Share

MENYALAHI ATURAN LANGIT

    Akhirnya hari yang ditakutkan oleh malaikat maut 888 tiba, sejak pagi ia  sudah merasakan kepanikan yang luar biasa. Hal yang sangat memalukan di mata 444 tentunya. 

"Apa kau akan tetap seperti ini? Atau kau akan berangkat sekarang?!"

888 menoleh dan menatap 444, ia menghela napas panjang. "Kita tidak perlu turun ke bawah, kita langsung ke sana saja. Ingat, jangan sampai Hyun melihat kita."

   444 hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dalam sekejap, mereka sudah berada di depan pagar rumah Hyun Jae. Tampak Hyun Jae berlari dengan tergesa-gesa, rupanya ia sudah kesiangan.  888 menghela napas panjang, karena Hyun Jae tidak melihatnya.  Tak lama kemudian tampak Kim dan Eun Tak keluar untuk  berangkat kerja. 888 dan 444 pun langsung mengikuti langkah mereka. 

    "Aku merasa sedikit malas sebenarnya untuk bekerja hari ini. Sejak semalam, kepalaku terasa begitu berat," keluh Kim. Eun Tak menoleh, tampak kekhawatiran di wajahnya. "Lalu, kenapa kau memaksa. Apa tidak sebaiknya kau kembali saja,mumpung kita belum terlalu jauh. Aku akan mengurus izinmu nanti lalu sore nanti kita ke dokter ya," ujar Eun Tak. Namun, Kim menggelengkan kepalanya. "Tidak usah, aku masih kuat untuk bekerja,biar nanti sore saja kita ke dokter," tolak Kim.

"Tapi, jika kau merasa sudah tidak kuat,kau pulang saja ya," kata Eun memberi saran. Kim mengangguk mengiyakan sambil tersenyum dan menggandeng tangan Eun. Senang rasanya memiliki sahabat yang begitu baik dan pengertian.

    "Kau dengar itu, 888? Kim sedang sakit, kasian juga dia," ujar 444. 888 hanya mengendikkan bahunya perlahan. 

"Apa kau masih ingat bagaimana rasanya sakit?" tanya 888. 

"Hmm ... Rasanya sudah lama aku tidak merasakan sakit."

   Kim dan Eun bekerja seperti biasanya. Namun, beberapa kali Kim memijat kepalanya yang terasa sedikit pusing. Yun Seri rekan kerjanya yang kebetulan memperhatikan gerak gerik Kim, langsung menghampiri. 

"Kau sakit, Kim? Pulang saja jika kau sakit. Biar aku yang mengerjakan sebagian pekerjaanmu hari ini," ujar Yun Seri. Tangannya memegang dahi Kim, "Kau demam,Kim! Sudah, biar aku yang melanjutkan pekerjaanmu,aku akan mengatakan kepada Eun kalau kau pulang duluan."

"Apakah tidak apa- apa?" tanya Kim. 

"Tentu saja tidak. Aku akan mengatakan kepada Manager Joon kalau kau sakit. Ayo, aku antar kau ke depan."

    Kim mengangguk. Ia pun membereskan barang- barangnya, kemudian bangkit berdiri. Kepalanya terasa berat dan bertambah sakit sekarang. Yun langsung membantu Kim untuk melangkah. Baru saja mereka membuka pintu ruangan, seorang lelaki tinggi dan tampan masuk. Dia adalah Joon Hyung manager mereka. 

"Ada apa ini? Kenapa Kim?" tanyanya saat melihat Kim nampak pucat di papah oleh Yun. 

"Dia demam, manager Joon."

"Ah, pulang dan beristirahatlah kalau begitu, Kim. Apa kau kuat berjalan sampai halte bus?" tanya Joon sedikit khawatir. Kim tersenyum dan mengangguk. "Saya tidak apa- apa manager. Memang sejak semalam kepala saya terasa sakit. Mungkin dengan beristirahat saya akan sehat kembali," jawab Kim dengan sopan. 

"Baiklah, kau antar dia ke depan ya, Yun. Setelah itu kau langsung kembali bekerja."

"Baik, manager Joon," jawab Yun Seri.

    Kim dan Yoon berjalan sampai ke depan lobby utama. Setelah itu, Kim perlahan melepaskan tangan Yun. "Sampai sini saja, Yun, aku bisa sendiri. Kau kembalilah bekerja, tolong sampaikan pada Eun Tak ya, kalau aku pulang duluan."

"Hati-hatilah, Kim. Kau bisa naik taksi saja, jika kau tidak kuat sampai halte bus."

Kim tersenyum sambil mengelus bahu Yun. "Tenang saja, terimakasih ya. Aku pulang dulu."

    Kim pun berjalan keluar gedung. Ia melangkah perlahan, kepalanya terasa begitu berat. Ditambah cuaca yang siang hari ini begitu panas. Kepala Kim bertambah pusing. Kim memutuskan untuk tetap naik bus saja. Ia merasa sayang jika harus menggunakan taksi. Apa lagi, ia harus kembali menabung untuk biaya sekolah Hyun Jae. Tabungannya yang kemarin sudah habis ia gunakan untuk membantu Eun membayar hutang. Jadi, Kim merasa perlu sedikit berhemat. 

    Halte bus letaknya di seberang gedung tempat Kim bekerja. Sehingga, ia harus menyeberang terlebih dahulu. Namun, kepala Kim yang terasa berat dan pandangan mata yang sedikit berkunang- kunang membuat Kim tidak memperhatikan jalan. Sebuah truk dari arah kanan melaju dengan kencang ke arahnya. 888 dan 444 nampak berdiri di belakang Kim. 

    Saat itu, entah mengapa perasaan 888 seolah bertentangan. Entah apa yang ia pikirkan, ia langsung mencopot pin yang ia kenakan, dan berlari ke arah Kim lalu mendorongnya ke bahu jalan. Sehingga, truk yang melintas itu tidak menabraknya. Semua terjadi begitu cepat. 444 tampak sedikit terkejut dengan apa yang di lakukan oleh 888.

     Kim yang kaget ditambah sedang sedikit sakit, langsung jatuh pingsan. Beberapa orang yang melihat kejadian itu langsung menghampiri 888 dan Kim. 

"Wah, kau cepat sekali anak muda. Aku tadi tidak melihat dari mana kau datang. Tapi, untunglah kau menolong nyonya ini. Kalau tidak, mungkin dia sudah mati," ujar seorang pria setengah baya yang berdiri di dekat mereka. 

"Apa kau mengenalnya, anak muda? Coba kau lihat dari pengenalnya. Apa ada luka?" tanya seorang ibu. 

    888 menatap mereka semua,napasnya sedikit tersengal, "Ah, kebetulan saya mengenalnya. Biar saya mengantarkan dia pulang, terimakasih semuanya," jawab 888. 

"Biar aku yang menyetop taksi, kau tunggu sebentar," ujar seorang pria yang nampak berdiri di situ. Tak lama, taksi datang dan 888 segera mengangkat tubuh Kim. Setelah mengucapkan terimakasih kepada semua orang itu, 888 segera masuk ke dalam taksi. Ia langsung menyebutkan alamat tempat tinggal Kim kepada supir taksi itu. 

    444 hanya geleng-geleng kepala. Ia duduk di kursi depan di taksi itu. Tentu saja supir taksi itu tidak melihat 444, karena dia tidak mencopot pinnya seperti yang dilakukan 888. 888 mengeluarkan amplop hitam dari dalam sakunya. Nama Kim Min Jae sudah hilang dari surat kematian yang ada di sakunya,ia sudah melanggar aturan langit hari ini. 

    Sesampainya di rumah Kim, 888 langsung membayar taksi dan membopong tubuh Kim. Ia sedikit kebingungan karena ia tidak tau di mana kunci rumah disimpan. Namun, 444 segera mencopot pinnya setelah taksi berlalu kemudian membantu mencarikan kunci di dalam tas milik Kim. Setelah menemukan kunci, ia segera membuka pintu rumah. 888 langsung masuk dan membaringkan Kim di sofa. Kemudian, ia duduk dan menunggu sampai Kim sadar. 

    "Kau sudah gila? Apa yang kau pikiran sebenarnya 888? Apa kau tau akibatnya? Kau bisa saja di hukum. Bagaimana jika rohmu dihancurkan oleh Raja langit dan kau tidak bisa bereinkarnasi kembali?"

888 mengendikkan bahunya,saat ini dia tidak ingin memikirkan hal itu dulu. Yang penting nyawa Kim Min Jae berhasil ia selamatkan. Ia hanya sedang memikirkan apa yang tadi ia lihat saat menggendong Kim. Banyak sekali gambaran kehidupan Kim di masa lalu yang ia lihat. "Kenapa ada orang yang mirip dengan diriku di kehidupan Kim sebelumnya?" gumam 888.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status