Happy reading ;)
***
Suasana di ruang konferensi pers tampak riuh, Mike memilih membawa semua reporter menuju ruang pers untuk diliput. Ia tak ingin berdesak saat di wawancarai. Emily dan Laurent membantu keperluan pria itu hingga seluruh staff dan reporter memasuki ruangan tersebut. Mike menjelaskan secara rinci perihal kejadian yang terjadi padanya. Ia juga membawa nama Emily sebagai bodyguard dalam penyelamatan. Ia tidak tahu siapa dalang dari kejadian tersebut dan berharap pelaku segera tertangkap. Pihak kepolisian juga turut hadir namun meminta keterangan lebih lanjut dikantor polisi.
Sesuai perintah, Emily menunggu dimobil saat Mike masuk kedalam kantor polisi untuk membuat keterangan. Wanita itu menggulir layar ponsel dan menyeringai tajam membaca satu pesan dari Jeff. Kepala cantiknya telah menyusun rencana indah untuk malam nanti. Emily memasukkan ponsel ketika Mike meminta nya keluar.
"Aku yang mengemudi." Tanpa kata, wanita itu keluar dan duduk dikursi penumpang.
Mike menghela napas berat, melonggarkan dasi sebelum berbaur dengan jalanan kota Manhattan yang semakin padat. Emily tak bertanya apapun saat Mike justru membawanya entah kemana, Walnut legam itu menikmati pemandangan alam yang mereka lewati, ia tak tahu jika New York memiliki tempat sejuk seperti ini. Perkebunan, taman luas dan bunga dengan kelopak berguguran menghiasi jalanan yang mereka tempuh. Woodstock, tempat itulah yang menjadi persinggahan mereka kali ini.
Dua jam berlalu Mike menepikan mobilnya tepat di pinggir sungai dengan perairan jernih, White River. Sekali lagi Emily dibuat takjub karena New York memiliki tempat indah seperti surga. Ia bahkan masih menikmati bagaimana udara sejuk itu mengisi dirinya yang kosong. Mike menatap surai yang bergerak lembut oleh terpaan angin membuat wanita itu tampak lebih cantik dan segar. Ia berdehem halus menepis rasa gugup.
"Keluarlah." titahnya.
Emily melirik sesaat sebelum mengikuti langkah Mike, Pria itu bersandar pada kap mobil, diikuti Emily yang terlihat menjaga jarak dengannya. Wanita itu melipat tangan didada pandangan nya lurus ke tepi sungai, ia sangat menikmati indahnya sungai itu, begitu menenangkan ditengah kehidupan kelam yang ia jalani. Andai saja ia seberuntung wanita lain yang memiliki keluarga utuh, hangat dan harmonis namun itu hanya sebuah perandaian yang mustahil baginya. Keinginan menjadi wanita yang dicintai oleh seorang pria memang ada, namun sepertinya takdir memberi jalan yang amat terjal hingga menjauhkan dirinya dari harap yang indah.
"Kau pernah berkunjung ke tempat seperti ini?" Mike meraih cerutu menghisapnya kuat, ia tak tahan dengan keadaan yang menyiksa saat Emily mencampakkannya, yang jelas ia tak tahu sejak kapan dirinya tertarik pada wanita angkuh dan dingin seperti Emily.
"Tentu," jawabnya singkat.
"Saat ini, right?" Tebak Mike mengejek.
"Yeah," kekeh Emily.
Mike menyunggingkan senyum, ia kembali menghisap cerutu kemudian menginjaknya dengan ujung sepatu. Pria itu berjalan menemui bibir sungai merasakan sejuknya air yang menggelitik setiap inci kulit yang terendam.
"Kemarilah," Mike mengulurkan tangan berharap disambut manis oleh Emily, nyatanya wanita itu memilih berjalan sendiri mengabaikan uluran tangan dan berdiri disamping Mike. Sekali lagi Mike menghela napas yang sedikit berat. Ia bahkan tahu jika Emily bukanlah wanita yang mudah didapat seperti wanita lain yang sering ia temui.
"Kau tahu mengapa tempat ini teramat jauh?" Mike kembali menatap walnut legam Emily, sesaat pandangan mereka bertemu seakan saling mengikat dan wanita itu tak bisa menghindar dari jerat halus yang mendebarkan.
"Itu karena tempat ini sangat istimewa, sesuatu yang istimewa tak bisa didapat dengan mudah bukan?" Kini jarak keduanya terlampau dekat, Emily tak bisa menjauh oleh daya tarik Mike yang menggebu. Ia justru terperangkap dalam gulungan ombak rasa yang dulu sempat tercipta. Hembusan nafas hangat pria itu menggelitik kulit wajah yang saling berdekatan.
"Begitu juga wanita, wanita istimewa tak bisa didapat dengan mudah.." punggung jemari itu membelai halus pipi mungil Emily, ia mengusap wajah yang kian merona indah. Dalam jarak sedekat ini, Mike menyadari keistimewaan yang wanita ini miliki ditengah ketidaktahuan tentang apa yang dilakukannya diluar sana.
Satu tangan Mike meraih pinggang Emily mengikis jarak, deru nafas yang tertahan menjelaskan bahwa wanita itu tengah berdebar oleh rasa yang telah bersarang dalam dirinya. Ia mencoba lepas dari jerat indah yang membahayakan. Namun genggaman Mike terlampau erat hingga tak bisa bergerak memberi celah.
"Lepas! atau aku akan membunuhmu!" Desis Emily penuh ancaman.
Mike meraih jemari itu menempatkan didadanya. Pupil Emily melebar sempurna saat telapak tangannya merasakan debaran jantung Mike, seakan ingin mendobrak rongga dada yang menghalangi.
"Mike.."
"Katakan, jika kau pun merasakan hal yang sama," Bisikan Mike begitu merdu membuatnya menegang bersama sensasi hangat yang menggelora. Ia tak dapat menampik bahwa dirinya merasakan rambatan asing saat bersama pria itu. Namun posisi nya saat ini tak memungkinkan, status mereka hanya sekedar boss dan bawahan. Ia sadar, dirinya begitu jauh jika dibandingkan dengan wanita yang selalu memuaskan pria itu dalam berbagai hal. Ia menginginkan namun tak bisa, Naif bukan?
Emily melepas genggaman Mike mencoba mendorong tubuhnya yang kian merapat, namun pria itu semakin menekan dalam hingga tak memberi kesempatan bagi udara untuk sekedar memisahkan.
"Katakan Emily," jemari itu merambat menggenggam pipi hingga tengkuk, manik cokelat Mike benar benar tak beralih sedikitpun untuk menarik walnut legam Emily.
Jemari Mike turun menyusuri leher hingga tepat berada diarea jantung, senyum manis mengembang menghiasi wajah rupawannya ketika debaran keras di dada wanita itu sama dengan debaran yang ia rasakan.
"Jangan menghindar Emily, kau tak bisa berbohong padaku," tangan Mike kembali menekan tengkuk nya kuat, ia menyapa bibir mungil itu dengan hati hati seakan rapuh penuh luka. Pupil Emily melebar sempurna namun tak bisa menampik rasa lembut yang ia terima dari Mike.
Emily meraih tengkuk Mike membalasnya perlahan, ia tahu ini salah. Namun tak ada cara lain untuk menghindar jika keduanya saling mendamba. Mike tersenyum menerima balasan lembut dari wanita itu, ia meraih jemari Emily untuk melingkar pada lehernya. Sedikit Mike membawa tubuh itu untuk saling menyatu memberi debaran dan sensasi gila yang begitu memukau.
Ia tak menyangka akan sebahagia ini bahkan hanya dengan berciuman bersama wanita yang ia cintai. Namun Mike sadar, jalan yang akan ia tempuh tak mudah. Seperti yang telah ia katakan, wanita istimewa tak bisa didapat dengan mudah, akan selalu ada liku yang terjal untuk dilewati. Sesuatu yang berkilau memang perlu usaha dan pengorbanan yang tak sedikit. Dan mungkin, ini saatnya ia meraih itu semua, memperbaiki hidupnya untuk sekedar memantaskan diri dan menggapai harap indah bersama wanita istimewa, Emily Blunt.
***
-To Be Continued-
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Brilliant Doctor (On Going)
Happy reading ;)***Sepanjang perjalanan menuju mansion, Mike tak henti hentinya mengumpat kesal. Bagaimana bisa wanita itu menolak untuk kesekian kali ditengah respon tubuh yang sama sama menggetarkan. Mike menghela napas panjang seakan sesaknya melebihi yang ia rasakan sebelumnya."Aku hanya butuh waktu." kali ini Emily menjawab segala kegusaran pria bersurai dark brown disampingnya. Mike melirik sesaat, dan kembali menatap jalanan kota Manhattan yang mulai lengang. Ia tahu wanita itu butuh waktu, hanya saja ia pikir tak perlu waktu jika mereka sama sama menginginkan.Maybach Exelero hitam terparkir sempurna di halaman utama mansion. Keduanya berjalan bersama namun Emily mundur beberapa langkah saat Alice berdiri tak jauh dari hadapan mereka."Mom??" Mike memeluk dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu."Apa yang kalian lakukan hingga pulang selarut ini?" Alice menatap curiga yang dibalas kekehan Mike."Oh God! Bahkan sek
Happy reading ;)------------"Mengapa kau ingin mendatangi club?" Seperti biasa Jeff menjemputnya di kediaman Egbert dan membawa wanita itu pergi kemanapun yang ia mau. Lagi lagi Emily meraih cerutu menyesap dalam. Guratan wajah mungil wanita itu tampak kacau, Jeff tahu ia tengah menahan amarah dan bimbang sekaligus."Tak biasanya kau membatalkan misimu secara tiba-tiba," Jeff kembali menatap jalanan lengang yang mereka lewati. Harusnya mereka menjalankan misi malam ini, namun rencana itu berganti dengan mendatangi club yang sebenarnya tak mereka suka."Biarkan ia bersenang-senang saat ini sebelum bertemu ajalnya besok." Emily menyesap kembali cerutu yang setia diapit kedua jemarinya. Ia bersandar memejamkan mata menikmati udara malam kota New York."Menurutmu, apa wanita tua itu merencanakan sesuatu untukku?" Kelopak itu masih terpejam, namun ia tahu Jeff tengah memperhatikannya."Entahlah, wanita gila itu tak bisa ditebak," Jeff merampas
Happy reading :)------------"Apa ini alasanmu menolakku?" Manik cokelat itu menajam sempurna menuntut jawaban jujur dari wanita dihadapannya."Ya, aku menyukai Jeff," Emily menghela nafas panjang dan berlalu meninggalkan Mike. Ada rasa sesak yang menghantam perlahan. Bagaimana bisa rasanya seperti ini? Emily menggeleng samar, menaiki anak tangga dan menutup pintu kamar perlahan. Ia berjalan menuju bed kemudian merebahkan diri, mencoba terpejam berharap semua akan berlalu. Ia tak ingin menyakiti Mike dan membuat perpecahan didalam keluarganya yang hangat. Terutama ia lebih tahu siapa dirinya.Getaran ponsel mampu membuat mata itu kembali terbuka, ia meraihnya saat panggilan dari Loginova terpampang jelas pada layar lalu menekan tombol hijau."Apa sebenarnya yang kau inginkan?!" Sentak Emily geram, ia kini telah berdiri menghadap jendela kaca menatap gelapnya malam.Sedangkan wanita tua disebrang sana tengah menyesap red wine dan menggoyang
Happy reading ;)***Mike membiarkan wanita itu bergelut dengan rasa yang ia pun tak tahu, ia hanya melirik sesekali saat wanita itu terlalu sering membuang nafas berat seolah meluapkan semua beban yang memberatkan hatinya. Setibanya didepan gedung Citi Group, Emily membukakan pintu untuk sang boss dan membungkuk lalu mengikuti langkah itu menuju ruangan besar bertuliskan Chief Executive Officer Citi Group.Mike terhenti saat maniknya tertuju pada seorang wanita bersurai soft chocolate yang tengah duduk manis menunggu kedatangannya. Terlebih saat ia mengenakan dress maroon dari bahan sutra bercampur beludru membuat ingatan Mike kembali pada penghianatan yang wanita itu lakukan padanya.Mata cokelat Mike menajam tak suka saat wanita itu justru memberi senyum manis mempesona menyambut kedatangannya. Sedangkan Emily hanya diam tak berekspresi."Lama tak berjumpa denganmu Mike," wanita itu memeluk dan memberi kecupan singkat di pipi Mike. Pria itu hendak me
Happy reading ;)***Emily berdecak kesal saat Jeff benar-benar tak bisa menghentikan tawanya. Ia kembali menyesap cerutu yang telah menjadi candu disaat kacau."I'm so sorry, sweetie," Jeff terkekeh pelan dan berhenti pada satu titik merah GPS yang ia nyalakan selama diperjalanan. Ia meraih laptop, jemarinya mulai menari tangkas dan cepat meretas CCTV mansion Christian Cloves yang berada di Binghamton."Ia sedang berpesta dengan keluarga inti." Jeff terus menggulir kursor menampilkan beberapa penjaga disana. Emily menyeringai sebelum meraih Glock Meyer 22 dan bersiap masuk melancarkan aksinya."Kau yakin? Disana ada mantan mertuamu," Jeff menatap rasa sakit bercampur amarah dalam manik legamnya. Emily menarik sudut bibirnya serupa sinis. Kemudian mengantongi senjata itu kedalam saku celana. Tak lupa ia mengantongi Chlorophyll yaitu obat bius yang memiliki bentuk spray yang ampuh untuk melumpuhkan atau menenangkan syaraf lawan hingga bisa tertidur
Happy reading ;)***Mike terdiam melihat luka sayatan dibagian lengan dalam wanita itu, pada akhirnya ia memanggil dokter untuk memeriksa dan berujung dengan menjahit luka tersebut. Kening Mike mengerut saat Emily justru tak berekspresi kesakitan atau bahkan meringis.Mike menatapnya dengan helaan berat, terlebih ia penasaran dengan apa yang terjadi pada wanita bersurai golden blonde didepannya."Luka ini sedikit dalam, kurangi aktivitas berat dengan menggunakan tangan kananmu," dokter itu kembali menusuk needle hecting mengapit dengan navuder (klem) lalu menariknya membuat tali simpul disana."Ya, dokter," jawabnya datar. Emily menghembuskan napas berat, membosankan. Sebenarnya ia bisa melakukannya sendiri tanpa bius lokal yang dokter itu berikan. Ini terlalu lama dan memakan waktu baginya.Dokter itu memotong benang saat semua luka telah tertutup sempurna. Ia meraih kasa yang telah diberi alkohol untuk membersihkan luka disana."Kau tak p
Happy reading :)---------------"Aku tak akan membiarkan pria manapun untuk menyentuhnya," desis Emily tajam. Ia bergegas keluar dari mobil dan membuka pintu untuk Mike. Tangan pria itu terkepal kuat, kesal karena wanita itu selalu menolak disaat ia menerima semua masa lalunya yang keji.Mungkin benar, ia perlu suasana tenang untuk berpikir jernih walau sebenarnya ia tak suka mengulur waktu untuk sebuah keputusan. Langkah Mike berderap keras seakan luapan emosi itu dapat luruh seiring hentakan kaki yang menyusuri ruang utama mansion."Son, kau sudah pulang?" Alice melirik Mike dan Emily bergantian. Ia sedang menata beberapa hidangan makan malam."Yeah," jawab Mike malas. Ia menghampiri sang ibu menanamkan kecupan hangat seperti biasa."Kau tampak lelah, sepertinya kau harus ambil cuti dan liburan," Alice meraih gelas berisikan malbec yang terbuat dari anggur lalu memberikannya pada Mike."Maybe," Mike meraih gelas itu menenggaknya hingga ta
Happy reading ;)----------------Wanita cantik itu tak berhenti begitu saja, ia terus menggoda Mike dengan segala keliarannya. Namun pria itu sama sekali tak merespon. Ia hanya membiarkan wanita itu bertindak semaunya tanpa balasan.Mike mengumpat kesal saat rambatan asing kala ia menolak Emily untuk mengikuti. Rasa yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, karena bagi Mike semua wanita sama seperti sampah, tetapi ia tak menyangkal mengapa rasa ini begitu berbeda? Sialnya ia menyukai wanita yang sudah jelas menolaknya.Dengan sekali sentak, Mike mendorong wanita itu hingga tersungkur. Ia kembali memakai kaus dan meraih jaket disampingnya. Pekikan wanita tersebut benar benar tak masuk kedalam gendang telinga, Mike hanya bimbang dengan pikiran kalut yang terus menyergap.Saat ini, ia butuh whiskey untuk sekedar menghilangkan penat. Langkah Mike begitu cepat mengisi anak tangga yang menyambungkannya dengan bar.Tak butuh waktu lama ia meraih gela