“Kau tak apa?” suara seorang wanita yang terdengar ceria memasuki ruang dengarku.
“Ah! Ju-judy Wolfgang!”
“Apa-apaan kau ini menggunakan nama lengkapku,” wanita berambut pendek itu duduk di sebelahku, “kau terlihat murung!”
Jujur saja aku terkejut dengan suaranya yang tiba-tiba masuk ke dalam telingaku.
“Aku sedikit tak enak badan.”
“Aku dengar kau diganggu lagi oleh Zack!” ia memiringkan kepalanya ke arahku, membuat rambut hijaunya jatuh ke bawah tertarik gravitasi bumi.
“Iya, seperti biasa dia akan terus menggangguku.” Aku tersenyum getir.
Sial! Kenapa di dunia ini pun aku menjadi orang yang tertindas!
“Kenapa kau tidak melawannya? Dasar anak kepala sekolah!” Ia menatapku dengan serius kemudian mengepalkan tangannya, “Kau tidak bisa terus-terusan di bawah perlakuannya! Kalau ada aku, pasti dia akan aku pukul!”
“Tadi ada Mary yang menolongku, jadi ia tidak berbuat lebih jauh.”
“Ma-Mary! Mary Thornton! Dia menolongmu? Hee? Benarkah?” manik mata merahnya menatapku tak percaya.
“Benar, ia bahkan menampar Zack.”
“Anak itu apa dia- Ah! Ricky sepertinya aku harus pergi!” ia tampak berusaha menutupi sesuatu.
Apa aku bisa meminta bantuan padanya?
Dari semua gadis mengerikan itu, Judy yang terlihat paling tidak berbahaya. Ia bahkan cukup dekat denganku dan Rudy. Baiklah, sepertinya itu tidak apa-apa.Terima kasih Ricky! Ingatanmu sangat berguna!
“Tunggu Judy...” Aku menahan tangannya,
“Aku bermimpi buruk, aku bermimpi bahwa Rudy akan meninggalkanku untuk selamanya.”
“Itu hanya mimpi bukan? Jadi kau tidak perlu khawatir! Jangan terlalu dipikir-”
“Kau tidak tahu rasanya Judy...”
Tanpa sadar air mataku mengalir, rasa sesak dalam dadaku menyiksa. Sepertinya perasaanku dan Ricky telah menjadi satu.
“Ricky... kau kenapa?” Ia menatapku khawatir, kemudian kembali duduk di sebelahku.
“Aku tidak mau kehilangannya, ia satu-satunya sahabatku...”
“Hei! Hentikan! Kalau tidak Zack akan mengejekmu!” Judy menepuk bahuku.
“Apa kau mau menolongku untuk menjaganya?”
Aku menyeka air mataku kemudian menatapnya penuh harap.
“Tanpa diminta pun aku akan menolong kalian! Hehe! Kalian temanku!” Judy tertawa sembari membulatkan jari jempol dan telunjuknya.
“Terima kasih Judy!” aku tersenyum lega.
“Ah iya! Aku lupa mengatakan kalau Mary ingin bertemu denganmu besok, bukan hari ini hehe! Hampir saja aku lupa!” ia menepuk jidatnya sendiri.
“Benarkah? Kalau begitu aku akan menunggu Rudy saja.”
“Bagaimana kau sudah merasa lebih baik?”
“Ah iya! Terima kasih Judy!”
“Kau terus mengatakan terima kasih, kalau begitu bagaimana jika kau membelikanku burger besok?”
“Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu Rudy di aula.”
“Jangan lupa! Itu uang muka! Haha! Selamat tinggal!” ia bangkit dan berlari sambil melambaikan tangan ke arahku.
*****
“Selamat Rudy! Kau berhasil!” aku menepuk bahunya.
“Terima kasih, bagaimana kalau kita merayakan ini?”
“Kalau kau yang membayar, sepertinya tak masalah hahaha!” aku menyenggol bahunya.
“Baiklah! Kita beli burger! Lewat belakang laboratorium saja biar cepat!” ia mendorongku ke arah kanan.
Aku menghentikan langkahku kala aku mendengar suara keributan dari balik sudut laboratorium.
“Apa yang kau lakukan!”
“Harusnya aku yang bertanya kepadamu.”
“Apa yang akan kau lakukan padanya?”
“Aku kira tidak ada urusannya denganmu.”
Aku memberikan isyarat pada Rudy agar tidak membuat suara keras.“Rick! Bukannya itu suara Judy dan Mary?”
“Benar, itu suara mereka berdua.” Aku menganggukkan kepala.
“Tak akan aku biarkan Ricky jatuh ke dalam genggamanmu!”
“Kita lihat saja, siapa yang akan mendapatkannya."
“Ka...kalian masih me...ributkan darah suci milik Ricky?”
“Rose! Jangan mengatakan hal itu di sini! Kalau ada yang mendengar kita dalam bahaya!”
“Kenapa? Kita bunuh saja, selesai.”
“Mary! Apa kau sudah gila?”
“Ki...ta tidak boleh membunuh... orang lain.”
“Mana yang lebih penting? Identitas kita atau Keselamatannya? Kalau kita membiarkannya hidup, ada kemungkinan dia akan membocorkan semuanya.”
Mendengar ucapan Mary, membuat kakiku bergetar hebat.
Jadi itu alasannya mereka mendekatiku! Darah suci dalam tubuhku!
“Ricky, ayo cepat! Kita tak bisa berlama-lama di sini.” Dengan wajah yang pucat Rudy mengajakku pergi.
Tiba-tiba aku mendengar suara ranting terinjak, tepat di bawah kakiku.
Rudy menarik tanganku dan berlari secepat mungkin meninggalkan tempat itu.“Hei! Kalian!” tiba-tiba suara menyebalkan milik Zack terdengar memanggil kami.
Rudy tak menghiraukannya dan terus berlari sembari menarik tanganku hingga tiba di restoran cepat saji yang tidak jauh dari sekolah.
“Kau mendengarnya Rudy?” Aku mendudukkan tubuhku yang gemetar.
“Iya aku mendengarnya, jangan katakan apa-apa anggap saja kita tidak tahu sama sekali.” Rudy menatapku dengan serius.
“Baiklah.”
“Apa kau tahu maksud mereka dari darah suci?”
Aku tidak ingat dalam permainan itu menyebutkan darah suci, setahuku mereka semua menyukai tokoh utama saja.
“Tidak, aku tidak tahu sama sekali. Tapi sepertinya itu sangat penting bagi mereka.”
“Kalau darah itu sangat penting, kemungkinan mereka tidak akan melukaimu.” Rudy melambaikan tangannya ke salah satu pelayan di sana.
“Bukannya sebaliknya? Darah diperoleh kalau kita mengalami luka bukan?”
Jangan-jangan alasan mereka melukai Ricky jika merasa cemburu karena ini!
Tiba-tiba wajah Rudy memucat, ia menatapku dengan mata bergetar.
“Rudy, kau kenapa?” Aku menatapnya khawatir.
“Aku lupa, Rose bekerja paruh waktu di sini...”
“Be-benarkah?” aku menatap ke sekelilingku was-was.
“Aku pernah melihatnya menjadi kasir di sini.”
Bagaimana ini? Apa ia akan melukai kami?
“Mau pesan apa?” seorang pramusaji wanita datang menghampiri kami dengan senyum manis.
“Aku burger dan orange juice tanpa gula, kau mau pesan apa Rick?”
“Burger dan soda saja.”
“Baiklah, tunggu sebentar.” Wanita itu tersenyum kembali kemudian pergi meninggalkan kami.
“Rudy, jangan terlalu dipikirkan.” aku menepuk bahunya.
Kalau sedang tertekan Rudy akan meminum sesuatu yang asam, minuman tadi contohnya.
“Bagaimana bisa, kau dalam bahaya sekarang!”
“Kita sudah berhasil lari, aku rasa kita aman.”
“Kita harus bersikap biasa saja kepada mereka, apalagi kepada Judy.”
Aku mengangguk setuju, akan terlihat jelas bila kami berdua tiba-tiba saja menjauhi Judy.
“Rudy, aku rasa Judy tidak akan melukai kita. Apa kau dengar ia mengatai Mary gila?”
Aku belum sempat menyelesaikan rute miliknya, jadi aku belum bisa menebak bagaimana sifatnya.
“Iya, sepertinya ia merasa keberatan bila harus melakukan hal itu.”
“Tadi aku sempat mengobrol dengannya dan kau tahu? Ia berkata akan menolong kita bila terjadi sesuatu.”
“Semoga saja kita dapat memegang kata-katanya.” Rudy menghela napas.
“Silahkan burger dengan orange juice tanpa gula dan burger serta soda,” ia menurutkan pesanan kami dari nampan, “ada tambahan?”
“Tidak, terima kasih.” Rudy menganggukkan kepala.
Pramusaji tadi tersenyum, lalu kembali mengerjakan tugasnya.
“Menurutmu apa mereka tahu kalau kita yang mengetahui rahasia mereka?” Rudy bertanya sembari menyeruput minumannya.
“Aku yakin sepertinya tidak, terima kasih atas gerak cepatmu, kita dapat berlari menjauh terlebih dahulu.” Aku tersenyum lalu mulai bersiap menggigit roti isi di tanganku.
“Ricky! Rudy!” tiba-tiba suara ceria yang kukenal memanggil kami berdua.
“Eh? Ju-judy?” aku menatapnya kaget.
“Mary?” Rudy menatap wanita dingin di sebelah Judy.
“Apa yang kalian lakukan di sini?” Mary menatap kami secara bergantian.
“Tentu saja makan burger, mana mungkin kami datang ke sini untuk makan sushi benarkan Rick? Hahaha!” Rudy menyenggol kakiku.
“Benar, kami ingin merayakan keberhasilan Rudy mewakili sekolah dalam perlombaan yang akan datang!” aku mengangkat gelas layaknya hendak bersulang.“Hei! Ada yang akan aku tanyakan pada kalian!” Judy tersenyum penuh arti.
“Ada apa?” Rudy menjawab dengan peluh di dahinya.
“Apa kalian tadi ke laboratorium?” Judy masih mengembangkan senyumnya.
“Kata Zack, ia melihat kalian di koridor dekat laboratorium.”
“Uhuk! Uhuk!” aku terbatuk mendengar ucapan mereka.
Apa mereka curiga kalau kami mendengar ucapan mereka?
Gawat! Gawat! Gawat!“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t