah toko kue tiba-tiba Lukas meminta Jay untuk menghentikan mobilnya.“Jay,” walau suaranya pelan, Jay dapat mendengar dan mengerti tentang isyarat darinya. Ia pun menepikan mobilnya di area parkir sebuah toko kue. Jay menatap ke etalase kue di sana terpajang kue kesukaan anak-anak.“Jay, tolong kau belikan kue kesukaan anak-anak. Aku akan menunggu di sini.” Lukas menyerahkan kartu Hitamnya pada Jay untuk membayar kue yang akan dibelinya.Jay meraih kartunya lalu beranjak keluar dari d
Conan telah berangsur stabil, raut wajahnya tak sepucat tadi. Conan perlahan membuka matanya. Yang terlihat pertama kali adalah kepala Ibunya yang menunduk seraya memegang salah satu tangannya.“Ibu,” suaranya terdengar begitu lemah. Clarisa yang mendengarnya segera mengangkat dagunya ke atas sehingga dia bisa melihat Conan yang sudah mengulas senyum untuknya.“Sayang, bagaimana keadaanmu? Bagian mana yang sakit?” Clarisa bertanya dengan cemas.“Aku tidak apa-apa Bu, maaf karena membuat semua orang khawatir.” Ia mengedarkan pandangannya. Semua orang tampak cemas dan berkumpul di sekitarnya.“Christ, kemarilah.” Conan menyadari Adiknya yang sudah berlinang air mata. Ia tersenyum lembut padanya. Christian menghampiri Conan yang terbaring di sofa. Christian yang terisak membuat semua orang sedih.“Maaf Christ, sudah membuatmu terkejut. Aku tidak akan meninggalkanmu begitu cepat.”
Tok tok terdengar suara pintu di ketuk. “Ayah, apa aku boleh masuk?” suara khas anak-anak itu terdengar dari balik pintu. “Masuklah.” Lukas mempersilakannya untuk masuk ke dalam. Sesaat kemudian Christian masuk. Ia melihat Lukas tengah bergelut dengan pekerjaannya. “Ayah,” suaranya kembali menggema di seisi ruangan. “Ada apa?” Lukas menghentikan aktivitasnya, lalu menatap ke arah Christian yang berjalan masuk. Christian berdiri di hadapan Lukas mereka hanya terpisah oleh meja yang menghalangi keduanya. “Ayah, bolehkah aku bersamamu?” Christian meminta waktu untuk berdua. Lukas menatapnya lekat. “Mendekatlah.” Lukas melebarkan kedua tangannya untuk menyambut kedatangan Putra keduanya. Christian dengan senang hati dia berhambur ke dalam pelukannya. “Tidak biasanya kau manja seperti ini?” Lukas mengusap lembut punggung kecilnya. “Aku? Hanya saja aku ingin lebih lama menghabiskan waktuku dengan Ayah. Karena sejak dulu
Dokter dan perawat keluar bergantian. Di luar pintu mereka sudah di tunggu oleh Nari, dan yang lainnya. “Dokter, bagaimana keadaannya?” Nari bertanya dengan keadaan tubuh yang gemetar. Suaranya tertahan menahan tangis. “Saat ini keadaannya sudah stabil kembali. Tuhan masih memberkati pasien. Tetapi kami tidak bisa menjaminnya. Semoga saja pasien dapat melewati masa kritisnya.” Selesai menjelaskan para Dokter dan perawat meninggalkan semua orang yang tertunduk lesu. Tubuh Nari mundur ke belakang, kedua kakinya seakan tidak bisa lagi menahan berat beban tubuhnya sendiri. Marvel dengan sigap menangkap tubuh Nari yang terhuyung. “Kau tidak apa-apa?” Marvel bertanya dengan cemas. Nari tak mampu berkata. Sorot matanya begitu kosong. Gerald dan Raymond juga tidak hanya khawatir dengan Yo Han. Nari juga tak luput dari perhatian mereka. Marvel membawa Nari untuk duduk di kursi tunggu, Gerald mendekati Nari. Ia setengah berlutut di