Happy reading ;)
***
Sepanjang perjalanan menuju mansion, Mike tak henti hentinya mengumpat kesal. Bagaimana bisa wanita itu menolak untuk kesekian kali ditengah respon tubuh yang sama sama menggetarkan. Mike menghela napas panjang seakan sesaknya melebihi yang ia rasakan sebelumnya.
"Aku hanya butuh waktu." kali ini Emily menjawab segala kegusaran pria bersurai dark brown disampingnya. Mike melirik sesaat, dan kembali menatap jalanan kota Manhattan yang mulai lengang. Ia tahu wanita itu butuh waktu, hanya saja ia pikir tak perlu waktu jika mereka sama sama menginginkan.
Maybach Exelero hitam terparkir sempurna di halaman utama mansion. Keduanya berjalan bersama namun Emily mundur beberapa langkah saat Alice berdiri tak jauh dari hadapan mereka.
"Mom??" Mike memeluk dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu.
"Apa yang kalian lakukan hingga pulang selarut ini?" Alice menatap curiga yang dibalas kekehan Mike.
"Oh God! Bahkan sekarang masih jam 8 Mom, dan kami hanya butuh udara segar, kepalaku rasanya ingin meledak menghadapi para wartawan."
"Aku menunggu mu diruang kerjaku." Alice menatap Emily sebelum pergi meninggalkannya lebih dulu. Kening Mike mengerut dalam, mengapa tatapan itu tampak serius? Tak mungkin jika ibunya membicarakan perihal kejadian kecelakaan malam itu.
Emily mengikuti langkah Alice, namun Mike meraih lengannya cepat.
"Apa yang terjadi?" Emily hanya mengangkat bahu kemudian kembali melangkah menuju ruang kerja Alice.
Wanita itu menghela nafas panjang, mengetuk pintu sebelum melangkah masuk, ia menatap sekeliling ruangan yang cukup besar dan simple. Desain ruang kerja dibuat dengan dominasi furnitur kayu dan besi, dinding cat warna abu-abu menambah kesan teduh dan nyaman. Dekorasi dengan konsep industrial sangat cocok untuk wanita paruh baya itu ditambah tanaman hijau dalam pot batu, dan aneka pajangan model geometri menambah kesan estetik serta unik.
"Duduklah," Emily menatap punggung Alice yang membelakangi nya.
Alice tengah membuka lembaran demi lembaran berkas diatas meja, ia memutar kursi untuk menaruhnya kembali dan berjalan santai hingga duduk berhadapan dengan Emily.
"Aku tahu kau bodyguard paling kuat di Russia," ia meraih teh hangat dan menyesap perlahan. Satu kaki yang bertumpu membuat wanita itu tampak elegan. Sedangkan Emily hanya menunggu kalimat selanjutnya.
"Dan, aku tahu kau seorang janda yang dibuang oleh keluarga Cloves,"
Kalimat yang begitu menohok membuat rasa sakit yang selama ini Emily tutupi kembali terbuka, ia benci. Terlebih ia begitu benci dengan orang yang tak tahu apapun tentang nya dapat dengan mudah berkata demikian, namun ia tak dapat membalas sepatah katapun mengingat dirinya hanya sekedar bodyguard. Ia tak menyangka jika Alice menyelidiki kehidupannya, namun justru hatinya berkata lain, seolah menyangkal wanita lembut seperti Alice mampu menyelidiki hingga sejauh ini.
"Aku tahu kejadian tempo lalu bukan murni karena musuh suamiku, tapi pelaku itu ingin membunuhmu, benar?" Alice menatap tajam kedua manik legam Emily, wanita ini terlampau datar tak ber ekspresi hingga Alice sulit menemukan kebenaran atau bahkan kebohongan dalam walnut itu. Rasa bersalah terasa mengalir dalam dirinya, harusnya ia tak berkata tanpa bertanya dengan orang yang bersangkutan, namun bukti yang ia terima terlampau nyata.
"Terlepas dari benar atau tidak, jangan bawa anakku kedalam masalah mu, Emily.. kau hanya bertugas menjaganya jadi kumohon jangan libatkan ia dengan urusan pribadimu." Alice menyandarkan tubuhnya, tangan yang bertumpu pada arm sit terkepal erat menahan rasa asing yang bergejolak antara kesal dan ragu bersamaan.
"Maafkan aku," jawabnya singkat. Ia tahu wanita dihadapannya terlampau khawatir pada anak satu-satunya. Entah mengapa sedikit rasa sakit mulai merambat mengisi hatinya, ia menghela nafas perlahan menepis rasa itu dengan lembut.
Mike bersembunyi saat pintu ruang kerja Alice terbuka, ia menatap Emily dengan helaan napas yang tampak sulit saat keluar dari sana. Dugaannya benar, Alice membicarakan kejadian malam lalu dan tanpa diduga ia mengetahui semua tentang Emily.
Mike segera menghampiri ibunya yang tengah menyesap teh dengan pandangan kosong. Tak segan Mike meraih lembaran kertas yang tersusun rapi diatas meja kerjanya.
"Siapa yang memberikan ini semua padamu?"
Tatapan Mike menajam sempurna, namun Alice tetap menikmati teh dengan santai. Ia menaruh kembali gelasnya dengan lembut, sama sekali tak terusik dengan amarah Mike yang mungkin akan meledak.
"Berhati-hatilah dengan wanita itu Mike," Alice melirik Mike, berjalan dan berhadapan dengan sang anak.
"Kau tak tahu apa apa tentangnya!"
"Bagaimana denganmu?!" Alice tersenyum sinis dan melipat tangan didada.
"Aku tahu melebihi siapapun." tegasnya.
"Omong kosong! Aku telah menghubungi Loginova untuk mengganti bodyguardmu,"
"Itu tak akan pernah terjadi dan aku pastikan orang yang telah menghasutmu menerima balasan dariku." Mike mengambil berkas itu dan pergi meninggalkan Alice dengan amarah tertahan, Mike membanting pintu kamar, meraih ponsel menghubungi sahabat satu satunya. Ia menatap lembaran kertas yang berisi Informasi tentang Emily, kini kertas itu telah menjadi gulungan bola kecil dengan sekali remasan.
"Ada apa kau menghubungiku bastard!" Suara seseorang disebrang telepon mampu mengalihkan fokus pria itu.
" Ck! Aku butuh bantuanmu, Ben."
"I know, kau bahkan menghubungiku saat kau butuh, shit!" Kesalnya.
"Selidiki keluarga Christian Cloves hingga hal terkecil sekalipun." Mike menatap tajam gulungan kertas itu kembali sebelum beralih pada suasana malam diatas balkon. Saat ini Benedict adalah sahabat satu-satunya yang ia percayai dalam hal apapun, termasuk dalam penyelidikan.
"Sesuai perintahmu, Sir!" Mike menutup sambungan telepon terlebih dulu. Ia menghela napas, melipat tangan didada kemudian bersandar pada dinding. Pikiran itu terlampau kacau berseteru dengan rasa indah yang merambat manis.
'Ini adalah permulaan' gumamnya dalam hati.
Sedangkan Emily menatap kosong langit langit kamar mandi yang bernuansa modern classic. Pikiran itu menerawang pada kenangan indah sekaligus menyakitkan. Pertemuannya dengan Christian adalah anugerah ditengah konflik keluarga nya sendiri yang tak kunjung padam. Kehadiran pria itu seakan membuka dunia bahwa diluar sana begitu banyak kebahagiaan yang dapat ia gapai, manik hazel yang begitu menenangkan selalu membekas indah dalam dirinya.
Bagaimana pria itu begitu lembut penuh canda saat bersamanya. Hingga pernikahan itu terjadi, Emily pikir menikah dengan Christian adalah satu satunya jalan terindah untuk memulai hidup baru sedangkan kedua orang tuanya lebih memilih berpisah sebagai jalan keluar.
Namun ekspektasi itu terlalu tinggi, hingga saat ia terjatuh, rasa sakit itu mampu memecahkan seluruh kepercayaan dan menggelapkan hatinya. Awalnya ia menyangkal, namun semakin ia berjuang seorang diri sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dengan perlahan. Terlebih saat Christian justru membiarkan ia disiksa oleh keluarganya. Hinaan dan perlakuan keji Christian dan keluarga tak mampu ia halau meskipun setengah mati mencoba melupakan. Amarah itu terlampau jelas mengubah dirinya menjadi seperti saat ini.
Kenyataannya sekarang, ia bahkan telah membunuh beberapa orang yang mengusik hidupnya selama bergabung bersama Loginova dan bertugas menjadi bodyguard pejabat politik maupun pengusaha. Baginya, Loginova adalah orang tua angkat yang begitu berjasa.
Wanita itu menghela napas dalam, sebelum menenggelamkan diri didalam bathtub berharap bebannya meluap bersama buih yang berkilau. Ingatan nya tertarik pada kejadian manis bersama Mike. Namun ia tak ingin mengalami hal yang menyakitkan untuk kedua kali. Menghindar adalah jalan satu satunya walau itu sulit dan mustahil.
***
-To Be Continued-
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Brilliant Doctor (On Going)
Happy reading ;)------------"Mengapa kau ingin mendatangi club?" Seperti biasa Jeff menjemputnya di kediaman Egbert dan membawa wanita itu pergi kemanapun yang ia mau. Lagi lagi Emily meraih cerutu menyesap dalam. Guratan wajah mungil wanita itu tampak kacau, Jeff tahu ia tengah menahan amarah dan bimbang sekaligus."Tak biasanya kau membatalkan misimu secara tiba-tiba," Jeff kembali menatap jalanan lengang yang mereka lewati. Harusnya mereka menjalankan misi malam ini, namun rencana itu berganti dengan mendatangi club yang sebenarnya tak mereka suka."Biarkan ia bersenang-senang saat ini sebelum bertemu ajalnya besok." Emily menyesap kembali cerutu yang setia diapit kedua jemarinya. Ia bersandar memejamkan mata menikmati udara malam kota New York."Menurutmu, apa wanita tua itu merencanakan sesuatu untukku?" Kelopak itu masih terpejam, namun ia tahu Jeff tengah memperhatikannya."Entahlah, wanita gila itu tak bisa ditebak," Jeff merampas
Happy reading :)------------"Apa ini alasanmu menolakku?" Manik cokelat itu menajam sempurna menuntut jawaban jujur dari wanita dihadapannya."Ya, aku menyukai Jeff," Emily menghela nafas panjang dan berlalu meninggalkan Mike. Ada rasa sesak yang menghantam perlahan. Bagaimana bisa rasanya seperti ini? Emily menggeleng samar, menaiki anak tangga dan menutup pintu kamar perlahan. Ia berjalan menuju bed kemudian merebahkan diri, mencoba terpejam berharap semua akan berlalu. Ia tak ingin menyakiti Mike dan membuat perpecahan didalam keluarganya yang hangat. Terutama ia lebih tahu siapa dirinya.Getaran ponsel mampu membuat mata itu kembali terbuka, ia meraihnya saat panggilan dari Loginova terpampang jelas pada layar lalu menekan tombol hijau."Apa sebenarnya yang kau inginkan?!" Sentak Emily geram, ia kini telah berdiri menghadap jendela kaca menatap gelapnya malam.Sedangkan wanita tua disebrang sana tengah menyesap red wine dan menggoyang
Happy reading ;)***Mike membiarkan wanita itu bergelut dengan rasa yang ia pun tak tahu, ia hanya melirik sesekali saat wanita itu terlalu sering membuang nafas berat seolah meluapkan semua beban yang memberatkan hatinya. Setibanya didepan gedung Citi Group, Emily membukakan pintu untuk sang boss dan membungkuk lalu mengikuti langkah itu menuju ruangan besar bertuliskan Chief Executive Officer Citi Group.Mike terhenti saat maniknya tertuju pada seorang wanita bersurai soft chocolate yang tengah duduk manis menunggu kedatangannya. Terlebih saat ia mengenakan dress maroon dari bahan sutra bercampur beludru membuat ingatan Mike kembali pada penghianatan yang wanita itu lakukan padanya.Mata cokelat Mike menajam tak suka saat wanita itu justru memberi senyum manis mempesona menyambut kedatangannya. Sedangkan Emily hanya diam tak berekspresi."Lama tak berjumpa denganmu Mike," wanita itu memeluk dan memberi kecupan singkat di pipi Mike. Pria itu hendak me
Happy reading ;)***Emily berdecak kesal saat Jeff benar-benar tak bisa menghentikan tawanya. Ia kembali menyesap cerutu yang telah menjadi candu disaat kacau."I'm so sorry, sweetie," Jeff terkekeh pelan dan berhenti pada satu titik merah GPS yang ia nyalakan selama diperjalanan. Ia meraih laptop, jemarinya mulai menari tangkas dan cepat meretas CCTV mansion Christian Cloves yang berada di Binghamton."Ia sedang berpesta dengan keluarga inti." Jeff terus menggulir kursor menampilkan beberapa penjaga disana. Emily menyeringai sebelum meraih Glock Meyer 22 dan bersiap masuk melancarkan aksinya."Kau yakin? Disana ada mantan mertuamu," Jeff menatap rasa sakit bercampur amarah dalam manik legamnya. Emily menarik sudut bibirnya serupa sinis. Kemudian mengantongi senjata itu kedalam saku celana. Tak lupa ia mengantongi Chlorophyll yaitu obat bius yang memiliki bentuk spray yang ampuh untuk melumpuhkan atau menenangkan syaraf lawan hingga bisa tertidur
Happy reading ;)***Mike terdiam melihat luka sayatan dibagian lengan dalam wanita itu, pada akhirnya ia memanggil dokter untuk memeriksa dan berujung dengan menjahit luka tersebut. Kening Mike mengerut saat Emily justru tak berekspresi kesakitan atau bahkan meringis.Mike menatapnya dengan helaan berat, terlebih ia penasaran dengan apa yang terjadi pada wanita bersurai golden blonde didepannya."Luka ini sedikit dalam, kurangi aktivitas berat dengan menggunakan tangan kananmu," dokter itu kembali menusuk needle hecting mengapit dengan navuder (klem) lalu menariknya membuat tali simpul disana."Ya, dokter," jawabnya datar. Emily menghembuskan napas berat, membosankan. Sebenarnya ia bisa melakukannya sendiri tanpa bius lokal yang dokter itu berikan. Ini terlalu lama dan memakan waktu baginya.Dokter itu memotong benang saat semua luka telah tertutup sempurna. Ia meraih kasa yang telah diberi alkohol untuk membersihkan luka disana."Kau tak p
Happy reading :)---------------"Aku tak akan membiarkan pria manapun untuk menyentuhnya," desis Emily tajam. Ia bergegas keluar dari mobil dan membuka pintu untuk Mike. Tangan pria itu terkepal kuat, kesal karena wanita itu selalu menolak disaat ia menerima semua masa lalunya yang keji.Mungkin benar, ia perlu suasana tenang untuk berpikir jernih walau sebenarnya ia tak suka mengulur waktu untuk sebuah keputusan. Langkah Mike berderap keras seakan luapan emosi itu dapat luruh seiring hentakan kaki yang menyusuri ruang utama mansion."Son, kau sudah pulang?" Alice melirik Mike dan Emily bergantian. Ia sedang menata beberapa hidangan makan malam."Yeah," jawab Mike malas. Ia menghampiri sang ibu menanamkan kecupan hangat seperti biasa."Kau tampak lelah, sepertinya kau harus ambil cuti dan liburan," Alice meraih gelas berisikan malbec yang terbuat dari anggur lalu memberikannya pada Mike."Maybe," Mike meraih gelas itu menenggaknya hingga ta
Happy reading ;)----------------Wanita cantik itu tak berhenti begitu saja, ia terus menggoda Mike dengan segala keliarannya. Namun pria itu sama sekali tak merespon. Ia hanya membiarkan wanita itu bertindak semaunya tanpa balasan.Mike mengumpat kesal saat rambatan asing kala ia menolak Emily untuk mengikuti. Rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, karena bagi Mike semua wanita sama seperti sampah, tetapi ia tak menyangkal mengapa rasa ini begitu berbeda? Sialnya ia menyukai wanita yang sudah jelas menolaknya.Dengan sekali sentak, Mike mendorong wanita itu hingga tersungkur. Ia kembali memakai kaus dan meraih jaket disampingnya. Pekikan wanita tersebut benar benar tak masuk kedalam gendang telinga, Mike hanya bimbang dengan pikiran kalut yang terus menyergap.Saat ini, ia butuh whiskey untuk sekedar menghilangkan penat. Langkah Mike begitu cepat mengisi anak tangga yang menyambungkannya dengan bar.Tak butuh waktu lama ia meraih gela
Happy reading ;)-----------------Emily meraih kotak obat yang diberikan dokter siang tadi. Kali ini ia ingin segera merebahkan tubuhnya, namun sebelum itu ia harus membuka kembali perban yang sempat merobek luka diarea yang sama."Shit!" Wanita itu meringis menahan sakit dan meraih pecahan kaca yang masih menancap pada perban dan menembus hingga dalam lapisan kulit. Ia benar-benar lengah saat pria itu menyerang dengan botol yang telah dipecahkan.Ia memutar perban itu perlahan dan berhasil membuat ringisan.Mike yang saat itu tengah menaiki anak tangga dan ingin kembali ke kamar, tak sengaja mendengar rintihan samar yang berasal dari kamar Emily. Ia bergegas berbelok dan membuka pintu kamar wanita itu."Emily?!" Pria itu melangkah lebar menghampiri Emily yang terduduk diatas bed dengan balutan perban kassa tercampur darah. Mike tak tahu jika wanita itu menahan sakit sedari tadi. Ia merutuki diri dengan melupakan kejadian di club dan mengabaikan