Mommy's gonna kill me.
Batin Juanda Saga Fransiskus berucap ngeri sembari kepalanya memutar kilas balik. Mengingat momen ketika dia beserta para remaja alpha lain menghadiri kelas pelatihan alpha.
"Omega yang tengah heat, apalagi di hari pertamanya, memiliki persentase kehamilan 90%, terutama bila rahim mereka terisi oleh benih sperma alpha yang dapat langsung memulai pembuahan."
Saga menyimak secara fokus. Sementara di sampingnya, Ervano justru mengabaikan dan sibuk bermain game di ponsel.
"Maka dari itu, para alpha yang terhormat, ingatlah selalu untuk menggunakan pengaman ketika kalian berniat menggauli para omega. Terutama female omega yang masa suburnya selalu bereaksi." Profesor wanita di depan sana mengangkat tangannya, memegangi sebuah plastik yang membungkus karet pengaman. "Alat kontrasepsi inti bagi alpha; kondom. Untuk berjaga-jaga, jangan lupa membawa se
Juanda Saga Fransiskus celingukan, kanan-kiri, memastikan sosok yang tak ingin ditemui serta memergoki dirinya tak tertangkap pandangan. Merasa aman, dia lantas menggerakkan laju kaki menuju ke anak tangga, bersiap-siap naik ke lantai dua ke lokasi kamarnya berada."Saga?"Saat suara seseorang terdengar dari belakang punggung dan menahan gerak langkahnya seketika.Mengumpat tertahan, alpha muda ini lalu membalikkan badan untuk menghadap sang Mommy yang menatapnya penuh curiga sembari berkacak sebelah pinggang."Hey, Mom," sapa Saga kikuk sekaligus waswas karena dia pasti akan ditanyai hal yang macam-macam setelah ini."Where have you been?" Laura melipat kedua tangan di depan dada. "Kenapa kamu baru pulang jam segini?" tanyanya lagi, memicingkan mata untuk meniliti kondisi sang putra. Mendapati plester yang membalut lukanya pun sudah diganti.Saga yang kebingungan reflek
Ervano Johannes berdeham, selanjutnya memeriksa apakah napas dari mulutnya sudah cukup segar selagi tak lupa berkaca pada jendela di kediaman rumah sang kekasih yang kacanya berwarna gelap dan terlihat mengilap. Setelah itu, senyumnya mengembang pertanda bahwa dirinya telah siap. Kotak kado mungil berwarna putih dengan pita biru beserta buket bunga mawar merah muda diambil dari kursi di dekat jendela, untuk lantas disembunyikan ke belakang punggung menggunakan satu tangan sementata tangan lainnya mulai mengetuk pintu. Tidak butuh waktu lama, daun pintu terbuka dari dalam. Memunculkan sesosok wanita tinggi semampai yang sontak sedikit mendongakkan kepala menatap Ervano. "Selamat malam, Tante," sapa pemuda alpha itu sesopan mungkin sambil tak lupa menunjukkan senyum terbaiknya. Tidak terlalu kaku, tidak pula terlalu lebar karena dia masih ingat pendapat Febri kesayangannya yang menganggap senyu
Sayur-mayur, buah-buahan, rempah-rempah, bumbu bahan masakan, daging, potongan ayam hingga berbagai sajian makanan laut nyaris memenuhi setiap sudut di masing-masing meja dapur. Laura McLauren berkacak sebelah pinggang selagi terus mengarahkan para pelayannya membuat bermacam menu yang disarankan untuk dijadikan hidangan di meja makan malam nanti. Julius Fransiskus menyusul muncul, memperhatikan sambil tersenyum bagaimana sang istri terlihat bersungguh-sungguh menyuarakan setiap titah. "So busy." Mendengar suara sang suami dari balik punggung membuat Laura menolehkan kepala. "Of course, Darling. Calon menantu sama bakal besan kita mau datang. Masa aku mau santai-santai aja?" sahutnya lalu melahap satu buah cherry yang telah dicuci bersih. "Kamu mau?" Buah cherry dari tangan sang istri Julius langsung lahap. "Perlu aku bantu?" Laura menggelengkan kepala. "Nggak usah. Mendingan kamu siapin busa
"Saga! I miss you so much!" Semua orang mengangakan mulut mereka tatkala Jess sekonyong-konyong mendekap Saga dengan gelagat yang cukup mesra. Sementara Saga yang terlalu kaget, tidak mampu bereaksi banyak di tempatnya berdiri. Akan tetapi, sewaktu mata alpha muda ini terarah pada sang kekasih omega yang juga tengah memandanginya penuh tanya, kesadarannya segera kembali seketika. Saga mencengkeram lengan Jess cukup kuat. "Jess! What are you--Let me go!" Lalu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Jess hingga membuat pelukan yang didapatkannya terlerai. "What the hell are you doing here? Don't you know we're in the middle of dinner?" tanyanya dengan nada sengit sembari merapikan jas yang dipakai. Jess Harrald McLauren, pemuda yang tak lain merupakan bagian dari golongan alpha bangsawan McLauren serupa Laura ini menunjukkan senyuman lebar. "Of course I know. So, let me join," ujarnya sambil menarik lengan Saga ke dalam peluk
"Jadi, maksud Tante, Jess ini yang bikin ...?" Feryan nyaris tak dapat mempercayai kenyataan apa yang baru saja dia dapati. "Iya, Feryan. Tante dan Ayahnya Saga juga baru mengetahui itu tiga hari kemudian setelah diberitahu pihak security di rumah. Bahwa katanya, Saga jatuh karena didorong oleh Jess. Tentu aja kami berdua nggak percaya karena waktu itu mereka berdua sama-sama masih anak-anak. Tapi, begitu melihat rekaman CCTV yang ada ... " Laura menunduk, menggeleng masygul dengan ekspresi kesal bercampur muram. "Kami nggak bisa menyangkalnya lagi." Feryan terperangah. "T-tapi kenapa, Tan? Kenapa Jess tega--" "Karena dia menyukai Saga, Feryan. Dia menyukai sepupunya sendiri," tukas Laura mengutarakan jawaban yang sesuai perkiraan, tapi tetap terdengar mengejutkan. "Yah, bisa dibilang, dia sangat terobsesi pada Saga. Jadi, saat hari itu Saga bercerita pada ayahnya mengenai kamu, dan Jess kebetulan juga ada di sana,
"Elo masih kesel?"Tanya itu tak dihiraunkan Feryan yang tengah memfokuskan pandangan di luar kaca mobil dengan ekspresi ketus. Di sampingnya, Saga yang memegangi kemudi sekadar menghela napas panjang. Sudah sejak mereka pergi dari kediamannya Feryan berlaku begini. Walau bukan tanpa alasan."I'm really sorry, okay? Jangan ngambek terus dong, Ryan." Saga mencoba menggenggam tangan Feryan yang terlipat di depan dada, dan sesuai dugaan, mendapat penolakan."Elo tuh ngeselin! Kebiasaan banget main nyium-nyium sembarangan!"Ya, benar. Sumber kekesalan Feryan saat ini adalah dikarenakan tindakan Saga yang secara lancang menciumnya di hadapan Laura serta para pelayan di kediaman Fransikskus ketika mereka hendak sarapan bersama. Meskipun ibu dari kekasih alphanya itu tak mempermasalahkan, tetap saja Feryan merasa jengah dan geram. Apalagi dia belum terbiasa apabila segala kemesraan yang mereka perbuat dipertontonka
"What are you guys looking at?" bentak Jess, tampak semakin muak sebab orang-orang yang diharapkannya memberi jawaban justru tetap memilih diam. "What's with the silent? Are you guys mute or something?" Tanya itu membuat Setya tersinggung. Dia siap berdiri untuk balik mengkonfrontasi tatkala Ervano sigap menahan. "No, Febri. Stay. Jangan dilawan. Biarin aja dia." Mau tidak mau, Setya menurut. Dia mendengkus, memandangi Feryan yang diyakini tengah memendam amarah juga kini. Bila menuruti mau sendiri, inginnya Setya melemparkan gelas berisi minuman ke wajah alpha bule kurang ajar di mejanya ini. Pemuda omega itu masih beradu sorot mata kesal dengan alpha sombong di sampingnya ketika akhirnya memutuskan untuk mengambil seluruh barang bawaan. "Gue mendingan pergi duluan kalo gitu. Kalian silakan lanjutin aja makannya," ucap Feryan lantas berdiri sambil memasukkan ponsel ke kantung celana. "Bye." Tanpa menghiraukan Jess, dia berlalu dari sana. Jess
Setya dan Ervano berjalan beriringan, Dyas berada di tengah-tengah, dengan Saga dan Feryan yang juga melangkah sambil bergandengan tangan. Bersama, mereka berlima berjalan-jalan mengelilingi mall sebagai pelepas penat setelah siang tadi berjumpa dengan Jess yang justru menghancurkan mood semua orang. Terutama Saga, yang kini tampak berulang kali mengelus-elus letak luka di sisi kepala yang didapatnya tempo hari. Melihat itu, Feryan mengernyit seraya turut menyentuh. "Kepala elo kenapa? Masih sakit, kah?" Mendengar tanya itu refleks saja Saga menggeleng pelan. "Huh? No. I'm fine. Nyeri sedikit aja, sih. Tapi udah nggak apa-apa asalkan gak dipegang, kok." Tepat sesudah dia mengatakan itu, tangan usil Ervano secara sengaja memukul bagian yang dimaksudkan dan membikin dia mengaduh. "Aww! You asshole!" Saga memaki sembari balas memukul bahu sahabat alphanya yang tertawa puas. "Oh. Beneran sakit?" Ervano sigap berdiri ke sisi paling kanan menghindari serangan balas