[Sistem: Anda telah dikeluarkan dari Guild Domination.]
"Argh!"
Della mengacak-ngacak rambut dengan frustrasi saat notifikasi pertama yang dia dapat setelah online lagi pada permainan yang dia sukai malah pemberitahuan bahwa dia dikeluarkan secara tidak terhormat oleh guildnya sendiri. Della telah memainkan permainan itu hampir setahun lamanya. Dia selalu online tepat waktu, dan mengikuti semua event bersama dengan anggota guildnya tanpa pernah mengeluh sedikit pun. Della tidak pernah mencari masalah atau menyinggung siapa pun di dalam guild tersebut. Jadi dia tidak mengerti, mengapa kini dia harus dikeluarkan secara tidak terhormat dari guild besar tersebut.
Tales of Dungeon. Itu merupakan nama dari permainan MMORPG yang tengah digemari oleh orang-orang penikmat permainan online. Permainan yang mengajak pemainnya untuk menelusuri dungeon-dungeon yang tersedia di dalam dunia fantasi untuk mendapatkan harta yang tidak ternilai harganya. Tentu saja, untuk mendorong para pemain bersedia menelusuri dungeon dan bertambah kuat, game online itu juga menyediakan fitur guild di mana setiap beberapa waktu sekali mereka akan mengikuti turnamen untuk menentukan hak ekslusif dari kepemilikan dungeon kelas atas. Semua pemain wajib masuk ke dalam sebuah guild pada level tertentu, agar mereka mendapat ijin untuk menjelajahi dungeon yang dimiliki oleh masing-masing guild.
Dari semua guild yang ada di game tersebut, Guild Domination adalah guild paling terkenal yang ada di game tersebut. Lebih dari lima puluh persen dungeon yang ada di game berada dalam kekuasaan guild tersebut berkat kekuatan mereka. Berkat keuntungan yang mereka miliki, guild tersebut selalu menjadi incaran semua pemain baik pemain lama maupun baru. Banyak orang rela membayar mahal hanya untuk menjadi anggota dari guild tersebut. Proses masuknya sangat sulit. Dan menjadi member tetap guild tersebut, jelas lebih sulit lagi.
Della adalah salah satu orang beruntung yang berhasil memasuki guild paling bergengsi di game tersebut. Karena dia bermain saat game tersebut belum lama rilis, Della telah berada di guild terkenal itu sejak guild tersebut hanya berisi beberapa anggota saja. Della adalah salah satu pemain yang berkontribusi besar untuk mengembangkan guild terbesar tersebut. Dia selalu membantu ketika guild tersebut melebarkan sayap mereka. Della selalu di sana saat mereka kesulitan untuk menyelesaikan dungeon yang sulit. Dia adalah salah satu anggota terlama. Namun bahkan anggota lama sepertinya, bisa ditendang seperti sampah tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh orang-orang yang dulu dia anggap sebagai rekan.
Masih tidak percaya dengan status barunya sebagai lone ranger, Della mencoba membuka profil untuk melihat bahwa semua teman-teman yang dia miliki di guild tersebut telah memblokir IDnya sehingga dia tidak bisa bertukar pesan lagi dengan mereka. Kini Della benar-benar marah. Dia merasa ditinggalkan oleh semua orang, tanpa alasan yang jelas pula.
Ketika Della pertama memainkan game tersebut, tepatnya satu tahun yang lalu, Della bermain hanya karena dia ingin melarikan diri dari jadwal padatnya di kehidupan nyata. Della yang selalu dituntut sempurna di dunia nyata akhirnya bisa merasa bebas berekspresi di dunia game tersebut. Dia bisa memiliki teman, bermain bersama, dan bersenang-senang tanpa perlu khawatir pandangan orang lain terhadapnya lagi. Della tumbuh semakin mencintai game tersebut setiap harinya. Dan guild yang menaunginya, adalah segalanya bagi Della.
Tiba-tiba kehilangan segalanya dalam satu waktu, Della benar-benar merasa kosong jauh di dalam hatinya. Dia malu karena berita dia yang telah dikeluarkan dari guild secara tidak terhormat pasti telah menyebar ke mana-mana. Dia adalah anggota lama yang banyak dikenal orang. Setelah dikeluarkan dari guild, gadis itu yakin reputasinya pasti telah meluncur jatuh ke tanah tanpa bisa diselamatkan lagi.
Della menatap lama ikon game yang ada di laptop. Inginnya, dia berhenti bermain sekarang. Karena selain dari anggota guildnya, teman-teman di luar guildnya mulai membanjiri kolom pesannya dengan berbagai pertanyaan saat ini. Mereka menerka alasan sebenarnya sampai anggota lama seperti Della harus dikeluarkan secara sepihak begitu. Beberapa menduga bahwa Della diam-diam telah menyinggung Ketua Guild Domination. Dan beberapa lagi, mulai menyebarkan rumor bahwa Della bukanlah anggota yang baik selama dia berada di guild besar tersebut.
“Kurang baik apanya. Aku yang menemani mereka saat guild itu hanya memiliki satu dungeon kelas C di bawah kepemilikan mereka,” teriak Della di dalam hati. Gadis itu mengabaikan pesan orang-orang itu dengan kesal, sebelum dia memainkan karakternya untuk masuk ke dalam guild yang lain.
Pergi ke beberapa tempat, Della selalu mendapat jawaban yang sama dari orang-orang yang bertanggung jawab dalam masalah perekrutan anggota baru guild. "Kami tidak bisa menerima Anda.", "Guild kami telah penuh.", dan "Kami tidak memiliki kuota untuk pemain dengan level tinggi.", adalah jawaban yang dia terima dari orang-orang itu. Della putus asa. Dia benar-benar tidak mengerti, mengapa dia, tiba-tiba saja tampak dibuang oleh orang-orang dalam game tersebut.
Mereka yang dulu selalu menyapanya dengan ramah, berbalik memberinya jawaban dingin setelah dia kesusahan begini. Della menjelajahi dunia game tersebut dengan putus asa, sampai dia akhirnya sampai di guild terakhir yang bisa dia datangi untuk perekrutan member baru.
Della datang dengan harapan besar. Dia bertanya sekali lagi pada bagian perekrutan dari guild tersebut, hanya untuk mendapat kalimat penolakan sekali lagi.
"Maaf, kami tidak bisa menerimamu," kata perekrut itu. Della mengerutkan alisnya, sebelum menanyakan apa yang ada di pikirannya selama ini.
"Mengapa? Aku akan menjadi anggota yang rajin online... Aku juga sudah punya pengalaman di game ini. Aku telah terbiasa menjelajahi dungeon. Perekrut member baru guild selalu mencari orang seperti itu bukan?"
Perekrut itu terlihat bingung. Mereka terdiam untuk beberapa saat, sebelum perekrut tersebut menyatakan alasannya dengan jelas kali ini.
"Level Anda sudah terlalu tinggi untuk masuk sebagai anggota baru dalam guild kami. Kami juga tidak memiliki Dungeon level tinggi yang bisa dimasuki olehmu. Belum lagi... Kamu biasanya bekerja sama dengan Guild Domination untuk menjelajahi Dungeon yang sulit kami selesaikan sendiri."
Della mengerti maksud dari ucapan bagian perekrutan tersebut. Selama dia dicap sebagai pengkhianat dari Guild Domination, bahkan jika dia kuat, tidak akan ada guild lain yang cukup berani dan mau menerimanya. Bukan hanya mereka takut Della merampok Dungeon mereka, guild lain juga pasti takut mereka akan menyinggung Guild Domination jika mereka menerima Della dalam guild mereka. Dunia game yang seharusnya menyenangkan, benar-benar sudah dikotori oleh politik kotor pada saat ini.
Della berhenti bicara setelah itu. Merasa tidak berguna, dikhianati, dan kesal membuat Della segera log off dari game favoritnya tersebut. Gadis itu berbaring di kasurnya dengan tatapan kosong. Game Tales of Dungeon adalah satu-satunya hiburan yang dia miliki di dunianya yang bagai kertas hitam putih. Namun kini, bahkan sumber kebahagiaannya tidak dapat membuatnya bahagia lagi. Perasaan sedih menguasai hatinya. Della mengusap wajahnya dengan kasar. Jika dia tidak bisa bermain game, satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah kembali menghadapi jadwal kegiatannya yang tidak masuk akal.
Della bangkit dari tempat tidur dengan perasaan rendah. Gadis itu mematikan kembali laptop yang dia miliki, sebelum menghampiri meja belajarnya untuk mengulas pelajaran yang dia dapat hari ini.
Della hanya bisa berharap, belajar bisa membuatnya lupa akan perasaan kecewa bahwa bahkan di dunia game, keberadaannya ternyata tidak bisa diterima oleh orang-orang.
Di lorong rumah sakit, Della berjalan tergesa-gesa dengan pakaian kelulusannya. Setelah Della mendengar kabar yang diberi tahu oleh Erina, gadis itu tidak bisa menunggu lagi saat dia langsung pergi ke rumah sakit. Sama seperti Erina, mata Della sangat merah ketika dia tidak bisa menghentikan dirinya untuk menangis. Della tidak lagi peduli bahkan jika dia menjadi tontonan orang lain. Della hanya memiliki satu tujuan saat ini. Kakinya terus melangkah, sementara jantungnya berdetak semakin cepat. Sesuai dengan arahan Erina, Della pergi ke ruangan yang berbeda kali ini. Begitu Della memasuki ruangan itu, tangisnya yang tertahan akhirnya pecah juga. Della menangis seperti anak kecil, ketika dia melihat Austin telah membuka mata dan tersenyum saat melihatnya. Melihat bahwa seseorang tampaknya lebih merindukan putranya, Erina memberi kesempatan agar Della menjadi orang pertama yang menghampiri Austin. Wanita itu menangis bahagia, ketika dia melihat senyum di wajah dua remaja yang memiliki t
"Selamat atas kelulusan kalian semua!"Hujan bunga turun dari atas auditorium setelah Darius sebagai kepala sekolah, selesai dengan pidatonya. Semua murid bersorak senang, ketika mereka akhirnya selesai dengan jenjang sekolah menengah atas mereka. Dengan diputarnya lagu perpisahan, masing-masing murid segera berkumpul dengan teman mereka untuk merayakan momen perpisahan mereka. Beberapa dari mereka bahkan ikut menghampiri jajaran guru, dan mengungkapkan ucapan perpisahan mereka dengan tulus. Di auditorium besar itu, Della dikelilingi oleh teman-teman terdekatnya. Baik itu dari rekan OSIS maupun teman sekelasnya, mereka semua mengelilingi Della untuk mengucapkan kata-kata perpisahan mereka. Della membalas ucapan mereka semua dengan tulus. Mereka menghabiskan waktu baik bersama, sampai tatapan Della tiba-tiba jatuh pada seseorang. Setelah perpisahan terakhir mereka, Della memang tidak lagi pernah bicara dengan Adam. Pria itu juga tidak lagi berinisiatif mendekatinya, sehingga mereka m
Hari ini, Della menatap pantulan dirinya dari kaca yang ada di kamarnya. Dengan gaun sederhana berwarna biru muda, Della telah siap untuk menghadiri pernikahan sepupu Austin. Sejujurnya, Della merasa sangat gugup karena akan bertemu dengan anggota Guild Golden Clover untuk pertama kalinya. Namun gadis itu telah bertekad untuk datang, apalagi ketika undangan untuknya dikirim oleh Austin yang tidak sempat memberikan undangan tersebut secara langsung pada hari penusukannya. "Della, Di mana tempat ketua guildmu itu melangsungkan pernikahan? Jika kamu tidak keberatan, Mama bisa mengantarmu ke sana."Ketika Della bertemu dengan sang Ibu begitu dia ingin pergi, wanita itu langsung menawarkan diri untuk mengantar putrinya pergi. Namun Della menggeleng dengan yakin. Della melihat bahwa ibunya sendiri telah siap dengan pakaian kerja. Tanpa perlu bertanya, Della sudah tahu bahwa dia hanya akan menganggu waktu bekerja ibunya jika dia menerima tawaran itu. "Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa menggunak
Della menatap sedih Austin yang masih tidak sadarkan diri di ruang ICU. Berhari-hari sudah terlewat semenjak Della tinggal di rumah keluarga Austin. Namun sampai saat ini, Austin tetap tidak juga mau membuka matanya. Hampir setiap hari Della berkunjung, dan kembali tanpa mendapatkan kabar yang baik. Hari ini juga tidak jauh berbeda dari hari yang lain. Della menunggu Austin bangun, sementara Austin tetap memejamkan matanya dengan damai. "Austin, ibumu telah banyak membantuku dalam menyelesaikan masalah yang aku miliki dengan orang tuaku."Dengan suara kecil, Della mulai bicara pada temannya itu. Entah mengapa, Della selalu merasa sangat nyaman saat dia bicara dengan Austin dengan cara seperti ini. Di depan Austin, Della merasa bahwa pria itu tetap mendengarkan semua ucapannya saat dia bicara. Austin ada di sana untuk mendengarkannya, sekalipun pria itu berada dalam kondisi koma saat ini. "Dia memberiku tempat tinggal, dan bertekad untuk membuat orang tuaku merubah pandangannya tenta
Warning! Chapter ini sedikit menyinggung kesehatan mental.Erina berjalan tenang saat dia memasuki restoran terkenal yang secara ajaib sepi untuk hari ini. Seperti yang diharapkan dari keluarga sehebat keluarga Della, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyewa restoran terkenal selama sehari hanya untuk pertemuan antar orang tua. Seorang pelayan mengantarnya ke salah satu meja, di mana orang tua Della sudah menunggunya bersama dengan adik iparnya, Darius. Sejak awal, Erina memang tidak berharap orang tua Della mau menyambutnya dengan ramah. Namun tatapan dingin yang dia dapatkan setelah dia duduk, benar-benar terlalu tajam untuk Erina abaikan begitu saja. Wanita itu berusaha tersenyum sopan, walaupun kedua orang tua Della sama sekali tidak ingin bertukar keramahan dengannya. "Kami sibuk, jadi biarkan saya bicara langsung pada intinya. Della itu anak kami. Kami yang paling mengetahui apa yang ingin dia lakukan. Jadi kami harap, Anda segera mengembalikan Della ke tangan kami."Men
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,