Share

Mind Reading

“Kau kenapa Ricky?” Judy bertanya kepadaku dan duduk di sebelahku.

“Tersedak,” ucapku sembari memukul dada pelan.

“Zack berkata seperti itu?” Rudy bertanya memastikan.

“Iya Zack berkata seperti itu.” Mary mulai duduk di sebelahnya tanpa membuang perhatian dari wajah Rudy.

“Iya kami bertemu dengannya tapi aku segera mengajak Ricky pergi dari sana. Kalian tahu bukan apa yang ia lakukan siang tadi?” Rudy mengambil minumannya kemudian menenggak isinya, berusaha mengurangi ketegangan yang ia hadapi.

“Aku ke kamar mandi sebentar.”

Aku bangkit dan menatap Rudy yang tengah memasang wajah memelas ke arahku.

Aku harus ke kamar mandi, bukan mau kabur! Sabar, tunggu aku kembali! Aku tidak mungkin meninggalkanmu.

Hari ini panas sekali, ditambah dengan berlari ke sini, sepertinya aku harus mandi sesampainya di rumah.

Aku berjalan masuk ke kamar mandi, kemudian suara seorang wanita pemalu terdengar memanggil namaku.

“Ri...ricky?” 

“Rose?” aku menatap wanita berambut merah itu sembari bersuara.

Ia berdiri di depan cermin, sedang tangannya tengah bergulat dengan sabun.

“Tu-tunggu! Ja...jangan!”

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, pintu sebuah bilik terbuka.

“Jadi pria ini?” seorang wanita yang lebih tua dari kami keluar sembari memandangku.

“Ke...nalkan kak, i...ni Ricky.” Rose memperkenalkanku dengan sedikit gugup.

“Kakaknya Rose?” aku bertanya sembari tersenyum ramah ke arahnya.

Rose saja berbahaya, bagaimana dengan keluarganya? Apa mereka lebih berbahaya?

“Benar,” tiba-tiba ia tersenyum sembari menjilat ujung bibir atasnya, “dan kau akan menjadi santapanku hari ini.”

Tunggu! Aku tidak ingat ada kejadian ini! Apa karena aku berhasil menyelamatkan Rudy?

Jadi semua berubah tidak sesuai cerita?

Seharusnya saat ini aku berada di pemakaman Rudy, bukan di restoran cepat saji ini.

“Kak... Jangan...” Rose menarik tangan kakaknya.

Tiba-tiba tiupan angin terasa menerpaku, membuatku limbung dan menutup pintu di balik punggungku.

“Jadi Ricky, kau tahu bukan bahwa kami adalah Succubus?” wanita itu menyeringai.

“Be...benarkah?” Rose menatapku terkejut.

Aku menelan salivaku sendiri, tak tahu berkata apa.

Bagaimana ini? Apa kakaknya Rose akan memakan jantungku?

“A-aku tidak tahu apa yang kakak maksud, maaf aku harus perg-”

Belum sempat aku berbalik, wanita itu telah berdiri di sebelahku dengan penampilan yang berubah. Ia tampak lebih cantik dari sebelumnya, tetapi memiliki sayap dan taring yang cukup membuatku bergidik ngeri.

“Kau tahu? Kau itu sangat tampan bila melepaskan kacamata ini,” Ia melepas paksa kacamataku, sehingga membuat penglihatanku sedikit kabur. 

Tiba-tiba sebuah sensasi dingin terasa menyapu leherku, “kau luar biasa! Keringatmu saja terasa begitu lezat!”

Aku hanya diam mematung, aku tidak menyangka kalau kakaknya akan melakukan hal itu padaku. Tubuhku melemas seolah tak ada kekuatan dalam diriku, keadaan sekitar menjadi dingin sekali. Aku lupa bahwa aku sedang tidak enak badan.

“Kak!” tiba-tiba Rose berdiri di antara kami berdua, ia merentangkan keduanya berusaha melindungiku, “aku yakin Ricky tidak akan membocorkan rahasia kita.”

Te-tentu saja! Mana mungkin aku menceritakan hal ini kepada orang lain kecuali Rudy! Percakapan mereka tadi siang sudah membuat kami kebingungan, kenapa aku harus menambah beban pikiran lagi!

“Ho... Benarkah?” ia menatapku penuh selidik, “kalau kau memberi tahu Rudy, kau tahu? Membunuh remaja pria seperti kalian itu sangat mudah! Apalagi saat kalian tengah menjelang dewasa, itu akan sangat enak!”

Ia membaca pikiranku! Ia membaca pikiranku!

“Apa kau baru sadar?” Ia tersenyum penuh kemenangan.

“Kakak! Hentikan!” Rose berteriak sembari mendorong kakaknya.

Ini pertama kalinya aku mendengar ia berteriak marah seperti ini.

“Kenapa? Kau masih mengikuti peraturan lama itu?” Ia menatap Rose dengan rendah.

“Maaf Ricky, aku harus melakukannya ini.” Rose berbalik dan meniup wajahku.

Tiba-tiba kepalaku memberat, aku tidak sanggup mempertahankan tubuhku. Aku limbung dan tak sadarkan diri.

*****

“Rick kau tak apa?” suara Rudy yang pertama kali kudengar.

“Rudy... Rose ke mana?” aku bangun dan menoleh ke seluruh penjuru ruangan.

“Ia bekerja.” Mary yang tengah duduk di sofa bersuara.

“Syukurlah kau tak apa, kau membuat semua orang khawatir!” Judy yang duduk di ranjang menatapku khawatir.

“Bisa kalian pergi dari sini? Maksudku pulang hehe.” aku menatap kedua ancaman yang masih bertopeng teman itu.

“Kenapa? Apa yang kami lakukan?” Judy yang tak mengerti berusaha meminta penjelasan.

“Benar, kami khawatir kepadamu.” Mary menatapku dengan dingin.

“Tidak ada yang salah, tolong kalian pulang saja,  Ini sudah malam dan pasti orang tua kalian akan khawatir, aku tidak apa.” 

“Kalian pulang saja, biar aku yang menjaga Ricky.” Rudy berusaha membujuk mereka pulang.

Mereka bangkit dan berjalan menuju pintu.

“Baiklah, kami pulang dulu! Cepat sembuh Rick!” Judy melambaikan tangannya ke arahku sembari tersenyum.

Aku membalas lambaian tangannya dan tersenyum. Setelah mereka pergi, aku menatap sahabatku ini. Orang yang tubuh ini kenal sejak lama.

“Rudy, maafkan aku.”

“Ada apa Rick?” Rudy menatapku khawatir.

Kenapa ini terjadi? Kenapa aku harus berada di tubuh ini? Kenapa semua menjadi tak seperti apa yang aku ketahui!

“Rick kau kenapa?”

“Apa tadi kau melihat kakaknya Rose?”

“Kakaknya Rose?” Rudy mengerutkan dahinya, “tadi hanya Rose saja yang menolongmu.”

Berarti telah diusir oleh Rose?

“Rick kau kenapa?” Rudy mengulangi pertanyaannya.

“Jika ada kakaknya Rose, pergi dan menjauhlah!”

“Memangnya kenapa? Ada apa?” Rudy memegang lenganku erat.

“Ia bisa membaca pikiran dan karena aku, nyawamu dalam bahaya. Maafkan aku Rudy, aku-”

Padahal aku sudah lega bahwa ia selamat, tapi kenapa? Kenapa ada bahaya yang mengincarnya? 

Jangan-jangan! Yang menyebabkan kematiannya, percakapan mereka bertiga di belakang laboratorium! Dan karena hal itu tetap terjadi nyawanya tetap dalam bahaya!

Sial! Aku sudah muak dengan semua ini! Aku ingin kembali ke duniaku walaupun aku sudah mati! Aku ingin bertemu kedua orang tuaku! Andai saja ada Nicko dan Erich sahabatku di sini, pasti aku akan merasa lebih baik.

“Ricky...?”

Aku tanpa sadar menitikkan air mataku, teringat akan semua yang telah kulalui. Aku harus menjaga sahabat tubuh ini, seperti aku menjaga kedua sahabatku itu.

“Ricky kau kenapa? Katakan sesuatu!” Rudy mengguncangkan tubuhku pelan.

“Kakaknya tahu bahwa kita mendengar ucapan mereka bertiga,” aku memalingkan wajahku, “ada rahasia yang tidak boleh kau tahu Rudy.”

“Apa maksudmu?” Rudy berusaha menggali informasi lebih dalam lagi.

“Cukup aku saja yang tahu, semakin kau mengetahuinya maka semakin berbahaya.” Rudy hanya terdiam tetapi mata hijau terus menatapku.

“Baiklah, tetapi kau harus ingat jika terjadi sesuatu padamu beri tahu aku. Orang tuamu menitipkanmu padaku.” Rudy menyerah dan menerima keputusanku.

“Tentu saja, Kau sahabat terbaikku! Hanya kau yang paling aku percaya!” Aku meninju bahunya pelan.

“Baiklah! Aku akan menginap di sini! Boleh?”

“Tentu saja!” aku tersenyum senang.

Hari ini terasa berat, sangat berat. Dengan adanya Rudy di sini membuatku tenang. Tubuh ini benar-benar rapuh bila tak ada Rudy.

“Aku pulang sebentar untuk mengambil pakaian, kau tak apa bila kutinggal sendiri?” Ia menatapku khawatir.

“Tentu saja tidak apa, rumahmu hanya 3 menit berjalan dari sini. Aku tidak akan mati dalam waktu 30 menit.” Aku tersenyum lemah.

“Aku akan kembali dalam 15 menit! Tunggu aku!” Ia bangkit dan segera bergegas untuk pulang ke rumah.

Setelah sosoknya menghilang dari balik pintu, aku beringsut bangun dan mulai membersihkan diri. Walau Rudy sudah mengelap tubuhku dengan handuk basah, tapi rasanya aku harus mandi hahaha.

Aku ingat saat masih di dunia sebelumnya, orang tuaku memarahiku karena aku mandi padahal aku tengah demam saat itu.

Suara tetesan air yang jatuh kala aku mulai membersihkan diri terdengar layaknya hujan yang turun. Air yang hangat mengelus seluruh tubuhku pelan, membuat letihku sedikit berkurang. Gawat! Aku menggigil! Padahal aku telah menggunakan air hangat untuk mandi!

Selesai mandi aku segera bergegas mengenakan handuk, berusaha menutupi tubuh bagian bawahku itu.

"Aroma sabun ini sangat menenangkan mungkinkah ini Lavender?" gumamku sembari mendekatkan lengan ke hidungku.

“Ri...ricky?” tiba-tiba sebuah suara membuyarkan pikiranku.

“Ro-rose apa yang kau lakukan di sini?” aku berusaha menutupi tubuhku yang hanya terbalut handuk.

“Ma...maaf aku ti...tidak bermaksud,” Rose memalingkan wajahnya yang memerah, “apa benar... kau mendengar... percakapan kami bertiga?”

Sial! Bagaimana ini? Apa aku harus berkata jujur saja?

Rose sangat benci dibohongi! Ia membunuh dan memakan jantung Ricky karena kecewa telah berbohong tentang Judy!

Jika aku berbohong, mungkin ia akan memakan jantungku?

“Rose, sebenarnya aku...”

Kejujuran memang pahit, tapi akan berbuah manis. Mungkin! Tapi sepertinya aku mati terlebih dahulu di tangan Succubus pemalu ini.

“Iya, aku mendengarnya...” 

Kau hebat Ricky! Kau berani mengatakannya.

“Jadi... benar kalian berdua...” Rose masih membelakangiku.

“Aku tidak sengaja! Aku tidak bermaksud mendengarkan pembicaraan kalian! Aku bersumpah!” aku berusaha meyakinkan Rose.

Aku harus melakukan sesuatu! Aku tidak boleh membahayakan Rudy!

“Kau boleh melakukan apapun padaku, tapi aku mohon jangan lukai Rudy! Aku mohon!”

“Apa... kau tidak takut padaku?”

“Tentu saja tidak, kau temanku...” 

Kami sering mengobrol dan beberapa kali makan bersama, sebelum orang itu mengerjaiku dan membuatku menyelesaikan makan siang terburu-buru.

“Bagaimana... dengan ini?” perlahan sepasang sayap berwarna ungu kehitaman mengembang dari punggungnya.

“Indah...” tanpa sadar aku berucap demikian saat memperhatikan sayapnya yang berkilau terkena pantulan cahaya.

“Bodoh...” ucapnya dengan suara bergetar.

“A-pa aku salah?”

“Kau... bodoh...”

“Maaf aku ti-”

“Hahaha! Kau bodoh Ricky! Hahaha!” tiba-tiba ia berbalik dan menatap mataku.

Sifatnya berubah 180° dari sebelumnya!

Apa aku benar-benar akan mati?

Lebih baik aku berbohong tadi! Arghh!

“Kau bodoh telah membuatku jatuh cinta kepadamu! Hahaha!” tawanya membuat bulu kudukku meremang.

“Maaf Rose, aku tidak tahu kau benar-benar jatuh cinta atau hanya menginginkan darahku saja,” ucapku lemas.

Baiklah, setidaknya itu yang dapat aku katakan sebelum mati hari ini.

“Kau! Kau!” Rose mendekati dengan tatapan mengerikan.

Ibu, Ayah, Aku akan mati dan kembali pulang. Tunggu aku sebentar lagi!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status